Tribun Kaltim Hari Ini

IMA Sarankan Revisi Harga Batubara untuk Kebijakan DMO Segera Dilakukan

Revisi terkait harga batubara untuk kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) layaknya segera dilakukan

TRIBUNKALTIM.CO/NEVRIANTO
TAMBANG BATU BARA - Ilustrasi batubara yang melintas di Sungai Mahakam, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Ekspor tambang dari Kalimantan Timur menurun diduga karena faktor melambatnya pertumbuhan ekonomi China yang notabene sebagai mitra dagang, Minggu (24/9/2023).  

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan revisi terkait harga batubara untuk kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) layaknya segera dilakukan.

Hendra mengatakan saat ini terjadi peningkatan produksi yang disebabkan oleh inflasi yang rata-rata terjadi 5 persen per tahun.

"Kemudian biaya penambangan semakin tahun meningkat  terutama biaya pengupasan dan disposal overburden, lalu biaya fuel bahan bakar dan komponen impor alat berat," katanya dikutip dari Kontan, Senin (10/2).

Selain itu, beban industri batubara juga ditambah melalui kenaikan tarif royalti yang berlaku 2022.

Baca juga: Polemik Tambang Batu Bara di Tanah Merah Samarinda, Warga Diberi Uang Rp300 Ribu per KK

Sebab, tarif royalti batubara di Indonesia pada tahun tersebut naik menjadi 4–13,5 persen. Kenaikan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022. 

"Lalu adanya kenaikan tarif-tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk sektor-sektor lainnya, aturan kewajiban penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan terakhir adalah kewajiban penggunaan B40," jelasnya.

Menurut Hendra penggunaan B40 dalam alat pertambangan akan mempengaruhi biaya perawatan alat jangka panjang.

"Peningkatan kadar FAME dalam biodiesel pasti makin berat, akibat pada maintenance karena sifat-sifat FAME yang negatif," kata dia beberapa waktu lalu.

Sejak penerapannya pada tahun 2018, harga batubara untuk DMO tidak berubah yaitu maksimal sebesar US$ 70 per ton untuk PLN dan US$ 90 per ton untuk industri.

Ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1395 K/30/MEM/2018 yang mengatur harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.

Terkait permintaan revisi harga DMO batubara, Direktur Jenderal Dirjen Mineral dan Batu Bara Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno mengatakan bahwa perubahan harga akan berpengaruh pada nilai subsidi listrik ke depannya, sehingga saat ini kementerian masih menggodok skema Mitra Instansi Pengelola (MIP) batubara.

Menurut Tri, wajar jika dari sisi pengusaha melakukan negosiasi untuk menaikkan harga batubara DMO. Namun keputusan harus berdasarkan pada kebijakan yang merata.

Baca juga: Warga Tanah Merah Samarinda Keluhkan Ada Aktivitas Tambang Batu Bara, 10 Kilometer dari Pemakaman

"Kalau permintaan pengen kalau jual harga paling tinggi, kalau beli harga paling murah, wajar lah itu permintaan wajar lah. Tapi poinnya adalah gimana supaya pemerataan betul-betul pas lah untuk PLN, untuk hajat hidup orang banyak itu berapa kira-kira, seperti itu," jelas Tri, Jumat (7/2).

Di sisi lain, pihaknya masih belum dilibatkan dalam pembahasan detail terkait skema MIP.

Ia menambahkan, dengan masih belum jelasnya MIP, potensi peningkatan biaya produksi batubara masih terbuka.

"Bisa jadi penerapan MIP akan menambah beban biaya atau cost lebih tinggi. Apalagi perusahaan kesulitan dalam mengelola arus kas akibat kewajiban DHE," katanya. (kontan)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved