Demo Pekerja Teras Samarinda

Protes Pekerja Teras Samarinda di Kantor DPRD Memanas, PUPR Bantah Lepas Tangan

Perdebatan sengit antara anggota DPRD dan pihak Pemkot pun tak terhindarkan sebelum akhirnya dilerai oleh anggota dewan lainnya.

Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Nur Pratama
TribunKaltim.co/SINTYA ALFATIKA SARI
PEKERJA TERAS SAMARINDA - Suasana audiensi antara pekerja proyek Teras Samarinda, DPRD Samarinda, dan perwakilan Pemkot di Kantor DPRD Samarinda (27/2/2025).(TribunKaltim.co/SINTYA ALFATIKA SARI) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA -  Aksi protes puluhan pekerja proyek Teras Samarinda tahap I kembali memanas di Kantor DPRD Samarinda, Selasa (27/2).

Para pekerja yang hingga kini belum menerima gaji mereka dari pihak kontraktor menggelar aksi unjuk rasa dengan membawa spanduk bertuliskan "Bayar Upah Kami, Usut Tuntas Problem Teras Samarinda".

Setelah melakukan aksi di depan kantor DPRD, para pekerja diizinkan masuk ke dalam ruang rapat untuk melakukan audiensi dengan anggota dewan dan perwakilan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda.

Baca juga: 84 Pekerja Teras Samarinda Belum Terima Upah, TRC PPA Kaltim Minta Pihak Terkait Usut Tuntas

Namun, pertemuan ini berlangsung panas hingga berujung pada insiden pelemparan nasi kotak oleh anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, ke arah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Teras Samarinda, Ilhamsyah.

Perdebatan sengit antara anggota DPRD dan pihak Pemkot pun tak terhindarkan sebelum akhirnya dilerai oleh anggota dewan lainnya.

Dalam pernyataannya, Abdul Rohim menegaskan bahwa emosinya adalah bentuk keprihatinan atas nasib puluhan pekerja yang sudah sejak tahun lalu tidak menerima hak mereka.

Ia menyoroti bahwa permasalahan ini tidak hanya sekadar soal uang, tetapi juga berdampak luas terhadap kehidupan para pekerja dan keluarganya.

"Bagaimana mungkin jumlah nominal yang tidak terlalu besar ini bisa menggantungkan nasib lebih dari 80 pekerja? Satu orang saja pun yang terdampak negatif atas sebuah situasi negara ini kita mesti tanggungjawab, apalagi puluhan orang yang tidak menerima gaji berbulan bulan," ujarnya.

Abdul Rohim menegaskan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab penuh untuk menyelesaikan masalah ini.

Jika kontraktor sebagai pelaksana proyek tidak menjalankan kewajibannya, Pemkot Samarinda harus segera turun tangan dengan langkah konkret.

Kata Abdul rohim, adapun buruh yang bahkan sampai menangis dan berteriak lantaran terpaksa tidur di gudang akibat tidak memiliki tempat tinggal. Hal ini semakin memperkuat urgensi penyelesaian masalah ini.

"Silahkan pemerintah melakukan segala proses yang perlu dilakukan terhadap kontraktor. Tapi pemerintah tolong dong turun tangan selesaikan ini.

Karena warga, sampai kapan pun, merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi seluruh hak mereka," tegas Politikus PKS ini.

Dalam audiensi tersebut juga, DPRD Samarinda mendesak agar pemerintah tak hanya memberikan janji tanpa realisasi.

Abdul Rohim menekankan agar pertemuan kali ini menjadi yang terakhir dalam membahas masalah ini.

"Silahkan mereka (pemerintah) melakukan tindakan secara tegas dan keras terhadap kontraktor, mulai dari memblakclist dan apalagi masih ada tagihan juga. Sebenanrnya ini tidak ada alasan lagi untuk diulang," ujarnya.

Sebagai langkah lanjut, DPRD Samarinda berencana memanggil Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mencari solusi pembayaran gaji pekerja.

Jika tidak ada kebijakan khusus yang bisa menyelesaikan masalah ini melalui TAPD, maka proses hukum akan menjadi opsi terakhir.

"Kami berharap masalah ini bisa selesai sebelum sampai ke ranah hukum. Jika bisa diselesaikan dengan cara yang lebih cepat dan memberikan win-win solution bagi semua pihak, maka itu yang terbaik.

Para pekerja mendapatkan haknya, sementara pemerintah bisa melanjutkan pembangunan tanpa terganggu oleh masalah seperti ini lagi," tutup Abdul Rohim.

Sementara itu, Ilhamsyah langsung meninggalkan tempat usai dilerai. Namun konfirmasi dari pihak PUPR melalui Kabid Cipta Karya PUPR Kota Samarinda, Andriyani menegaskan bahwa pihaknya telah berulang kali menghubungi perusahaan kontraktor, PT Samudra Anugrah Indah Permai (SAIP), namun belum mendapat respons yang memuaskan.

"Sudah pernah kami surati, saya tidak hapal sudah berapa kali, tapi kalau soal surat dan telepon, sudah sering," kata Andriyani.

Ia juga membantah anggapan bahwa Dinas PUPR lepas tangan dalam kasus ini. Menurutnya, pihaknya sudah menjalankan tugas sesuai dengan kewenangan yang ada, hanya saja tidak selalu mempublikasikan langkah-langkah yang telah diambil.

"Kami pasti mengkomunikasikan ke perusahaan dan berusaha mencari solusi. Secara SOP, kami sudah menjalankan tugas kami. Tapi kami dianggap cuci tangan, padahal tidak. Kami hanya tidak selalu bercerita tentang upaya yang telah kami lakukan," tegasnya.

Terkait tuntutan agar pemerintah memberikan uang talangan untuk pekerja, Andriyani menyebut bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan karena terbentur aturan administrasi.

"Soal tuntutan uang talangan, kami ini dibatasi oleh aturan. Secara administrasi harus jelas, karena kontrak itu antara pekerja dan perusahaan, bukan dengan kami.

Kalau kewajiban kami, sudah kami jalankan. Hutang dan denda mereka juga ada sekitar Rp 2 miliar. Secara hukum, kami tidak punya ikatan dengan perusahaan, jadi ini lebih bersifat personal," pungkasnya.(*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved