Tambang Ilegal di Bontang

KADIN Soroti RTRW Bontang Kaltim Demi Atasi Krisis Material Galian C, Desak Segera Revisi

KADIN Kota Bontang Amriadi, menyoroti persoalan tambang galian C Bontang, didesak untuk revisi

TRIBUNKALTIM.CO/MUHAMMAD RIDWAN
Ilustrasi. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bersama pihak-pihak terkait menutup tambang galian C di RT 1 Kelurahan Kanaan, Bontang Barat, lantaran tidak memiliki izin beroperasi atau ilegal, Kamis (10/4/2025). (TRIBUNKALTIM.CO/MUHAMMAD RIDWAN) 

TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kota Bontang Amriadi, menyoroti persoalan tambang galian C di RT 01, Kelurahan Kanaan, Kecamatan Bontang Barat sebagai akibat dari kekosongan tata ruang yang tidak mengakomodasi lokasi penambangan legal di Kota Bontang.

Ia menyebut pemerintah perlu segera merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bontang agar mengakomodasi kebutuhan material pembangunan yang semakin meningkat, seiring kewajiban penggunaan timbunan dari sumber galian C sesuai aturan pusat.

“Dari dulu saya sudah sampaikan sejak masih di HIPMI, RTRW ini harus dikaji ulang. Karena aturannya sekarang jelas, timbunan wajib dari galian C, tapi di Bontang tidak ada ruang yang disiapkan untuk itu,” kata Amriadi saat dihubungi via telepon, Jumat (11/4/2025).

Menurutnya, sejumlah titik di Bontang sebenarnya berpotensi dijadikan lokasi tambang legal. Termasuk eks Jalan Flores, RT 01 Kanaan, yang selama puluhan tahun telah menjadi sumber material tanah bagi proyek pemerintah, swasta, hingga masyarakat setempat.

“Kalau ada izinnya, tentu daerah juga dapat kontribusi. Tapi sayangnya, dari dulu pemerintah tidak memberikan kajian atau penetapan lokasi. Padahal ini jadi kebutuhan dasar untuk pembangunan,” jelasnya.

Baca juga: Resmi Ditutup! Tambang Galian C di Bontang Barat Langgar Aturan, Ini Penjelasan ESDM Kaltim

Amriadi menambahkan, ketiadaan lokasi resmi untuk tambang membuat kontraktor dan investor kesulitan memenuhi kebutuhan material.

Akibatnya, harga satuan proyek bisa membengkak karena harus membeli dari luar daerah.

“Bontang saat ini tidak punya lagi lokasi resmi untuk diambil tanahnya. Kalau harus ambil dari Kutim atau daerah lain, tentu akan berpengaruh ke harga, biaya, dan kecepatan proyek,” ujarnya.

Ia juga menyinggung pentingnya komunikasi antara pemerintah daerah, provinsi, dan pusat dalam menetapkan titik-titik Area Penggunaan Lain (APL) yang memungkinkan aktivitas tambang.

Justifikasi teknis dan argumentasi kebutuhan daerah disebutnya sebagai kunci membuka peluang izin dari pusat.

Baca juga: 2 Dampak Negatif dari Tambang Galian C di Kanaan Bontang Kaltim, Kini Resmi Ditutup

“Pemerintah daerah harus aktif menjelaskan ke pusat bahwa di Bontang memang tidak ada lokasi galian C. Itu penting agar pusat bisa memberi solusi,” ucapnya.

Amriadi berharap persoalan ini tak hanya dipandang sebagai pelanggaran lingkungan semata, tetapi juga dilihat dari sisi investasi dan kelangsungan pembangunan.

Ia menilai, keterlibatan pelaku usaha seperti KADIN dalam pembahasan RTRW dan kebijakan tambang mutlak diperlukan.

“Kalau ruang usaha dibatasi, jangan salahkan investor pergi. Kita harus pikirkan keberlanjutan pembangunan. Ini bukan soal banjir saja, tapi juga dampaknya terhadap ekonomi,” tegasnya. (*)

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved