Berita Nasional Terkini

Jokowi Wajib Hadiri Mediasi Gugatan Ijazah Palsu 30 April 2025, Alasan dan Konsekuensi jika Absen

Tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi masih terus dibicarakan hingga saat ini.

Editor: Heriani AM
Tribun Solo/Ahmad Syarifudin/Tangkapan layar dari situs Universitas Gadjah Mada (UGM)
IJAZAH JOKOWI - Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) tengsah disorot publik terkait ijazah kuliahnya di UGM, karena ada kejanggalan, dulu berkacamata sekarang tidak. (Tribun Solo/Ahmad Syarifudin/Tangkapan layar dari situs Universitas Gadjah Mada (UGM)) 

TRIBUNKALTIM.CO - Tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi masih terus dibicarakan hingga saat ini.

Terbaru, Jokowi harus hadir langsung dalam mediasi gugatan ijazah palsu yang digelar di Pengadilan Negeri Surakarta pada Rabu (30/4/2025). 

Kewajiban kehadiran ini mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang menetapkan bahwa semua pihak dalam sengketa perdata harus hadir secara langsung dalam proses mediasi, kecuali terdapat alasan sah yang membenarkannya.

Baca juga: Sosok Zaenal Mustofa yang Kini Mundur dari Tim Penggugat Ijazah Jokowi Usai Ditetapkan Tersangka

Mediasi Ijazah Palsu Jokowi: Wajib Hadir atau Alasan Sah?

Penggugat, Muhammad Taufiq menegaskan bahwa kehadiran Jokowi dalam mediasi sangat penting untuk memastikan jawab atas dugaan ijazah palsu yang dilayangkan. 

"Yang hadir prinsipal," kata Taufiq, menekankan bahwa kehadiran langsung sangat krusial dalam menentukan jalan penyelesaian sengketa ini.

Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016, Pasal 6 mengatur bahwa para pihak wajib menghadiri mediasi langsung, dengan pengecualian bagi mereka yang memiliki alasan sah, seperti sakit, di luar negeri, atau menjalankan tugas negara. 

Kehadiran melalui komunikasi jarak jauh dapat diterima, namun alasan tersebut harus disertai bukti yang sah.

Perma 1/2016: Aturan Mediasi yang Mengikat
Pasal 4 Ayat 1 Perma Nomor 1 Tahun 2016 menegaskan bahwa semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan, termasuk kasus perlawanan dan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib diselesaikan melalui mediasi. 

Jika tidak tercapai kesepakatan, barulah perkara tersebut akan dilanjutkan ke proses persidangan.

Selain itu, Pasal 6 mengatur kewajiban para pihak untuk hadir dalam pertemuan mediasi secara langsung. Kehadiran diwakilkan hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu, seperti sakit atau melaksanakan tugas negara yang tidak bisa ditinggalkan.

Baca juga: Ganjar Buka Suara Usai Dirinya dan Anies Baswedan Diminta Ngomong Soal Polemik Ijazah Jokowi

Prof. Adi Sulistyono Ditunjuk Sebagai Mediator

Dalam perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta telah menunjuk Prof. Dr. Adi Sulistyono, S.H., M.H., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, sebagai mediator.

Penunjukan ini sesuai dengan kesepakatan para pihak yang terlibat, dan Prof. Adi Sulistyono telah terdaftar sebagai mediator non-hakim yang berwenang menangani proses mediasi ini.

Bambang Aryanto, Humas Pengadilan Negeri Surakarta, mengungkapkan bahwa mediasi akan berlangsung selama 30 hari, dengan kemungkinan tambahan waktu hingga 10 hari jika diperlukan. Setelah itu, hasil mediasi akan dilaporkan ke Majelis Hakim untuk langkah lebih lanjut.

Baca juga: Alasan Penggugat Ijazah Jokowi Mendadak Mundur dari Tim Usai Ditetapkan Jadi TSK Pemalsu Dokumen

Fasilitas dan Biaya Mediasi di PN Surakarta

PN Surakarta menyediakan ruang khusus untuk mediasi, meskipun para pihak diperbolehkan untuk melaksanakan mediasi di luar kawasan pengadilan jika disepakati. 

Humas PN Solo, Bambang Aryanto menjelaskan bahwa biaya mediator akan ditanggung oleh pihak yang berperkara, karena mediator bukan merupakan hakim yang bertugas di pengadilan tersebut.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved