Berita Nasional Terkini

Panglima TNI Didesak Cabut Perintah Pengerahan Prajurit Untuk Amankan Kejaksaan, Begini Alasannya

Desakan agar Panglima TNIsegera mencabut  perintah untuk pengerahan prajurit amankan Kejaksaan mengemuka.

Editor: Doan Pardede
(KOMPAS.com/Fika Nurul Ulya)
PANGLIMA TNI - Panglima TNI yang baru, Jenderal Agus Subiyanto. Desakan agar Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto segera mencabut  perintah untuk menyiapkan dan mengerahkan alat kelengkapan dukungan kepada seluruh Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia.(KOMPAS.com/Fika Nurul Ulya) 

"Kami mendesak Panglima TNI mencabut Surat Perintah tersebut dan mengembalikan peran TNI di ranah pertahanan," tulis koalisi.

Mereka juga meminta DPR RI, khususnya Komisi I, III, dan XIII, untuk menindaklanjuti persoalan ini dan memastikan tidak ada praktik dwifungsi TNI di masa mendatang.

"Kami juga mendesak DPR RI untuk mendesak Presiden sebaga Kepala Pemerintah dan juga Menteri Pertahanan untuk memastikan pembatalan Surat Perintah tersebut, sebagai upaya menjaga tegaknya supremasi sipil dalam penegakan hukum di Indonesia yang menganut negara demokrasi konstitusional," ujar koalisi.

Adapun dalam keterangan tertulis yang dibagikan, koalisi masyarakat sipil itu terdiri dari Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat.

Kemudian, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), BEM SI, De Jure.

Edi Hasibuan Minta Panglima TNI Kaji Ulang Telegram Soal Pengerahan Prajurit Untuk Amankan Kejaksaan

Ketua Umum Asosiasi Dosen Ilmu Hukum dan Kriminologi Indonesia (ADIHGI) Edi Hasibuan meminta Panglima TNI mengkaji ulang terbitnya telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tanggal 5 Mei 2025 tentang perintah penyiapan dan pengerahan personel TNI untuk mendukung pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh wilayah Indonesia.

Edi Hasibuan menilai kebijakan tersebut kurang tepat dan jangan sampai telegram Panglima TNI tersebut menabrak aturan yang ada.

"Kami melihat kebijakan ini kurang tepat dan perlu dikaji ulang dan jangan sampai telegram Panglima TNI ini menabrak aturan," kata Edi Hasibuan di Jakarta, Minggu (11/5/2025). 

Ia pun menjelaskan sesuai Undang-Undang, TNI memiliki tugas pertahanan keamanan, tidak memiliki urusan dengan penegakan hukum.

"Harus dipahami bahwa tugas TNI sesuai aturan adalah pertahanan keamanan dan tidak ada urusan dengan penegakan hukum," kata Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta ini.

Baca juga: 32 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat, Ada Wakil Gubernur Lemhannas hingga Kapuspen Kristomei Sianturi

Lanjut dia, bila melihat dari aturan lain, telegram Panglima TNI tersebut bertentangan dengan konstitusi baik itu UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasan Kehakiman, UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan  serta  UU TNI yang mengatur secara jelas tugas dan fungsi TNI.

"Bila telegram ini tetap dipaksakan, dikhawatirkan akan muncul persepsi baru di masyarakat bahwa ada intervensi militer dalam ranah sipil khususnya dalam penegakan hukum," kata Edi Hasibuan.

Seperti diketahui, Telegram Panglima TNI Nomor TR/422/2025 tanggal 5 Mei 2025 menjadi dasar dibuatnya surat telegram nomor ST/1192 dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang ditujukan untuk para Pangdam. 

Dalam surat telegram KSAD tersebut diperintahkan kepada jajarannya untuk menyiapkan mengerahkan personel beserta peralatan dan perlengkapannya.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved