Berita Terkini Samarinda
Jembatan Mahakam I Samarinda Masih Aman Dilintasi? BBPJN Beber Kondisi Terkini Usai 23 Kali Ditabrak
Hingga saat ini, terhitung sudah 23 kali Jembatan Mahakam I Samarinda ditabrak, apakah masih aman untuk dilintasi?
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Doan Pardede
TRIBUNKALTIM.CO - Hingga saat ini, terhitung sudah 23 kali Jembatan Mahakam I Samarinda ditabrak.
Terbaru, jembatan sepanjang sekitar 400 meter yang menghubungkan Kecamatan Samarinda Kota dan Kecamatan Samarinda Seberang ini ditabrak tongkang bermuatan batu bara pada 26 April 2025.
Insiden terjadi setelah tali towing tongkang yang ditarik oleh TB Lestary putus, sehingga tongkang BG Azamara 3035 menghantam pilar jembatan sisi Samarinda Kota.
Kejadian itu sempat terekam oleh warga dan menyebabkan kerusakan pada bagian bawah pilar, terutama karena fender pelindung pilar sudah tidak ada lagi sejak insiden sebelumnya pada Februari 2025.
Baca juga: BBPJN Kaltim Ingin Batasi Tongkang Muat 2000 Ton tak Lewati di Bawah Jembatan Mahakam Samarinda
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur (Kaltim), Hendro Satrio saat membeberkan hasil investigasi Jembatan Mahakam I Samarinda pasca tertabrak tongkang bermuatan batu bara pada 26 April 2025 lalu.
Sebagaimana diketahui, investigasi melalui pengujian jembatan telah dilakukan pada 30 April 2025 dengan 3 metode.
Hendro menjelaskan bahwa metode pengukuran geometrik untuk mengukur perubahan dan pergeseran jembatan pasca tertabrak menunjukan hasil bagus.
Metode selanjutnya adalah uji beban dinamis (dynamic loading test) menggunakan teknik jumping truk seberat 10 ton, di mana kekakuan dan frekuensi jembatan menunjukan hasil baik.
Pengujian terakhir adalah pengukuran ultrasonic pulse velocity (UPV) untuk mengetahui kekuatan pilar 3 yang tertabrak, hasilnya pun baik.
"Artinya, Jembatan Mahakam I Samarinda masih aman dilalui," tegas Hendro.
Kendati demikian, BBPJN Kaltim membuat aturan agar tongkang bermuatan 2.000 ton ke atas tidak melewati bawah jembatan saat arus deras.
"Kecepatan hanya boleh 2 knot. Instansi yang menangani pengolongan dan alur pelayaran harus melakukan pengamanan ekstra dan memadai," tegas Hendro.

Disinggung mengenai pengerjaan fender P3 yang hancur saat ditabrak tongkang bermuatan kayu pada 16 Februari 2025, Hendro mengatakan, pihak perusahaan sudah melakukan pengujian tanah dan sungai.
"Mereka berjanji segera melakukan pembangunan. Kami juga sudah menegaskan bahwa fender harus segera terbangun," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Jembatan Mahakam I Samarinda telah dua kali tertabrak tongkang bermuatan sejak awal 2025.
Tabrakan pertama membuat fender atau pengaman alur pelayaran di P4 hancur.
Kemudian tabrakan kedua menyebabkan P3 bengkok yang mengundang rasa khawatir publik.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim mengatakan, demi keamanan masyarakat Kaltim, pihaknya tengah mengupayakan agar pengelolaan alur pelayaran di Sungai Mahakam menjadi kewenangan daerah.
"Kita sudah bertemu Kementerian Perhubungan untuk menyampaikan niatan tersebut. Saat ini kementerian tengah membahas dan semoga dalam waktu dekat sudah ada jawaban," kata Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas'ud, beberapa waktu lalu.
Solusi Pengamat
Pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, menyebut insiden ini menjadi peringatan keras bagi keselamatan infrastruktur strategis di tengah padatnya lalu lintas logistik.
“Langkah yang diambil sebagai upaya preventif sembari menunggu hasil evaluasi teknis dari pihak berwenang,” tegasnya pada Selasa (6/4/2025).
Menurutnya, persoalan ini menyentuh lebih dari sekadar teknis, tapi juga lemahnya tata kelola lintas sektor, minimnya mekanisme terpadu, dan dilema klasik antara keselamatan dan keberlanjutan ekonomi.
Jembatan Mahakam berada di atas jalur vital distribusi batu bara.
Gangguan sekecil apapun berisiko menimbulkan kerugian ekonomi sistemik.
Capt. Hakeng mengusulkan pemasangan fender pelindung pada pilar jembatan.
Ia menyoroti bahwa meski sudah 20 kali lebih ditabrak, sistem perlindungan permanen belum dipasang.
Ia juga menekankan perlunya reformasi tata kelola, peningkatan navigasi seperti lampu dan radar, serta penataan zona pelayaran.
"Keselamatan dan keberlanjutan bukanlah dua kutub yang bertentangan, melainkan dua pilar yang harus disatukan dalam kebijakan publik,” tegasnya.
KSOP Soroti soal Aturan Jarak Tambat Kapal
Di luar jarak tambat kapal, perda yang ditandatangani Gubernur ke-6 Kaltim M Ardans kala itu juga melarang adanya bangunan rumah tinggal ataupun tempat usaha di tepi Sungai Mahakam, dekat dengan Jembatan Mahakam 1.
Baca juga: Pasca Tabrak Jembatan Mahakam Samarinda, TB Liberty 7 Dilarang Berlayar Sementara
Perda larangan mendirikan bangunan itu disebutkan dalam pasal 18 yang isinya mewajibkan alur Sungai Mahakam di dekat Jembatan Mahakam 1 steril sejauh 1.000 meter (1 kilometer) ke arah hulu dan 500 meter ke arah hilir.
Tetapi, sama dengan area tambat kapal, yang dapat dilihat justru banyak ditemukan bangunan menantang aturan mulai dari rumah tiinggal, galangan kapal, kafe, dermaga liar hingga tempat usaha berskala besar seperti hotel dan pusat perbelanjaan (mal).
Sayangnya, perda yang sudah lama itu tidak sesuai dengan kondisi alur Sungai Mahakam saat ini, di mana sudah banyak perubahan karena pembangunan yang dilakukan dari tahun ke tahun.
Salah satunya kehadiran Jembatan Mahakam Ulu yang baru mulai dibangun pada masa kepemimpinan Yurnalis Ngayoh pada 2006 dan diresmikan 2009 ketika kepimpinan Awang Faroek Ishak.
Kepala KSOP Kelas I Samarinda, Mursidi, membenarkan adanya aturan jarak tambat yang tercantum dalam perda tersebut.
Ia juga mengetahui dengan pasti jarak labuh kapal yang diperbolehkan, yakni sejauh 5.000 meter ke hulu Sungai Mahakam dari Jembatan Mahakam 1.
"Artinya kalau ditarik lurus 5 kilometer dari Jembatan Mahakam 1 dan itu di bawah Jembatan Mahulu atau 1,4 kilometer di bawah Jembatan Mahulu," kata Mursidi.
Jika aturan perda tersebut diterapkan, maka Syahbandar perlu melakukan pengkajian, karena dikhawatirkan akan ada penumpukan tambat kapal di bawah Jembatan Mahulu.
"Nah, kenapa saat ini kami membuat sispro (sistem prosedur) itu berbeda dengan perda yang ada, bahwa hal itu didasarkan hasil kajian yang mana pertama itu pasang surut air serta yang kedua penumpukan tempat tambat dan labuhnya," jelas Mursidi, seperti dilansir Tribunnews.com dengan judul Di Samarinda Kaltim, Jembatan Mahakam Puluhan Kali Ditabrak Kapal Tongkang, Begini Solusi Pengamat.
Meski begitu, Mursidi mempersilakan jika memang yang diinginkan harus sesuai dengan perda.
"Maka, nantinya kami akan koordinasi atau bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mencari lokasi tempat labuh dan tambat yang lebih aman," ujarnya.
Mursidi menambahkan, penentuan lokasi labuh dan tambat kapal itu nanti tentunya disesuaikan dengan jarak aman dari Jembatan Mahulu.
"Karena daerah labuh dan tambat itu harus dipastikan steril, juga harus cukup luas untuk perkapalan," ucapnya.
Disinggung perihal bangunan dan aktivitas di tepi Sungai Mahakam dekat Jembatan Mahakam 1 yang turut diatur dalam Perda tersebut, Mursidi menyatakan hal itu merupakan kewenangan Pemerintah Daerah.
"Kami sebetulnya tidak dalam kapasitas untuk mengatur bangunan. Karena itu berhubungan dengan kewenangan pemerintah daerah. Tapi memang harusnya ada bangunan dermaga terkhusus untuk galangan dan sebagainya, termasuk bangunan rumah warga," jelasnya.
Tetapi, Mursidi menyampaikan, pihaknya akan tetap berkoodinasi dengan pemerintah daerah sehingga nantinya area tepi Sungai Mahakam bisa steril dari bangunan ataupun aktivitas yang tidak sesuai dengan ketentuan Perda.
Baca juga: Fender Jembatan Mahakam I Samarinda Bakal Dipasang Kembali, Begini Saran Ahli Teknik Sipil Polnes
"Nanti kami koordinasikan dengan pemerintah daerah sehingga nanti akan lebih tertata," pungkasnya.
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.