OPINI
Kalimantan Timur Belum Berubah
Bisakah warga Kalimantan Timur membayangkan kemarahan Gubernur Jawa Barat Kang Dedy Mulyadi ketika mengetahui jalan di salah satu desanya longsor.
Jika bergeraknya tanah itu akibat gerakan internal bumi atau katakalah gerakan gempa, maka sudah sepantasnya Gubernur Kalimantan Timur atau Bupati Kutai Kartanegara mengeluar SK pelarangan pembangun.
Peneliti dari Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur malah menegaskan, zona longsoran itu merupakan tanah lunak jenuh air seperti lempung plastis atau sedimen alluvial yang tidak terkonsolidasi.
Baca juga: Jalan Poros Samarinda–Balikpapan Batuah Kukar Km 28 Diupayakan Fungsional
Guncangan atau pembebanan vertikal yang terus menerus akan menyebabkan retak. Retakan ini longsor jika diguyur hujan.
Belum dipastikan pembebanan vertikal ini berasal darimana dan harus dibuktikan apakah beban akibat mineral tambang yang melintasi jalan itu penyebabnya. Ini harus dibuktikan dengan metode yang benar dan ilmiah.
Menurut saya, masih banyak hal yang harus dibuktikan. Apakah benar perusahaan tambang di sekitarnya memnggunakan jalan negara sebagai lintasan alur hal tambang.
Padahal UU Minerba di Indonesia sangat dinamis dan terus menerus berubah, namun nasib jalan hauling nasibnya tetap sama dialihkan ke jalan negara.
Seingat saya, UU Minerba ini telah berubah beberapa kali di antaranya UU No. 4 Tahun 2009, menjadi UU No. 3 Tahun 2020, dan yang terbaru adalah UU No. 2 Tahun 2025.
Berdasarkan pasal 91 ayat 1 UU minerba itu, pemegang IUP dan IUPK wajib menggunakan jalan Pertambangan dalam pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan. (*)
*) Sunarto Sastrowardojo adalah pemerhati kawasan publik dak lingkungan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.