Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Hasto Dituntut 7 Tahun Penjara, Jaksa KPK Ungkap Tindak Pidana Sekjen PDIP di Kasus Harun Masiku
Hasto dituntut 7 tahun penjara, Jaksa KPK ungkap daftar tindak pidana Sekjen PDIP di kasus Harun Masiku.
Berdasarkan uraian fakta tersebut, kata jaksa maka dapat disimpulkan bahwa terdakwa secara langsung maupun pun tidak langsung, telah secara nyata mencegah dan merintangi penyidikan terhadap Harun Masiku.
Baca juga: Tahap Pembuktian Rampung, Sidang Tuntutan Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku Digelar 3 Juli
"Hal tersebut setidak tidaknya dari tiga fakta utama yakni pada tanggal 8 Januari 2020, terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air. Dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di kantor DPP PDIP dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK," kata jaksa di persidangan.
Terdakwa lanjut JPU juga memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai upaya untuk menghilangkan bukti dalam bukti keterlibatan dan keberadaan Harun Masiku sehingga tidak bisa ditemukan oleh penyidik.
"Pada tanggal 10 Juni 2024 saat terdakwa menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK, terdakwa membawa hp merek Vivo 1713 warna putih dalam kondisi kosong. Sebagai upaya mengelabuhi penyidik dan menitipkan hpnya yang lain kepada Kusnadi sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK," kata jaksa.
"Dengan demikian, kami berpendapat, unsur mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan telah dapat dibuktikan," tuturnya.

Perintahkan Tenggelamkan Ponsel
Jaksa KPK tegaskan bahwa terdakwa Sekjen PDIP perintahkan Kusnadi tenggelamkan Handphone (Hp) bukan melarung pakaian.
Adapun hal itu disampaikan Jaksa KPK saat membacakan surat tuntutannya pada kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku dengan terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto di PN Tipikor Jakarta, Kamis (3/7/2025).
"Di persidangan saksi Kusnadi menerangkan bahwa yang dimaksud 'kan ditenggelamkan' dalam percakapan antara terdakwa adalah melarung pakaian adalah bagian ritual yang biasa dilakukan kader PDIP yang meminta doa agar bisa menjadi anggota DPR atau menjadi bupati. Bahwa keterangan saksi tersebut tidak bersesuaian dengan alat bukti yang dihadirkan di persidangan," kata Jaksa KPK di persidangan.
Penuntut umum menerangkan berdasarkan pendapat ahli linguistik forensik Frans kalimat ini dalam kalimat 'hp ini saja' dan itu dalam kalimat 'yang itu ditenggelamkan'.
"Kata itu sangat jelas mengacu kata hp yang ada di atasnya dan saling berkaitan sehingga menurut ahli menjadi tidak mungkin jika kalimat di bawah muncul ditenggelamkan. Mengacu pada pihak lain yang tidak disebutkan pihak lainnya," kata jaksa.
Dengan demikian lanjut JPU kata 'itu' pada kata 'yang itu ditenggelamkan,' jelas mengacu pada ponsel. Dan kalau merujuk kepada baju menjadi tidak logis atau tidak masuk akal.
"Dalam percakapan tersebut terdakwa memerintahkan 'yang itu ditenggelamkan saja, tidak usah mikir sayang,' menjadi tidak logis ketika Kusnadi menjelaskan yang dimaksud itu adalah pakaian," jelas jaksa.
Penuntut umum mempertanyakan untuk kepentingan apa terdakwa yang merupakan seorang Sekjen Partai sampai mengurusi pakaian yang dikenakan stafnya setelah ritual melarung. Seberapa berharga pakaian tersebut sehingga Kusnadi diminta agar tidak sayang jika membuangnya.
"Bahwa sebelum ada perintah ditenggelamkan tidak ada konteks pembicaraan yang membicarakan ritual melarung pakaian. Sehingga keterangan saksi Kusnadi berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti," jelas JPU.
Baca juga: 7 Poin Kesaksian Hasto di Sidang: Isi Chat Harun Masiku, Perintah Ibu, hingga Ajakan Djan Faridz
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.