Tribun Kaltim Hari Ini

Banyak Beras Tak Layak Konsumsi dan Berlebel Palsu, Wakil Mentan Sebut 212 Merek Diselidiki Polisi

Praktik pengoplosan atau mencampurkan beras jenis tertentu dengan jenis lainnya diduga masih dilakukan sejumlah pedagang atau distributor beras.

Editor: Heriani AM
Kolase Tribun Kaltim
PRAKTIK BERAS OPLOSAN - HL Tribun Kaltim hari ini, Senin (14/5/2025). Praktik pengoplosan atau mencampurkan beras jenis tertentu dengan jenis lainnya diduga masih dilakukan sejumlah pedagang atau distributor beras di sejumlah daerah di Indonesia. 

TRIBUNKALTIM.CO - Praktik pengoplosan atau mencampurkan beras jenis tertentu dengan jenis lainnya diduga masih dilakukan sejumlah pedagang atau distributor beras di sejumlah daerah di Indonesia.

Hasil investigasi yang dilakukan Tribunnews memperkuat dugaan penyimpangan dan lemahnya pengawasan mutu beras di pasar. 

Tribunnews melakukan uji laboratorium terhadap sejumlah sampel beras yang dibeli dari empat lokasi di Jakarta, untuk memverifikasi temuan penyimpangan mutu dan label beras.

Pengujian dilakukan di Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman, Kementerian Pertanian, dengan metode SNI 6128:2015 dan SNI 6128:2020. Sampel diambil pada 25 Juni 2025 dan diuji pada 26 Juni 2025.

Baca juga: Mentan Amran Sulaiman Minta Masyarakat Tandai Merk Beras yang Tidak Sesuai Standar

Pengujian dilakukan untuk membandingkan kualitas beras dengan ketentuan mutu berdasarkan dua regulasi, yakni Peraturan Menteri Pertanian RI No. 31 Tahun 2017 tentang Kelas Mutu Beras dan Peraturan Badan Pangan Nasional RI No. 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras.

Beberapa parameter mutu yang diuji meliputi: kadar air, derajat sosoh (tingkat penggilingan), jumlah butir kepala, butir patah, menir, gabah, butir rusak, butir kapur, butir merah, serta benda asing.

Hasil uji laboratorium untuk masing-masing sampel adalah sebagai berikut:

1. Beras SLYP Rojolele: Label medium, 5 kg harga Rp68.000, Toko IJ, Pasar Induk Cipinang

Beras ini menunjukkan kualitas yang jauh di bawah standar mutu medium.

Butir Kepala: 55,94 persen (sangat rendah, minimal 75 persen untuk medium)

Butir Patah: 37,68 % (melebihi batas maksimal medium 25 % )

Butir Menir: 6,21 % (jauh melebihi batas maksimum 2 % )

Total Butir Beras Lainnya (menir, merah, rusak, kapur): > 8 % (melampaui ketentuan maksimal 5 % Permentan dan 4 % Perbadan)

Gabah: 0,00 % (sesuai)

Benda Asing: 0,01 % (dalam batas medium; maksimal 0,05 % )

Kadar Air: 13,21 % (sesuai)

Derajat Sosoh: 95,00 % (sesuai)

Kesimpulan: Mutu beras tidak layak dikategorikan medium karena setidaknya tiga komponen—butir kepala, butir patah, dan menir—tidak memenuhi batas standar kedua peraturan.

Baca juga: Potensi Kerugian Capai Rp1.000 Triliun, 212 Merek Beras Diduga Oplosan, Beras Biasa Diklaim Premium

2. Beras SLYP Cap Bunga – Label premium, 5 kg harga Rp75.000, Toko IJ, Pasar Induk Cipinang

Beras ini diklaim premium, namun tidak memenuhi standar.

Butir Kepala: 86,83 % (sesuai standar premium minimal 85 % )

Butir Patah: 13,18 % (sesuai dengan batas maksimal 15 % , namun terlalu tinggi untuk beras premium di pasaran)

Menir: 0,06 % (melebihi batas Permentan 2017 yakni 0 % , tapi masih dalam toleransi Perbadan 2023 yakni maksimal 0,5 % )

Total Butir Beras Lainnya: 0,09 % (melebihi batas Permentan yakni 0 % , namun sesuai Perbadan yakni maksimal 1 % )

Gabah, Rusak, Merah, Benda Asing: 0,00 % (sesuai)

Kadar Air: 12,30 % (sesuai)

Derajat Sosoh: 99,00 % (sesuai)

Kesimpulan: Meski tampak layak, kehadiran menir dan total butir lain menjadikan beras ini tidak sesuai sepenuhnya dengan Permentan 31/2017. Pelabelan premium hanya memenuhi sebagian syarat.

Baca juga: Bareskrim Periksa 4 Perusahaan Beras, 10 Merek Beras dan Produsen Diduga Langgar Mutu dan Takaran

3. Beras Sentra Pulen: Beras label premium, 5 kg harga Rp74.500 di Supermarket Rancho Indah

Secara kemasan tampak profesional, namun mutunya tidak konsisten dengan label.

Butir Kepala: 80,47 % (sesuai dengan standar minimal 85 % Permentan, namun hanya lolos tipis di Perbadan  80 % ).

Butir Patah: 19,31 % (melebihi batas maksimal 15 % Permentan, namun masih di bawah 25?tas medium Perbadan)

Menir: 0,32 % (di bawah batas 0,5 % Perbadan, tapi tetap melanggar standar Permentan 0 % )

Total Butir Lainnya: 0,43 % (Masih sesuai Perbadan maksimal 1 % , tetapi melebihi standar Permentan 0 % )

Gabah, Benda Asing: 0 % (sesuai)

Kadar Air: 12,15 % ( sesuai)

Derajat Sosoh: 95 % (sesuai)

Kesimpulan: Beras ini tidak layak disebut premium jika merujuk pada Permentan karena banyak komponen tak lolos batas. Hanya Perbadan yang memberinya sedikit kelonggaran.

4. Beras Curah: Beras tanpa label, 1 liter harga Rp12 Ribu, Pasar Kramat Jati

Meski tidak dilabeli mutu, beras ini juga gagal memenuhi standar kelas apapun.

Butir Kepala: 64,59 % (di bawah syarat minimal 75 % untuk medium)

Butir Patah: 28,92 % (melebihi batas 25 % untuk medium dan hanya cocok masuk kategori submedium, karena maksimal 40 % ).

Menir: 6,15 % (jauh di atas batas submedium, maksimal 4 % ).

Total Butir Beras Lainnya: >7 % (melebihi batas maksimal untuk semua kelas kecuali pecah)

Kadar Air: 13,11 % (sesuai)

Derajat Sosoh: 95 % (sesuai)

Gabah, Benda Asing: 0 % (sesuai)

Kesimpulan: Mutu beras curah ini setara atau bahkan lebih rendah dari submedium, namun dijual tanpa label dan tanpa informasi mutu.

Baca juga: Pemkot Bontang Butuh Rp 11 Miliar untuk Benahi Pulau Beras Basah

Hasil pengujian secara keseluruhan menunjukkan bahwa tidak semua produk beras yang dijual sesuai dengan kualitas yang tertera pada kemasannya. 

Beberapa bahkan memiliki kadar butir patah dan menir yang melampaui batas maksimal sesuai standar.

Berdasarkan Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023, beras kemasan wajib mencantumkan label mutu, kecuali jika beras dikemas langsung di hadapan pembeli.

Namun, dalam praktiknya, pengecualian ini bisa menjadi celah. 

Berdasarkan pantauan Tribunnews saat pembelian sampel SLYP Cap Bunga dan Rojolele di toko IJ, terlihat karyawan mengambil karung kosong berlogo dan langsung mengisi beras ke dalamnya tanpa label resmi produsen.

Demikian pula dengan beras curah di Pasar Kramat Jati, yang dimasukkan langsung ke plastik putih polos dari alat takar manual.

Satu-satunya beras yang sudah dikemas secara rapi oleh produsen adalah Beras Sentra Pulen yang dijual di supermarket.

Namun, meskipun kemasannya terlihat profesional, hasil uji menunjukkan kualitasnya juga belum memenuhi standar premium.

Temuan ini menunjukkan bahwa kemasan menarik tidak selalu menjamin mutu beras. Di tengah lemahnya pengawasan distribusi, konsumen kerap menjadi korban tanpa sadar.

Praktik oplosan yang meluas ini menandakan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan pangan, edukasi konsumen, dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran mutu pangan.

Ditangani Kepolisian

Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengatakan temuan beras diduga oplosan sedang ditangani kepolisian. Ada sekitar 212 merek dan perusahaan yang sedang dipanggil ke Bareskrim Polri.

"Lagi ditangani sama kepolisian ada 212 merek dan perusahaan. Sekarang lagi dipanggil ke Bareskrim," kata Sudaryono dalam kunjungan meninjau Koperasi Desa Merah Putih di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, Minggu (13/7). 

Dia mengatakan akan melibatkan semua pihak untuk melakukan pengawasan agar beras oplosan tidak beredar di masyarakat. 

"Pengawasan itu sebetulnya sudah ada Badan Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan. Kita akan lebih sering (pengawasan) karena yang dirugikan masyarakat," ungkap dia.

Menurut Sudaryono, produsen yang kedapatan sengaja mengoplos beras akan ditindak tegas. "Ini jadi momen yang baik kita tindak tegas supaya semua tertib. Kita tidak mau lihat ke belakang, tapi ke depannya mau tertib. Mau (produsen) besar, kecil, siapa melanggar kita tindak semua," katanya. 

Diketahui, fenomena pengoplosan bahan pangan kembali menyeruak, di mana makanan pokok masyarakat yang menjadi sasaran. 

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, beras oplosan beredar bahkan sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tapi kualitas dan kuantitasnya menipu. 

Hal ini menjadi sebuah keprihatinan serius di sektor pangan nasional.

Temuan tersebut merupakan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan yang menunjukkan 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi, hingga label mutu. 

Beberapa merek tercatat menawarkan kemasan "5 kilogram (kg)" padahal isinya hanya 4,5 kg. Lalu banyak di antaranya mengeklaim beras premium, padahal sebenarnya berkualitas biasa.

Mentan Amran Sulaiman menegaskan, praktik semacam ini menimbulkan kerugian luar biasa hingga Rp 99 triliun per tahun, atau hampir Rp 100 triliun jika dipertahankan.

"Contoh ada volume yang mengatakan 5 kilogram padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86 persen mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilo bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram," ujarnya dalam video yang diterima Kompas.com, dikutip Sabtu (12/7). 

"Ini kan merugikan masyarakat Indonesia, itu kurang lebih Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun kira-kira, karena ini terjadi setiap tahun. Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp 1.000 triliun, kalau 5 tahun kan Rp 500 triliun, ini kerugian," sambungnya. (*)

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved