Berita Nasional Terkini

Putusan 'Langka' Tom Lembong, ICW Baru Temukan di Kasus Korupsi Impor Gula

Vonis 4,5 tahun terhadap Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, masih menjadi perdebatan publik.

Tribunnews/Jeprima
PUTUSAN TOM LEMBONG - Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula Mantan Menteri Perdagangan RI Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025). Vonis 4,5 tahun terhadap Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, masih menjadi perdebatan publik. (Tribunnews/Jeprima) 

TRIBUNKALTIM.CO - Vonis 4,5 tahun terhadap Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, masih menjadi perdebatan publik.

Putusan Majelis Hakim dianggap sebagai keputusan yang "langka" yang belum pernah ditemukan di kasus-kasus lainnya.

Bahkan, Indonesia Corruption Watch (ICW) terang-terangan mengaku belum pernah menemukan putusan pengadilan seperti yang dialami Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Tom Lembong, dalam kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan 2015-2016.

Peneliti ICW, Wana Alamsyah mengatakan, putusan hakim terkait perbuatan Tom yang menjalankan ekonomi kapitalis perlu didiskusikan di ruang publik.

Baca juga: Statusnya Masih Terdakwa, Permohonan Banding Tom Lembong Diterima PN Jakarta Selatan

Baca juga: Jokowi dalam Masalah, Tom Lembong Seret Sosok Presiden ke-7 dalam Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula

“Paling tidak sampai saat ini belum pernah menemukan putusan yang semacam itu. Jadi rasanya ini penting juga untuk dijadikan sebagai diskursus publik mengenai kerugian yang mengakibatkan untuk kapitalis,” kata Wana di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

Wana juga mempertanyakan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai penyidik dalam mengidentifikasi adanya niat jahat atau mens rea dari Tom Lembong dalam kasus tersebut.

Dia mengatakan, niat jahat tersebut harusnya menjadi poin penting yang dapat dibuktikan dalam persidangan.

“Karena itu yang menjadi poin penting yang harusnya dibuktikan di dalam proses peradilan. Ketika informasi tersebut tidak ada, rasanya ini juga menjadi kritik terhadap kejaksaan ketika melakukan proses penyidikan,” ujarnya.

Diberitakan, Tom dihukum 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan dalam kasus korupsi impor gula.

Menurut majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.

Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong.

Majelis menyebut, harga pokok penjualan (HPP) gula saat itu Rp 8.900 per kilogram.

Namun, PT PPI membeli dari para produsen itu senilai Rp 9.000 per kilogram. 

“Didasari atas perbuatan secara melawan hukum telah pula mengakibatkan kerugian keuangan negara in casu kerugian keuangan PT PPI Persero karena uang sejumlah Rp 194.718.181.818,19 seharusnya adalah bagian keuntungan yang seharusnya diterima oleh PT PPI Persero,” kata Hakim Anggota, Alfis Setiawan, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).

Baca juga: Mahfud MD Sebut Vonis Hakim Terhadap Tom Lembong Salah dan Lemah, Ini Penjelasannya

Hakim pun menilai, kebijakan Tom Lembong dalam mengimpor gula hanya mengedepankan ekonomi kapitalis, alih-alih ekonomi Pancasila.

“Terdakwa pada saat menjadi Menteri Perdagangan, kebijakan menjaga ketersediaan gula nasional dan stabilitas harga gula nasional lebih mengedepankan ekonomi kapitalis, dibandingkan sistem demokrasi ekonomi dan sistem Pancasila berdasarkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial," ungkap hakim saat membacakan hal-hal yang memberatkan tindakan Tom Lembong.

Selain itu, Tom Lembong juga dinilai tidak melaksanakan asas kepastian hukum dan meletakkan hukum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pengambilan setiap kebijakan dalam pengendalian harga gula ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan.

Hakim juga menilai, Tom Lembong tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara akuntabel, bermanfaat, dan adil dalam pengendalian stabilitas harga gula yang murah dan terjangkau oleh masyarakat sebagai konsumen terakhir atau bahan kebutuhan pokok berupa gula kristal putih (GKP).

"Keempat, terdakwa pada saat menjadi Menteri Perdagangan telah mengabaikan masyarakat sebagai konsumen akhir gula kristal putih untuk mendapatkan gula kristal putih dengan harga yang terjangkau," ungkap hakim.

Reaksi Mahfud MD

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Mahfud MD menyebut, Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong tidak bisa dipidana dalam kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016.

Mahfud MD menyebut, seseorang dapat dijerat sebagai tersangka kasus korupsi apabila memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.

Oleh karenanya, menurut Mahfud, Tom Lembong masih bisa ditersangkakan jika memperkaya orang lain atu korporasi.

"Jadi, meskipun Tom Lembong tidak menerima dana tersebut, tapi jika memperkaya orang lain atau korporasi, maka bisa disangka korupsi jika ditambah unsur melawan hukum dan merugikan keuangan negara," kata Mahfud kepada Kompas.com, Selasa, 22 Juli 2025.

Baca juga: Hakim Sebut Tom Lembong Terapkan Ekonomi Kapitalis, Said Didu: Pemberatan Hukuman yang Dicari-cari

Namun, setelah mengikuti jalannya persidangan, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini menyatakan bahwa hakim telah melakukan kesalahan dengan menjatuhkan hukuman pidana terhadap Tom Lembong.

Sebab, Mahfud mengatakan, sepanjang persidangan tidak ditemukan niat jahat atau mens rea dalam perbuatan Tom Lembong.

"Untuk menghukum seseorang, selain actus reus (perbuatan pidana), masih harus ada mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea atau niat jahat," ujar Mahfud.

Kemudian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menilai, kebijakan importasi gula yang dilakukan Tom Lembong hanyalah melaksanakan tugas.

“Dengan demikian, kebijakan yang dilakukan Tom Lembong itu berasal dari hulu yang mengalir kepadanya, untuk diteruskan lagi sampai ke hilir. Menurut saya, tidak ada unsur mens rea sehingga tidak bisa dipidanakan. Dalilnya 'geen straf zonder schuld', artinya 'tidak ada pemidanaan jika tidak ada kesalahan'. Unsur utama kesalahan itu adalah mens rea. Nah, di kasus Tom Lembong tidak ditemukan mens rea karena dia hanya melaksanakan tugas dari atas yang bersifat administratif," kata Mahfud.

Lebih lanjut, Mahfud menyinggung perihal majelis hakim yang menghitung kerugian negara sendiri padahal sudah ada hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Selain kelemahan dari sudut mens rea, vonis untuk Tom Lembong juga tidak menunjukkan rangkaian logis tentang actus reus yang bisa dibuktikan. Kelemahan lain, perhitungan kerugian negara yang resmi dibuat oleh BPKP dinilai tidak benar sehingga majelis hakim membuat hitungan dengan matematikanya sendiri," ujar Mahfud.

Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.

Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong.

Majelis menyebut, harga pokok penjualan (HPP) gula saat itu Rp 8.900 per kilogram.

Baca juga: Rekam Jejak Kritik Tom Lembong ke Jokowi, dari IKN hingga Hilirisasi Nikel, Sempat Didebat Bahlil

Namun, PT PPI membeli dari para produsen itu senilai Rp 9.000 per kilogram. 

“Didasari atas perbuatan secara melawan hukum telah pula mengakibatkan kerugian keuangan negara in casu kerugian keuangan PT PPI Persero karena uang sejumlah Rp 194.718.181.818,19 seharusnya adalah bagian keuntungan yang seharusnya diterima oleh PT PPI Persero,” kata Hakim Anggota, Alfis Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat, 18 Juli 2025.

Atas dasar itu, Mahfud menilai bahwa vonis yang dijatuhkan terhadap Tom Lembong adalah salah.

"Setelah saya mengikuti isi persidangan dan mendengar vonisnya, maka menurut saya vonis itu salah," kata Mahfud.

Selain itu, menurut Mahfud, Tom Lembong tidak dapat dipidanakan karena ketiadaan mens rea atau niat jahat.

"Menurut saya, tidak ada unsur mens rea sehingga tidak bisa dipidanakan,” ujarnya.

Kemudian, Mahfud mendorong Tom Lembong untuk berani meminta Pengadilan Tinggi mengoreksi vonis hakim melalui banding.

Untuk diketahui, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir menyatakan bahwa pihaknya berencana akan mengajukan permohonan banding atas putusan 4,5 tahun penjara.

“Iya kami sudah putuskan akan ajukan banding Selasa,” kata Ari saat dihubungi Kompas.com pada Minggu, 20 Juli 2025.

Ari mengatakan, pihaknya bahkan akan mengajukan banding jika Tom Lembong dinyatakan bersalah dan dihukum penjara selama satu hari.

“Dihukum satu hari saja, Pak Tom akan banding,” ujar Ari menegaskan. (*)

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahfud Bicara Vonis Tom Lembong: Tak Ada Mens Rea sampai Tak Bisa Dipidana"

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soroti Vonis Tom Lembong, ICW: Belum Pernah Temukan Putusan Semacam Itu "

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved