Laporan Tri Rishamarini Soal Masalah Tanah vs Maspion ke KPK Nyambung? Begini Kata Basaria Panjaitan
Tri Rismaharini ungkap alasan mengapa harus meminta bantuan KPK untuk merebut kembali sejumlah aset Pemkot Surabaya.
TRIBUNKALTIM.CO - Soal aset yang kini bermasalah, wali kota Surabaya Tri Rismaharini atau wali kota Risma meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Belakangan, wali kota Surabaya Tri Rismaharini atau wali kota Risma mengungkap alasan mengapa dirinya harus meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) untuk merebut kembali sejumlah aset milik Pemerintah Kota Surabaya.
Menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Wali Kota Risma, setiap kali ada persidangan di pengadilan soal sengketa tanah dan bangunan, pihaknya mengaku selalu membuat laporan ke KPK untuk dibantu dalam hal supervisi atau pengawasan.
• Ali Mochtar Ngabalin Minta KPK Tak Baper Soal Menteri Kabinet Pilihan Presiden Joko Widodo
• Jelang Deadline, Presiden Joko Widodo Belum Terbitkan Perppu KPK, Ini Dugaan Ray Rangkuti
• Kembali Bicara Soal Perppu KPK, Arteria Dahlan: Kita Ditertawakan Orang Luar Negeri
• Setelah Mata Najwa, Arteria Dahlan Kembali Buka Suara di Forum Ini soal UU KPK
Hal yang sama berlaku dalam kasus aset Pemkot Surabaya di Jalan Pemuda 17 yang bersengketa dengan PT Maspion.
"Saya selalu buat surat waktu persidangan soal aset itu," kata Risma, Senin (14/10/2019).

"Memang kita juga ada koordinasi rutin (dengan KPK) untuk pengamanan, terutama yg berat-berat, seperti aset di Jalan Pemuda 17, Taman Remaja Surabaya, SDN Ketabang I, dan Pasar Turi. Karena itu, kita minta bantuan dari KPK."
Tidak hanya kepada KPK, setiap kali mengikuti persidangan di pengadilan, Risma juga berkirim surat ke Komisi Yudisial.
Ia menyebut, permasalahan aset yang saat ini dibantu KPK, dinilai Risma cukup rumit.
"Karena itu, saya minta bantuan (KPK) untuk kami dibantu dalam hal pengawasan, supaya prosesnya bisa fair," ujar Risma.

Berbeda dengan YKP
Aset-aset yang berusaha direbut itu, menurut Risma, berbeda dengan aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP).
Kasus YKP, saat itu tidak sampai masuk persidangan.
Sehingga, Kejaksaan Negeri Jawa Timur mengubah pendekatan dengan menggunakan pidana khusus.
"Jadi makanya beda. Makanya kita dapat yang besar-besar itu karena menggunakan model pidana khusus, bukan perdata," tutur Risma.
Sementara itu, aset di Jalan Pemuda 17 yang saat ini masih bersengketa dengan PT Maspion, sudah masuk persidangan masuk kategori perdata.