TRIBUNKALTIM.CO - Pembuktian saksi ahli kubu Anies-Muhaimin sebut pencalonan Gibran Rakabuming Raka tidak sah di sidang gugatan hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK),
Sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres atau gugatan hasil Pilpres 2024 dilanjutkan hari ini, Senin (1/4/2024) dengan agenda mendengarkan saksi dari kubu paslon nomor 01 Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar.
Kubu Anies-Muhaimin menghadirkan 11 saksi dan 7 ahli.
Ahli hukum administrasi yang diajukan kubu Pemohon I, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prof. Dr. Ridwan, S.H., M.Hum menilai pencalonan Gibran Rakabuming Raka tidak sah.
Baca juga: Saksi dan Ahli dari Kubu Anies akan Beri Pembuktian di Sidang Sengketa Pilpres di MK Hari Ini
Baca juga: Kubu Anies-Cak Imin Yakin Gugatan Dikabulkan MK, Meski Pernah Sebut tak Percaya Mahkamah Konstitusi
Baca juga: Peluang MK Kabulkan Permohonan Anies-Imin dan Ganjar-Mahfud di Sengketa Pilpres 2024, Kata Pengamat
Hal itu disampaikannya dalam sidang pembuktian perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres, di gedung Mahmakah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Senin (1/4/2024).
"Pencalonan Rakabuming Raka dalam persepektif hukum administrasi, saya menyimpulkan itu tidak sah," ucap ahli, dalam persidangan, Senin pagi.
Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini mengatakan, saat tahap pendaftaran, yaitu yang periodenya ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 19 Oktober - 25 Oktober 2023.
Peraturan KPU nomor 19 tahun 2023 belum dihapus.
"Peraturan KPU nomor 19 tahun 2023 itu belum dihapus, belum diganti, belum diubah, sehingga dengan demikian, peraturan yang berlaku pada saat itu adalah peraturan KPU nomor 19 tahun 2023 yang mensyaratkan pada calonnya itu berusia paling rendah 40 tahun," ucap Ridwan.
Namun demikian, ia menilai, KPU tetap menerbitkan Keputusan KPU nomor 1632 tahun 2023 untuk menetapkan pasangan calon (paslon) yang telah mendaftar.
"Sehingga dengan demikian pada saat pendaftaran yang bersangkutan (Gibran) memang belum berusia 40 tahun. Baru kemudian baru setelah itu diterima pendaftaran itu, baru kemudian penetapannya sebagai pasangan calon itu menggunakan keputusan KPU nomor 1632 tahun 2023," jelasnya.
Kemudian, Ridwan mempersoalkan, konsideran keputusan KPU 1632 tahun 2023 yang masih menggunakan pasal 52 ayat (1) PKPU 19 tahun 2023 meski sudah tidak berlaku.
"Ini yang saya aneh dari perspektif saya sebagai ahli hukum administrasi, adalah pada konsideran menimbang huruf a (keputusan KPU 1632 tahun 2023), di sana disebutkan untuk melaksanakan pasal 52 ayat (1) PKPU 19 tahun 2023. Padahal keputusan tentang penetapan pasangan peserta pemilu itu diterbitkan tanggal 13 november, sementara PKPU itu sudah diubah pada tanggal 3 November," jelasnya.
"Kok masih dijadikan dasar pertimbangan menimbang, konsideran menimbang, itu secara hukum administrasi tidak tepat karena tidak berlaku, mestinya yang menjadi pertimbangan adalah UU yang baru, peraturan yang baru," tutur Ridwan.
Baca juga: Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ajukan Gugatan, Kapan Sidang MK Sengketa Pilpres 2024 Selesai?
Daftar Nama-nama 11 Saksi dan 7 Ahli yang Dihadirkan Kubu Anies-Muhaimin di Sidang MK