Berita Nasional Terkini

Gugatan UU Tapera Dikabulkan MK, Pekerja Tidak Lagi Wajib Jadi Peserta dan Bayar Iuran

Gugatan UU Tapera dikabulkan Mahkamah Konstitusi , pekerja tidak lagi wajib jadi peserta dan bayar iuran.

Kompas.com/Akbar Bhayu Tamtomo-https://sitara.tapera.go.id/peserta/login
TAPERA TIDAK WAJIB - Ilustrasi. Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera), yang terdaftar dalam perkara nomor 96/PUU-XXII/2024. Dengan demikian, pekerja tidak wajib jadi peserta Tapera. (Kompas.com/Akbar Bhayu Tamtomo-https://sitara.tapera.go.id/peserta/login) 

TRIBUNKALTIM.CO - Mahkamah Konstitusi (MK) batalkan sifat 'wajib' iuran dalam Undang-Undang Tapera, pada Senin (29/9/2025).

Dengan demikian, pekerja tidak diwajibkan menjadi peserta Tapera.

Dengan keputusan MK ini kepesertaan Tapera menjadi sukarela.

UU Tapera pun harus ditata ulang.

Tapera adalah singkatan dari Tabungan Perumahan Rakyat, sebuah program pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk membantu masyarakat memiliki rumah yang layak melalui sistem tabungan jangka panjang.

Program ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dan dikelola oleh Badan Pengelola Tapera (BP Tapera).

Program ini mewajibkan semua pekerja menjadi anggota Tapera dan membayar iuran.

Besaran iuran Tapera adalah 3 persen dari gaji atau penghasilan bulanan

Untuk pekerja formal, 2,5 persen ditanggung oleh pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja

Dana yang terkumpul akan dikelola dan diinvestasikan oleh BP Tapera.

Program ini pun ditentang oleh banyak pekerja dan Serikat Pekerja.

Baca juga: BP Tapera Bantah Iuran Peserta untuk Sokong Pembangunan IKN di Kaltim, Sebut tak Berhubungan

MK Kabulkan Gugatan UU Tapera

MK telah mengabulkan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera), yang terdaftar dalam perkara nomor 96/PUU-XXII/2024. 

Keputusan ini secara langsung memengaruhi ketentuan kepesertaan dalam program Tapera.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, saat membacakan putusan dalam sidang yang digelar pada Senin (29/9/2025).

Gugatan ini diajukan oleh 11 serikat pekerja dengan tuntutan utama agar MK menghapus kata "wajib" dalam Pasal 7 Ayat 1 UU Tapera

Pasal tersebut berbunyi: "Setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi Peserta."

Para penggugat meminta agar kata "wajib" diubah menjadi "dapat," sehingga kepesertaan Tapera bersifat pilihan atau sukarela.

SIDANG MK - Suasana sidang MK dihadiri delapan hakim MK, Senin (29/9/2025)(KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO)
SIDANG MK - Suasana sidang MK dihadiri delapan hakim MK, Senin (29/9/2025)(KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO) (KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO)

Pertimbangan Hukum MK: Tabungan Wajib Tak Sesuai Hakikat Tapera

Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan bahwa istilah tabungan dalam program Tapera menimbulkan masalah konseptual bagi pihak-pihak yang terdampak, yaitu para pekerja.

Menurut MK, unsur pemaksaan melalui peletakan kata "wajib" sebagai peserta Tapera membuat program ini tidak sesuai dengan karakteristik hakikat tabungan yang sesungguhnya, di mana seharusnya terdapat kehendak yang bebas.

"Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan Pemohon," ujar Saldi Isra.

Baca juga: Wajib Ikut Tapera, Iuran untuk ASN Diperkirakan Rp150 Ribu per Bulan

Lebih lanjut, MK juga menegaskan bahwa Tapera tidak termasuk dalam kategori pungutan yang sah dan bersifat memaksa.

"Terlebih, Tapera bukan termasuk dalam kategori pungutan lain yang bersifat memaksa sebagaimana maksud Pasal 23A UUD NKRI Tahun 1945 ataupun dalam kategori 'pungutan resmi lainnya'," jelas Saldi.

Pandangan ini menguatkan dalil bahwa Tapera yang bersifat wajib sejatinya merupakan pungutan, bukan tabungan sukarela.

Implikasi Putusan: Tapera Bertentangan dengan UUD 1945 dan Batas Waktu Penataan Ulang

Setelah menyampaikan pertimbangan hukum tersebut, MK menyatakan bahwa UU Tapera bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sesuai dengan amanat Pasal 124 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Dengan putusan ini, MK menegaskan bahwa para pekerja tidak lagi terikat dengan UU Tapera karena beleid tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Baca juga: Serikat Buruh Balikpapan ke DPRD, Tolak Tapera karena Dianggap Rugikan Pekerja dan tak Relevan

Meski demikian, untuk kebijakan yang sudah berjalan, seperti kewajiban iuran bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), MK memberikan tenggat waktu selama dua tahun.

Tenggat waktu ini bertujuan agar kepesertaan yang sudah berjalan dapat ditata ulang setelah UU Tapera dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

"Menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat... dinyatakan tetap berlaku dan harus dilakukan penataan ulang dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan a quo diucapkan," tutup Ketua MK Suhartoyo.

Putusan ini memberikan waktu bagi pemerintah dan DPR untuk merevisi atau merumuskan kembali UU Tapera agar sesuai dengan prinsip sukarela dan konstitusional. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved