Kabar Artis
Alasan Firdaus Oiwobo Ajukan Gelar Perkara Khusus Usai Ricuh saat Sidang dan Dilaporkan PN Jakut
Alasan Firdaus Oiwobo ajukan gelar perkara khusus usai ricuh saat sidang dan dilaporkan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
TRIBUNKALTIM.CO - Kuasa Hukum Razman Nasution, Firdaus Oiwobo ajukan gelar perkara khusus.
Hal ini merespons atas laporan Pengadilan Negeri Jakarta Utara ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Firdaus Oiwobo mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Firdaus didampingi Deolipa Yumara selaku penasihat hukum.
Baca juga: Kayak Gaji Sopir Gua, Hotman Paris Ejek Firdaus Oiwobo yang Minta Rp 6 Juta untuk Upah Ngonten
Kedatangan mereka bertujuan untuk mengajukan permohonan gelar perkara khusus terkait insiden pertengkaran dengan Hotman Paris yang terjadi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) pada 6 Februari 2025.
“Kami ingin mengadakan permohonan gelar perkara khusus terhadap perkara yang dilaporkan oleh PN Jakut,” ujar Deolipa kepada awak media.
Gelar perkara khusus merupakan mekanisme yang digunakan dalam penanganan kasus-kasus yang dinilai kompleks atau menyangkut kepentingan publik dan pejabat negara.
Dalam konteks ini, Deolipa menilai bahwa persoalan yang menyangkut pertengkaran antara pihaknya dan Hotman Paris dalam persidangan seharusnya ditangani melalui jalur etik profesi advokat terlebih dahulu.

Menurut Deolipa, persoalan naik ke atas meja seharusnya ada tahapan kode etik sebagai advokat.
“Beberapa waktu lalu Bang Hotman Paris menyampaikan di media sosial bahwa ada dua tersangka. Tapi kami belum tahu apakah benar sudah ditetapkan sebagai tersangka atau belum,” tambahnya.
Baca juga: Razman Nasution dan Firdaus Oiwobo Kini Tidak Bisa Praktik di Pengadilan, Sumpah Advokat Dibekukan
Firdaus Oiwobo juga menyampaikan keberatannya atas kemungkinan penetapan status tersangka terhadap dirinya.
Ia menekankan bahwa pejabat publik, termasuk Ketua Pengadilan Negeri, tidak memiliki kewenangan untuk memenjarakan warga secara langsung.
Menurutnya ada putusan Mahkamah Konstitusi yang mengatur hal tersebut.
“Kalau saya ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar KUHP, maka kita gunakan hukum pidana. Tapi kalau saya dianggap melampaui batas dalam sidang etik, maka saya diposisikan sebagai advokat,” jelas Firdaus.
Ia menegaskan bahwa jika persoalan tersebut menyangkut etika profesi, maka seharusnya diselesaikan melalui mekanisme sidang etik yang digelar oleh Kongres Advokasi Indonesia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.