Berita Nasional Terkini
Kasus Silfester Matutina Belum Dieksekusi Usai 6 Tahun Inkrah, Ahmad Khozinudin: Jaksa Lalai
Ahmad Khozinudin menilai mandeknya eksekusi terhadap Silfester Matutina menunjukkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
Ringkasan Berita:
- Ahmad Khozinudin menilai mandeknya eksekusi terhadap Silfester Matutina menunjukkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
- Kuasa hukum Silfester beralasan eksekusi tak perlu dilakukan karena vonis sudah kedaluwarsa dan telah ada restorative justice usai Silfester meminta maaf kepada Jusuf Kalla.
- Ahmad menegaskan alasan kedaluwarsa dan restorative justice tidak berlaku karena putusan sudah inkrah dan jaksa wajib mengeksekusinya.
TRIBUNKALTIM.CO - Koordinator Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi, Ahmad Khozinudin, menyoroti mandeknya proses eksekusi terhadap relawan pendukung Joko Widodo (Jokowi), Silfester Matutina, yang telah divonis bersalah dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK).
Ahmad menilai, tertundanya pelaksanaan vonis tersebut mencerminkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina terjerat kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla.
Akan tetapi, meski putusan pidana 1,5 tahun penjara yang dijatuhkan terhadapnya sudah inkrah sejak enam tahun lalu, Silfester masih belum juga dieksekusi atau ditahan hingga saat ini.
Baca juga: Bantah Lechumanan, Refly Harun Sebut Masa Eksekusi Silfester Matutina Belum Kedaluwarsa
Adapun Silfester yang tak kunjung dieksekusi mendapat pembelaan dari kuasa hukumnya, Lechumanan, dan sesama koloni relawan Jokowi, yakni Wakil Ketua Umum Bara JP, David Pajung.
Pertama, Lechumanan menyebut, eksekusi terhadap kliennya tidak perlu dilaksanakan lagi lantaran sudah kedaluwarsa.
Dia mengeklaim, eksekusi tersebut sejatinya sudah tak bisa dilakukan seusai gugatan yang dilayangkan oleh Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKI) ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
"Jelas gugatannya ditolak. Artinya apa? Eksekusi tidak perlu dilaksanakan lagi. Bahwa peristiwa tersebut telah kadaluarsa dan tidak patut untuk dieksekusi lagi," papar Lechumanan kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Kamis (9/10/2025).
Terbaru, David Pajung mengeklaim, Silfester tidak perlu dieksekusi lantaran sudah ada Restorative Justice (RJ), sebuah alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme tata cara peradilan pidana, berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait.
Menurut David, pengakuan Silfester yang sudah meminta maaf kepada Jusuf Kalla sudah termasuk RJ yang bisa menjadi pertimbangan hukum oleh pihak kejaksaan untuk tidak melakukan eksekusi.
Hal tersebut berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Mungkin, yang menjadi pertimbangan hukum pihak kejaksaan, ada PERJA atau Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020, terkait Restorative Justice (RJ)," kata David saat menjadi narasumber dalam program Kompas Petang yang tayang di kanal YouTube KompasTV, Senin (27/10/2025).
"Bisa jadi karena sudah ada pertemuan dengan Pak JK di kantor Pak JK, seperti yang sudah disampaikan baik oleh Silfester maupun penasehat hukumnya. Ada pertemuan dan permohonan maaf. Ada saksi-saksinya juga," sambungnya.
"Nah, menurut Silfester, 'kami sudah bertemu dan bermaaf-maafan,'" tambahnya.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.