Demo di Jakarta

Surya Paloh Hormati Sanksi MKD untuk Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Belum Ada Rencana PAW

Surya Paloh, angkat bicara menanggapi putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI terhadap 2 kader Nasdem, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach.

KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA
KADER DINONAKTIFKAN MKD - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh saat ditemui di Akademi Bela Negara Partai Nasdem, Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2024). Respons Surya Paloh soal penonaktifan Nafa Urbach dan Ahmad Sahroni dari DPR oleh MKD (KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA) 

"Menghukum Teradu 5 Ahmad Sahroni nonaktif selama 6 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan sebagaimana keputusan DPP Nasdem," ujar Adang Daradjatun dalam sidang MKD.

Dalam pertimbangannya, MKD menilai bahwa Sahroni tidak bijak dalam memilih kata-kata ketika menanggapi desakan pembubaran DPR RI yang sempat ramai di publik.

“Teradu 5 Ahmad Sahroni harusnya menanggapi dengan pemilihan kalimat yang pantas dan bijaksana,” ujar Imron Amin.

Pernyataan yang dimaksud terjadi dalam kunjungan kerja di Polda Sumatera Utara pada 22 Agustus 2025.

Saat itu, Sahroni menilai desakan pembubaran DPR sebagai pandangan yang keliru dan menyebutnya sebagai sikap tidak rasional. 

“Mental manusia yang begitu adalah mental orang tertolol sedunia. Catat nih, orang yang cuma bilang bubarin DPR itu adalah orang tolol sedunia. Kenapa? Kita nih memang orang semua pintar semua? Enggak bodoh semua kita,” ucapnya.

Ungkapan tersebut memicu reaksi keras dari masyarakat yang menilai pernyataan itu arogan dan tidak pantas diucapkan oleh pejabat publik.

Efektivitas MKD Dipertanyakan

Meski MKD telah menjatuhkan sanksi, sejumlah pihak menyoroti efektivitas lembaga tersebut. D

irektur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, Hurriyah, mempertanyakan apakah MKD benar-benar bisa menegakkan etika secara efektif di lingkungan DPR.

“Apakah kemudian keberadaan MKD efektif sebagai mahkamah etik? Dia ini bisa efektif enggak?” ujar Hurriyah saat ditemui di kampus UI, Depok, Jawa Barat, Kamis (6/11/2025).

Menurutnya, berbeda dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang putusannya bersifat mengikat terhadap KPU dan Bawaslu, keputusan MKD tidak otomatis mengikat partai politik yang menaungi anggotanya.

Artinya, partai tetap memiliki kewenangan internal, misalnya untuk menonaktifkan, menegur, atau bahkan mengaktifkan kembali anggotanya setelah masa sanksi berakhir.

“Kalau kita bicara dalam konteks MKD, MKD ini putusannya bisa mengikat partai enggak? Tanpa misalnya harus melalui partai politik gitu ya. Nah ini kan tidak seperti itu kondisinya,” jelasnya.

Hurriyah menilai, sistem di DPR masih membutuhkan sinkronisasi antara keputusan MKD dan mekanisme partai.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved