IPOC 2025
IPOC 2025: Ekonom Global Beber Program Biodiesel Indonesia Terlalu Berhasil
Rencana pemerintah mempercepat penerapan biodiesel B50 memicu kekhawatiran baru di pasar minyak nabati global.
Penulis: Muhammad Fachri Ramadhani | Editor: Miftah Aulia Anggraini
Ringkasan Berita:
- Rencana percepatan biodiesel B50 menuai peringatan keras dari analis global.
- Ekspektasi pasar yang berlebihan membuat harga CPO tetap tinggi dan berpotensi membebani fiskal, menekan ekspor, serta memicu siklus negatif di industri sawit.
- McGill menilai keberhasilan bukan soal kecepatan, melainkan ketepatan waktu.
TRIBUNKALTIM.CO, BALI - Rencana pemerintah mempercepat penerapan biodiesel B50 memicu kekhawatiran baru di pasar minyak nabati global.
Di tengah ambisi Indonesia memperkuat kemandirian energi, kebijakan percepatan ini dinilai berpotensi mengguncang stabilitas pasar sawit, membebani fiskal, dan menekan daya saing ekspor.
Managing Director Glenauk Economics, Julian Conway McGill, dalam wawancara di sela IPOC 2025 di BICC The Westin Nusa Dua, menyebut percepatan bertahap dari B30, B40, hingga menuju B50 telah menciptakan ekspektasi pasar yang berlebihan sehingga harga minyak sawit mentah (CPO) tetap tinggi.
“Program biodiesel Indonesia terlalu berhasil,” ujarnya di Nusa Dua, Jumat (14/11/2025) hari terakhir penyelenggaraan IPOC 2025.
Baca juga: IPOC 2025, Masa Depan Sawit Ditentukan oleh Biodiesel dan Reformasi Regulasi
Pasar, kata McGill, terlanjur berasumsi permintaan biodiesel bakal melonjak, sehingga harga sawit terdorong naik bahkan sebelum mandatory diterapkan sepenuhnya.
Masalahnya, harga solar global saat ini justru rendah sehingga spread CPO–solar melebar, membuat biaya biodiesel semakin berat.
Menurut McGill, pembiayaan B40 saja sudah menantang, apalagi B50.
Kenaikan pungutan ekspor (levy) dinilai hampir tak terhindarkan.
Baca juga: 1.545 Delegasi dari 28 Negara dalam Panggung Sawit Dunia, IPOC 2025 Cetak Rekor Baru
Namun langkah itu justru memangkas daya saing ekspor, meredam minat investasi di sektor hulu, dan memperparah stagnasi produktivitas.
Ia menyoroti stagnasi pasokan dan minimnya ekspansi perkebunan karena pungutan tinggi dan persoalan legalitas lahan.
“Tidak ada sektor pertanian bisa meningkatkan produktivitas jika harganya ditekan pajak,” katanya.
McGill memperingatkan risiko siklus negatif: produksi stagnan, konsumsi biodiesel naik cepat, ekspor turun, pendapatan levy menyusut, lalu pungutan harus dinaikkan lagi.
Dampaknya paling terasa di pasar sensitif seperti India dan Pakistan, yang mudah beralih ke minyak nabati lain.
Baca juga: Opening Ceremony IPOC 2025 di Bali, GAPKI: Konferensi Jadi Momentum Kolaborasi
Di Tiongkok dan Eropa, sawit sudah menghadapi tekanan pasokan kedelai dan regulasi ketat.
Dari sisi industri, kapasitas produksi biodiesel nasional dinilai belum sepenuhnya siap menopang B50.
| Industri Sawit di Tengah Tantangan Global, Pertarungan Bangun Kepercayaan di Era EUDR |
|
|---|
| IPOC 2025, Masa Depan Sawit Ditentukan oleh Biodiesel dan Reformasi Regulasi |
|
|---|
| 1.545 Delegasi dari 28 Negara dalam Panggung Sawit Dunia, IPOC 2025 Cetak Rekor Baru |
|
|---|
| Opening Ceremony IPOC 2025 di Bali, GAPKI: Konferensi Jadi Momentum Kolaborasi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251115_Suasana-hari-terakhir-IPOC-2025-di-Nusa-Dua-Bali-Indonesia.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.