Ijazah Jokowi

Roy Suryo Cs Dicekal ke Luar Negeri, Tidak Ditahan tapi Wajib Lapor Seminggu Sekali

Polda Metro Jaya menetapkan pencekalan ke luar negeri terhadap 8 orang tersangka dalam kasus dugaan ijazah palsu Jokowi, Kamis (20/11/2025).

Tribunnews.com/Reynas
IJAZAH JOKOWI - Pakar Telematika Roy Suryo menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (13/11/2025).Polda Metro Jaya menetapkan pencekalan ke luar negeri terhadap 8 orang tersangka dalam kasus dugaan ijazah palsu Jokowi, Kamis (20/11/2025)..(Tribunnews.com/Reynas) 
Ringkasan Berita:
  • Polisi menetapkan pencekalan ke luar negeri terhadap delapan tersangka kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI
  • Penetapan tersangka dibagi dalam dua klaster, masing-masing terdiri dari lima dan tiga orang
  • Para tersangka tidak ditahan, tetapi diwajibkan melapor seminggu sekali sebagai bentuk pengawasan proses hukum

TRIBUNKALTIM.CO -  Polda Metro Jaya menetapkan pencekalan bepergian ke luar negeri terhadap delapan orang tersangka dalam kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). 

Langkah ini diambil untuk memastikan proses hukum berjalan tanpa hambatan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto, menjelaskan bahwa pencekalan dilakukan karena para tersangka tidak ditahan. Sebagai gantinya, mereka diwajibkan melapor secara rutin.

“Kita cekal untuk ke luar negeri terhadap delapan tersangka,” ujar Budi kepada wartawan, Kamis (20/11/2025).

Baca juga: Soroti Kasus Ijazah Palsu, Kubu Roy Suryo: Yang Berlarut-larut Justru Jokowi

Wajib lapor sebagai pengganti penahanan

Menurut Kombes Budi, meski tidak ditahan, kedelapan tersangka dikenakan kewajiban melapor seminggu sekali.

Mereka masih diperbolehkan bepergian ke luar kota, asalkan tetap memenuhi kewajiban tersebut.

“Wajib lapor seminggu sekali dan kalau mau jalan-jalan ke luar kota boleh saja, yang penting wajib lapor seminggu sekali,” pungkasnya.

Baca juga: Kasusnya Bisa Selesai Pakai Restorative Justice, Roy Suryo: Harus Kesepakatan Dua Belah Pihak

Dua klaster tersangka

Polisi membagi penetapan tersangka ke dalam dua klaster:

  • Klaster pertama: Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah.
  • Klaster kedua: Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianpiar, serta Tifauzia Tyassuma atau yang dikenal sebagai Dokter Tifa.

Alasan Tidak Ditahan

Di pemeriksaan sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Iman Imanuddin menerangkan alasan tersangka Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Dokter Tifa tidak ditahan atas kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

Menurutnya, penyidik menjunjung tinggi asas-asas bagaimana undang-undang yang mengatur di dalam proses pemeriksaan dari ketiga tersangka.

"Hak-hak bagi beliau-beliau untuk mendapatkan waktu makan siang, ibadah dan lain-lain, kami berikan selama proses pemeriksaan tersebut," ucapnya kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (13/11/2025).

Saat itu, proses pemeriksaan dilakukan selama sembilan jam.

Baca juga: Relawan Jokowi Tidak Kecewa Roy Suryo Cs Tak Ditahan, Kami Tidak Pernah Mendesak-desak

Penyidik mengajukan 134 pertanyaan terhadap Roy Suryo, 157 pertanyaan terhadap Rismon Sianipar, dan 86 pertanyaan terhadap Dokter Tifa.

"Setelah ini kepada ketiga tersangka, kami perbolehkan untuk kembali ke rumahnya masing-masing," ungkapnya.

Kombes Iman menyebut alasan ketiga tersangka tidak ditahan karena mereka mengajukan ahli dan saksi yang meringankan. 

"Tentunya dalam hal ini kami sebagai penyidik harus menjaga keseimbangan, keterangan dan informasi sehingga proses penegakan hukum ini adil dan berimbang," pungkasnya.

Bisa Selesai dengan Restorative Justice?

Kasus tudingan ijazah palsu Jokowi yang menyeret Roy Suryo cs itu disebut bisa diselesaikan melalui mekanisme restorative justice jika mengacu pada KUHAP yang baru.

Restorative justice merupakan alternatif penyelesaian perkara pidana dengan mengedepankan dialog dan mediasi antara pelaku, korban, keluarga, serta pihak terkait, bukan semata pemidanaan.

Pakar telematika Roy Suryo dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Peradi Bersatu, Ade Darmawan pun menanggapi hal itu.

Roy Suryo yang kini berstatus tersangka dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), menanggapi peluang penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice. 

Mekanisme ini dimungkinkan setelah DPR RI mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru pada Selasa (18/11/2025).

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman sebelumnya menyampaikan bahwa kasus tudingan ijazah palsu Jokowi yang menyeret Roy Suryo c.s. itu bisa diselesaikan melalui mekanisme restorative justice jika mengacu pada KUHAP yang baru.

Dengan menggunakan KUHAP baru ini, Roy Suryo c.s. juga bisa terhindar dari pidana penjara karena akan sulit ditahan sebab aturan penahanan dalam RUU KUHAP baru sangat objektif.

Namun, sebaliknya, apabila masih menggunakan aturan pada KUHAP lama, besar kemungkinan Roy Suryo c.s. bisa ditahan dan diperlakukan sewenang-wenang.

Saat menanggapi pernyataan tersebut, Roy Suryo mengatakan bahwa syarat-syarat yang ada dalam KUHAP baru itu memang jelas dan tegas.

Namun, tentang penyelesaian kasus dengan restorative justice ini, Roy Suryo mengatakan hal tersebut tergantung pada kedua belah pihak.

"RJ (Restorative Justice) itu harus kesepakatan dua belah pihak. Kalau menurut saya ya terserah saja, yang penting untuk bangsa ini bagus apa, toh kami sudah selesai sebenarnya, kami itu sudah finish," katanya.

"Dengan terbitnya buku (Jokowi's White Paper), itu kan sudahlah, publik sudah tahulah gitu, loh (tentang ijazah Jokowi). Nah, kok, tiba-tiba ada yang mau mempidanakan kan gitu," sambungnya.

Roy Suryo pun menyampaikan terima kasih kepada Habiburokhman dan seluruh anggota Komisi III DPR RI karena menyoroti kasusnya ini.

"Tapi saya kira terima kasih juga untuk Pak Habiburrahman dan teman-teman di Komisi III ya, soalnya nama saya disebut, enggak enak juga gitu loh," katanya.

Dalam kasus ini, Roy beranggapan hal yang terpenting adalah tugasnya meneliti ijazah Jokowi bersama ahli forensik digital Rismon Sianipar dan Tifauzia Tyassuma atau dokter Tifa sudah selesai dengan terbitnya buku Jokowi's White Paper.

Selain menulis Jokowi's White Paper, Roy Suryo c.s. juga membuat buku Gibran's Black Paper yang akan segera diluncurkan.

"Yang penting kalau kami tugas kami bertiga, trio RRT (Roy Suryo, Rismon, dan dokter Tifa) ini kan sudah selesai, sudah terbit buku (Jokowi's White Paper), sebentar lagi terbit buku yang kedua (Gibran's Black Paper), ya sudah selesai kan," paparnya.

Adapun Jokowi's White Paper merupakan buku yang diterbitkan Roy Suryo c.s. dan berisi bukti ilmiah penelitian dan analisis mereka tentang isu ijazah palsu Jokowi.

Sementara itu, buku Gibran's Black Paper yang akan segera terbit tersebut berisi temuan versi Roy Suryo c.s. mengenai riwayat pendidikan Wakil Presiden RI itu yang dinilai bermasalah.

Dalam kasus ini, Roy Suryo, Rismon, dan Tifa ditetapkan tersangka karena diduga berupaya menghapus atau menyembunyikan informasi maupun dokumen elektronik, serta memanipulasi dokumen agar tampak asli.

Mereka pun dijerat dengan Pasal 27A  juncto Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan ujaran kebencian, dengan hukuman penjara 8-12 tahun.

Roy Suryo, Rismon, dan Tifa juga telah diperiksa sebagai tersangka pada Kamis (13/11/2025) lalu, tetapi tidak ditahan. Penyidik mengajukan 134 pertanyaan terhadap Roy Suryo, 157 pertanyaan terhadap Rismon, dan 86 pertanyaan terhadap dokter Tifa.

Peradi  Sebut Tak Bisa Diselesaikan dengan Restorative Justice

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Peradi Bersatu, Ade Darmawan, mengklaim bahwa kasus yang menyeret Roy Suryo Cs itu tidak bisa diselesaikan dengan restorative justice lewat KUHAP baru.

Sebab, KUHAP yang anyar itu baru akan diberlakukan pada 2 Januari 2026 mendatang.

"Bisa enggak digunakan KUHAP baru ini kepada Mas Roy dan kawan-kawan? Tentu tidak bisa, karena kan tidak berlaku surut, aturan undang-undang itu begitu, undang-undang dasarnya yang ngomong," tegasnya.

"Terus yang kedua, restorative justice itu tidak selalu harus menggunakan KUHAP, sebenarnya diatur di peraturan kepolisian negara Indonesia nomor 8 tahun 2021, penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restorative itu bisa dilakukan," imbuh Ade.

Meski demikian, Ade setuju dengan pernyataan Roy Suryo terkait penyelesaian dengan restorative justice ini harus kesepakatan kedua belah pihak, di mana dalam hal ini adalah Roy Suryo Cs dan Jokowi.

"Ketika disetujui ya sah-sah saja. Kalau saya mengikuti apapun yang mungkin, bila tidak keberatan Pak Ir. Joko Widodo untuk melakukan itu (restorative justice) ya kita kembalikan ke Pak Ir. Joko Widodo sebagai Presiden ketujuh ya kan," ungkapnya.

Namun, ketika nantinya kasus sudah diselesaikan dengan restorative justice, Ade meminta kepada Roy Suryo agar tidak mempermasalahkan lagi ijazah Jokowi tersebut.

"Itu kan repot aku Mas Roy. Tetapi apapun itu semua kebaikan karena perdamaian itu adalah hukum tertinggi di Republik Indonesia, itu Undang-Undang Dasar yang mengatur itu," katanya. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul BREAKING NEWS Polisi Cekal Roy Suryo dan Tersangka Kasus Ijazah Palsu Bepergian ke Luar Negeri

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Reaksi Roy Suryo Tahu Kasusnya Bisa Selesai Pakai Restorative Justice di KUHAP Baru: Makasih, DPR

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved