Berita Nasional Terkini
MK Panggil DPR dan Presiden, Pemohon Serius Uji Aturan Pensiun Seumur Hidup
Hari ini, Senin (24/11/2025), Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan gugatan terkait tunjangan pensiun seumur hidup anggota DPR.
Menurut mereka, ketentuan-ketentuan itu dianggap melanggar prinsip keadilan dan kesamaan di depan hukum seperti yang dijamin oleh UUD NRI 1945.
Saat menyampaikan perbaikan permohonan, Syamsul Jahidin menjelaskan bahwa jumlah Pemohon dalam perkara ini meningkat dari awalnya dua orang menjadi sembilan orang.
“Selain itu, di halaman 6 poin 4 kami menegaskan bahwa perkara ini bukan nebis in idem, karena sebelumnya ada pengujian undang-undang serupa dengan Nomor Perkara 41/PUU-XI/2013,” kata Syamsul di depan Majelis Hakim, dikutip dari laman MK.
Syamsul juga menerangkan bahwa para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai warga negara Indonesia yang hak konstitusionalnya berpotensi terganggu oleh penerapan norma-norma dalam pasal-pasal yang diuji.
“Hak-hak kami berpotensi dilanggar oleh keberadaan penerapan norma-norma itu,” ungkapnya.
Di samping itu, para Pemohon juga menyajikan perbandingan dengan kebijakan pensiun di berbagai negara, serta melampirkan petisi yang didukung oleh 88.834 tanda tangan dari masyarakat Indonesia sebagai wujud aspirasi publik yang mendukung penghapusan tunjangan pensiun bagi Anggota DPR RI.
Baca juga: Komisi X DPR RI Kunker ke Kaltim, Catat 6 Poin Penting untuk Revisi UU Sisdiknas
Dalil Permohonan
Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diadakan pada Jumat (10/10/2025), para Pemohon mengemukakan bahwa frasa “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat” dalam Pasal 1 huruf a UU 12/1980 menyebabkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan hukum.
Menurut mereka, ketentuan itu memungkinkan Anggota DPR RI yang hanya bertugas selama satu periode (lima tahun) untuk mendapatkan pensiun seumur hidup yang bahkan bisa diwariskan.
“Ini bertentangan dengan prinsip keadilan serta asas negara hukum yang berfokus pada kesejahteraan rakyat,” kata Syamsul tanpa pendampingan kuasa hukum.
Para Pemohon menilai bahwa pemberian pensiun seumur hidup untuk anggota DPR menciptakan beban keuangan negara yang tidak seimbang. Berdasarkan data yang dikemukakan, total biaya pensiun anggota DPR RI mencapai Rp226,015 miliar, yang seluruhnya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Kerugian yang kami rasakan bersifat konkret dan potensial. Sebagai pembayar pajak, kami merasa bahwa penggunaan dana pajak untuk pensiun DPR yang hanya menjabat lima tahun merupakan bentuk ketidakadilan fiskal,” tambah Syamsul.
Perbandingan dan Pertimbangan
Dalam permohonannya, para Pemohon juga membahas perbandingan dengan sistem pensiun di lembaga negara lainnya. Untuk Hakim Agung, Anggota BPK, ASN, TNI, dan Polri, masa kerja yang menjadi dasar pensiun biasanya antara 10 hingga 35 tahun.
Sementara itu, bagi anggota DPR, masa jabatan hanya satu hingga lima tahun, tetapi mereka tetap berhak atas pensiun seumur hidup.
Para Pemohon juga menyebutkan praktik di beberapa negara lain.
Di Amerika Serikat dan Inggris, hak pensiun anggota parlemen didasarkan pada masa jabatan, usia, dan kontribusi.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251118_DPR-Sahkan-RKUHAP-2025.jpg)