Berita Kaltim Terkini

JATAM Kaltim Desak Pengadilan Tolak Perpanjangan Penahanan Pejuang Lingkungan di Paser Misran Toni

Penahanan Misran Toni, yang telah berlangsung lebih dari 100 hari, dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap perjuangan membela hak

TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG SALMON
PERJUANGAN - Koalisi Masyarakat untuk Perjuangan Masyarakat Muara Kate (JATAM Kaltim - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, dalam keterangan resminya menerangkan penetapan Misran sebagai tersangka atas tuduhan kekerasan dan pembunuhan berencana pada 15 November 2024 dilakukan secara serampangan. (TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG SALMON) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Koalisi Masyarakat untuk Perjuangan Masyarakat Muara Kate, menyoroti proses hukum yang penuh kejanggalan terhadap Misran Toni, seorang pejuang lingkungan yang vokal menolak aktivitas ilegal hauling batubara PT Mantimin Coal Mining (MCM) di Dusun Muara Kate, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. 

Penahanan Misran Toni, yang telah berlangsung lebih dari 100 hari, dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap perjuangan membela hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Misran Toni sendiri dikenal sebagai salah satu warga yang aktif sejak peristiwa tragis kecelakaan hauling batubara yang menewaskan Pendeta Pronika pada 26 Oktober 2024 di Muara Kate, tepat satu tahun yang lalu.

Sejak saat itu, ia menjadi salah satu penggerak solidaritas warga untuk menolak aktivitas hauling batubara di jalan publik.

Dalam banyak kesempatan, ia menolak segala bentuk bujukan maupun iming-iming uang dari pihak-pihak yang diuntungkan oleh kegiatan ilegal lalu lintas batubara tersebut.

Sudah lebih dari 100 hari Misran mendekam di tahanan Polres Paser.

Baca juga: Pemprov Kaltim Awasi Kasus Muara Kate, Seno Aji: Penegakan Hukum Berjalan Baik Tidak Tebang Pilih

Ia dijadikan tersangka dalam kasus dugaan kekerasan dan pembunuhan berencana yang terjadi pada 15 November 2024. 

Namun hingga kini, motif perkara itu masih kabur. Banyak pihak menilai penetapan status tersangka terhadap Misran sarat kejanggalan dan mengarah pada upaya kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan.

Koalisi Masyarakat untuk Perjuangan Masyarakat Muara Kate (JATAM Kaltim - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, dalam keterangan resminya menerangkan penetapan Misran sebagai tersangka atas tuduhan kekerasan dan pembunuhan berencana pada 15 November 2024 dilakukan secara serampangan. 

Hingga kini, kepolisian belum menemukan motif utama dalam kasus ini, dan ini menunjukkan bahwa proses penyidikan tidak sesuai dengan standar Scientific Crime Investigation.

Koalisi juga menyoroti kejanggalan dalam perpanjangan masa penahanan. Yang mana permohonan perpanjangan penahanan dari Polres Paser kepada Pengadilan Negeri Tanah Grogot terus dilakukan, meskipun Misran bersikap kooperatif selama pemeriksaan dan tidak ada kekhawatiran ia akan melarikan diri. 

Selain itu, keterlambatan pengiriman surat perpanjangan penahanan kepada keluarga Misran Toni, yang baru diterima pada 16 Oktober 2025 padahal perpanjangan pertama berakhir 13 Oktober, menambah indikasi adanya ketidaktransparanan dalam proses hukum.

Koalisi ini juga telah mengirimkan surat keberatan kepada Ketua Pengadilan Negeri Tanah Grogot, Pada Jumat, 24 Oktober 2025. Mereka mendesak agar Pengadilan membatalkan perpanjangan penahanan terhadap Misran Toni

Koalisi ini juga melihat bahwa penahanan ini tidak memenuhi syarat subjektif sesuai Pasal 21 ayat (1) KUHAP dan bertentangan dengan Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menyatakan bahwa seseorang berhak diadili dalam jangka waktu yang wajar.

Kasus ini dinilai sebagai bentuk nyata kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup dan memperlihatkan bagaimana hukum kerap tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved