Bangunan Tua Polsek Samarinda Kota

Kantor Polsek Samarinda Kota Masuk Cagar Budaya, Tetap Ideal jadi Tempat Tahanan Asal Penuhi Standar

Ahli Tata Kota Kaltim, Farid Nurrahman, yang juga merespons insiden kaburnya 15 tahanan dari sel Polsek Samarinda Kota

Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
CAGAR BUDAYA SAMARINDA - Direktur Pusat Studi Perkotaan Planosentris sekaligus ahli tata kota Kaltim, Farid Nurrahman, menjelaskan pentingnya pelestarian bangunan Polsek Samarinda Kota sebagai bagian dari identitas sejarah perkotaan, sekaligus tetap memastikan fungsi keamanan publik berjalan optimal, Selasa (4/11/2025). 

“Karena sekelas Candi Borobudur saja dibugarkan. Apalagi hanya polsek. Yang penting, dia secara fungsi tetap bisa digunakan sebagai fungsi awal, tidak merubah fasad luar,” tegas Farid. 

Farid menjelaskan bahwa praktik adaptasi fungsi bangunan bersejarah merupakan hal umum di berbagai kota yang memiliki jejak kolonial kuat.

Ia juga memberi contoh kawasan Tugu Pahlawan di Surabaya, di mana seluruh bangunannya berstatus cagar budaya dan setiap pembangunan baru harus mengikuti bentuk arsitektur lingkungan sekitarnya. 

Baca juga: Polisi Tangkap 10 dari 15 Tahanan Kabur Polsek Samarinda Kota, 5 Masih Buron

Misalnya seperti Benteng Vredeburg, bangunan-bangunan yang ada di Yogyakarta. Lalu ada Lawang Sewu yang di bawahnya ada penjara. 

"Tapi kan sekarang dijadikan museum,” ujarnya. 

Penerapan fungsi baru di dalam bangunan lama, menurutnya, tetap selaras dengan prinsip pelestarian selama tidak menghilangkan identitas arsitektur kawasan yang menjadi ciri historisnya.

POLSEK SAMARINDA - Bangunan Polsek Samarinda Kota yang dulunya merupakan barak polisi peninggalan zaman Hindia Belanda, kini berstatus sebagai Cagar Budaya.
POLSEK SAMARINDA KOTA - Bangunan Polsek Samarinda Kota yang dulunya merupakan barak polisi peninggalan zaman Hindia Belanda, kini berstatus sebagai Cagar Budaya. (TRIBUNKALTIM.CO/GRE)

Faktor Usia Bangunan dan Standar Teknis

Farid juga menyinggung kemungkinan celah keamanan yang muncul akibat usia dan minimnya standar bangunan tahanan modern.

Bisa saja faktor-faktor luar itu masuk, sehingga dia bisa membuat lubang. Kan tidak mungkin juga mereka melubangi pakai tangan kosong.

"Pasti ada alat-alat dan itu tidak mungkin dalam waktu yang singkat, salah satu faktor mungkin karena usia bangunan juga bisa termasuk,” terang dia. 

Farid menegaskan bahwa perubahan fungsi bangunan menjadi ruang tahanan harus melalui prosedur atau serangkaian teknis.

Ia menjelaskan bahwa pengajuan perubahan tersebut semestinya terlebih dahulu disampaikan kepada Cipta Karya untuk mendapatkan persetujuan bangunan gedung dari tim yang berwenang. 

Baca juga: Tiga Inisiator Dibalik 15 Tahanan Kabur di Sel Polsek Samarinda Kota

Dengan demikian, setiap adaptasi bangunan, termasuk yang berstatus cagar budaya, harus tetap mengutamakan keamanan dan kesesuaian fungsi.

Setelah pembangunan atau penyesuaian selesai, kelayakannya juga wajib dinilai melalui penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang memastikan pemenuhan standar sesuai Peraturan Bangunan Gedung (PBG).

“Dipastikan dia juga memenuhi standar dari PBG dan dia memiliki SLF,” sebutnya. 

Fungsi Tetap Polsek, Bangunan Diremajakan

Farid menyampaikan bahwa dari perspektif tata kota, keberadaan Polsek di kawasan tersebut masih sangat dibutuhkan sehingga bangunannya ideal tetap difungsikan sebagai kantor polisi, sebagaimana peran historisnya sejak awal berdiri. 

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved