Pelaku Penembakan di Samarinda Ditangkap
Kesaksian Eks Anggota Brimob Kaltim, Alasan Jual Senpi ke Terdakwa Penembakan di THM Samarinda
Kesaksian eks anggota Brimob Polda Kaltim, jual senpi ke terdakwa penembakan di THM Samarinda, Rabu (19/11/2025).
Penulis: Gregorius Agung Salmon | Editor: Rita Noor Shobah
Ringkasan Berita:
- Senjata api yang digunakan dalam penembakan di depan THM Samarinda dibeli secara ilegal dari eks anggota Brimob
- Danang mengaku menjual revolver dan peluru kepada Rohim karena kebutuhan ekonomi mendesak.
- Danang dijatuhi sanksi PTDH dan resmi diberhentikan dari Polri
TRIBUNKALTIM.CO - Sidang kasus penembakan di Tempat Hiburan Malam (THM) di Jalan Imam Bonjol, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) kembali digelar hari ini, Rabu (19/11/2025).
Di sidang hari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Danang Anggang (DA), eks anggota Kompi 3 Batalyon B Pelopor Sat Brimob Polda Kalimantan Timur.
Danang adalah pemilik senjata api jenis revolver ZBRO JOVKA 5566A00659 warna hitam sebelum dijual ke terdakwa Aulia Rahim alias Rohim.
Dari Rohim, senjata itu diserahkan kepada terdakwa Julfian alias Ijul bin Hanafi.
Senjata itu kemudian digunakan Ijul untuk mengeksekusi korban, Dedy Indrajid Putra, pada 4 Mei 2025 lalu di depan THM Crown Samarinda.
Dedy Indrajid Putra pun meninggal dunia setelah dilarikan ke rumah sakit.
Baca juga: Penembakan di THM Samarinda: Peran Sentral Rohim, Diduga Pimpin Operasi dan Atur Peran Rekannya
Kesaksian Eks Brimob
Di hadapan majelis hakim, Danang yang bertugas di satuan Brimob selama 24 tahun, memberikan keterangan rinci mengenai asal-usul senjata hingga proses transaksinya kepada terdakwa Rohim.
Danang, mengaku mendapatkan senjata api pabrikan asli dan bukan organik milik TNI atau Polri.
Ia dapatkan senjata itu dari seorang kawan sipil di Jakarta pada akhir 2018.
Senjata itu ia beli dalam kondisi rusak karena terkubur.
Lalu senjata api itu juga ia perbaikinya di Jakarta.
"Saya beli kondisi rusak, karena dikubur, itu menurut ceritanya," katanya saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Masih di Jakarta, diperbaikinya di sana. Itu tahun 2018 akhir. Dari trigernya berfungsi, pernah sekali saya pakai awal 2019 saat latihan," lanjutnya.
Lalu senpi itu disimpannya hingga tahun 2022.
Namun, karena terdesak kondisi keuangan, Danang kemudian menjualnya kepada Rohim.
Saat itu, Danang mengaku butuh uang untuk biaya operasi sesar kelahiran anaknya.
"Saya minta bantuan, minta tolong karena anak saya disesar dengan menawarkan senjata, karena punya senjata saja, Saya hanya butuh Rp15 juta bu," ujarnya di persidangan.
Senjata itu dijual seharga Rp15 juta, termasuk lima butir peluru di dalam silindernya.
Baca juga: Senpi Terdakwa Penembakan THM Crown Samarinda Dibeli Ilegal dari Eks Anggota Brimob Harga Rp15 Juta
Beberapa waktu kemudian, Rohim meminta tambahan 20 hingga 25 butir peluru lagi, yang juga diberikan oleh Danang dengan harga Rp 750 ribu per 25 butir peluru.
"Itu sekira 750 ribu, hitungan berapa hari saja. Pertama di asrama, kedua ke tempat Rohim, di rumahnya," katanya.
Menurut Danang, alasan Rohim membeli senjata adalah untuk berjaga diri saat bekerja di tambang.
Meski sempat khawatir, ia tetap menjual karena desakan kebutuhan ekonomi.
Sanksi PTDH
Keterlibatan Danang dalam peredaran senjata ilegal membuatnya dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) melalui sidang kode etik kepolisian.
Putusan banding menguatkan sanksi tersebut sehingga statusnya sebagai anggota Polri resmi dicabut.
“Sudah diberhentikan total, pertengahan bulan lalu, karena kedisiplinan terkait senjata,” tuturnya.
Bukan Senjata dari Polri dan TNI
Diberitakan sebelumnya, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar menjelaskan, alur kepemilikan senjata tersebut murni melibatkan transaksi pribadi dan oknum, serta dipastikan bukan merupakan inventaris organik dari TNI maupun Polri.
"Dapat kami sampaikan bahwa senpi yang digunakan dalam penembakan ini, setelah kita lakukan pengecekan balistik dan forensik, itu merupakan senjata api jenis pabrikan, tapi tidak merupakan organik dari TNI dan Polri.
Bisa dipastikan itu bukan senjata dari Polri dan juga dari TNI juga sudah kita pastikan tidak," tegasnya pada Kamis, (13/11/2025).
Lanjutannya, oknum anggota Brimob berinisial DA itu yang terlibat dalam peredaran senjata tersebut, kini telah menjalani sidang kode etik dan dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari kepolisian.
Putusan banding menguatkan sanksi tersebut, sehingga statusnya sebagai anggota kepolisian resmi dicabut.
Baca juga: Sidang Kasus Penembakan di THM Samarinda, 4 Fakta Asal Senpi Milik Eks Anggota Brimob yang PTDH
Penembakan di THM Samarinda
Dari keterangan yang ada pada dokumen perkara dengan nomor Perkara 717/Pid.B/2025/PN Smr, insiden penembakan yang menewaskan Dedy Indrajid Putra disebutkan peran terdakwa Aulia Rahim alias Rohim alias Kohim bin Hanafi sebagai orang yang memimpin operasi.
Dalam dakwaan disebutkan Aulia Rohim membagi tugas kepada rekannya, mulai dari pemantauan target, eksekusi lapangan, hingga upaya penghilangan barang bukti.
Selain itu, ia juga disebut yang menginisiasi pencarian korban, mengkoordinasikan pergerakan tim, menyediakan sarana transportasi (mobil Wuling), dan memerintahkan penggunaan senjata tajam sebagai rencana cadangan (eksekusi manual).
Peristiwa itu bermula pada Sabtu malam, 3 Mei 2025, sekitar pukul 20.00 Wita, kala itu terdakwa Rohim menghubungi terdakwa Kurniawan alias Wawan Pablo untuk mencari keberadaan target bernama Dedy Indrajid Putra di area THM jalan Imam Bonjol Samarinda.
Saat itu terdakwa Rohim secara langsung memerintahkan terdakwa Kurniawan untuk memantau korban. Informasi yang didapatnya kemudian diteruskan kepada terdakwa Fatur Rahman Ainul alias fatuy.
Di lain sisi, terdakwa Rohim juga mengumpulkan tim eksekusi di THM Muse, Jalan Mulawarman.
Dalam pertemuan tersebut, terdakwa Anwar alias ula, Satara Maulana, Wiwin alias Andos, Abdul Gafar alias Sugeng yang diminta membawa senjata tajam jenis badik sebagai persiapan back up atau tindakan darurat jika rencana utama gagal yaitu penembakan.
"Eksekusi utama direncanakan menggunakan senjata api oleh Saksi Julfian als IJUL, sementara tim lain bertugas mengawasi," demikian bunyi kutipan dari kronologi tersebut.
Sekitar pukul 03.10 Wita, Minggu dini hari, informasi akurat didapat oleh Kurniawan dan Fatur Rahman Ainul alias Fatuy bahwa target yaitu Dedy Indrajid Putra dan istrinya berada di THM Crown.
Setelah mendapatkan informasi itu, tim dibagi menjadi dua yaitu tim mobil Wuling yang standby di depan toko Ban Bridgestone, dan tim sepeda motor di depan Hotel Radja.
Saat itu terdakwa Fatur telah memastikan ciri-ciri korban di dalam THM dengan berpakaian jaket biru parasut dan rambut pirang agak gendut dan menginformasikan kepada terdakwa Kurniawan, yang diteruskan kepada terdakwa Rohim dan Julfian.
Setiba pukul 04.12 Wita, yang mana korban keluar dari THM di Jalan Imam Bonjol, Samarinda.
Terdakwa Anwar alias Ula yang bertugas memantau di Pos Security memberikan kode jari.
Terdakwa Julfian alias Ijul yang telah menunggu dengan motor XMAX hitam langsung mendekati korban.
Di situ Ijul langsung melepaskan sebanyak lima kali ke arah korban (satu kali meleset, empat kali mengenai tubuh) hingga korban terjatuh.
Setelah penembakan, ia kemudian melepaskan tembakan ke arah langit sebagai kode ke rekannya operasi selesai.
Ia pun meninggalkan lokasi dan membuang pakaian serta menyerahkan senjata api dan sisa peluru kepada terdakwa Arile untuk disembunyikan.
Selanjutnya terdakwa Arile kemudian menyembunyikan barang bukti krusial tersebut dengan menguburnya di dalam tanah di kawasan Jalan PU Kelurahan Baqa, Samarinda Seberang.
Peran 10 Terdakwa
Berikut pembagian tim dan tugas dalam proses penembakan terhadap korban Dedy Indrajid Putra di THM Crown Samarinda.
1. Tim Pendukung dan Back Up dengan mengunakan Mobil Wuling.
Kelompok ini bertugas melakukan pengawasan dan bersiap melakukan eksekusi menggunakan badik jika rencana penembakan gagal.
-Terdakwa Anwar alias Ula sebagai Anggota tim back up yang berperan vital sebagai pemantau pergerakan korban di depan Pos Security THM Crown dan memberikan kode (isyarat jari) kepada eksekutor yaitu Julfian alias Ijul saat korban keluar.
-Terdakwa Abdul Gafar alias Sugeng Bin yang berperan sebagai supir mobil Wuling yang digunakan tim utama.
-Terdakwa Satar Maulana bin H Mastan dan Wiwin Als Andos Bin ABDUL KARIM Anggota tim back up yang membawa senjata tajam (badik).
2. Tim Sepeda Motor sebagai Penyedia Informasi dan Tim Back Up Kedua.
- Terdakwa Kurniawan alias Wawan Pablo Menjadi perantara komunikasi antara otak pelaku dan pencari informasi. Ia meneruskan foto dan perintah, serta mengkoordinasikan informasi keberadaan korban di TKP.
-Terdakwa Fatur Rahman Ainul Haq alias Fatuy yang berada di dalam THM Crown, ia bertugas memastikan keberadaan dan ciri-ciri fisik korban, lalu melaporkannya dan
- Terdakwa Andi Lau alia lau Bin iskandar
Sebagai anggota tim sepeda motor yang bersiap di depan Hotel Radja untuk back up jika diperlukan.
Sementara Terdakwa Arile alias Aril sempat Ikut serta dalam pertemuan awal dan standby di lokasi.
Peran krusialnya terjadi pasca-eksekusi, di mana ia menerima senjata api dan amunisinya dari terdakwa Julfian, lalu menguburnya di lokasi terpisah guna menghilangkan jejak saat pencarian. (TribunKaltim.co/Gregorius Agung Salmon)
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251114-sidang-lanjutan-penembakan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.