Bocah Tenggelam di Balikpapan Utara

Ketua RT Beberkan Fakta Lumpur Hidup yang Tewaskan 6 Bocah di Balikpapan

Enam anak tewas usai tercebur ke kubangan lumpur hidup yang terbentuk akibat penggusuran dan tertutupnya aliran air di Balikpapan.

Editor: Heriani AM
Tribun Kaltim
BOCAH TEWAS TENGGELAM - Tangkapan layar HL Tribun Kaltim hari ini, Kamis (20/11/2025). Enam anak tewas usai tercebur ke kubangan lumpur hidup yang terbentuk akibat penggusuran dan tertutupnya aliran air di lahan proyek Balikpapan Utara. 

Tragedi tenggelamnya enam bocah di kubangan bekas galian proyek di kawasan Balikpapan Utara, Senin (17/11), memunculkan sorotan tajam dari sejumlah ahli hukum.

Salah satunya datang dari pakar sekaligus pengamat hukum, Dr. Piatur Pangaribuan, yang menilai kasus ini bukan sekadar kecelakaan, tetapi merupakan bentuk kelalaian luar biasa.

Insiden terjadi ketika anak-anak bermain di area bekas galian tanah yang telah terisi air hujan. Dari kejauhan, kubangan itu tampak seperti kolam jernih, padahal di dasar air terdapat lumpur tebal dan kedalaman yang tidak terlihat oleh mata.

Selain itu, tidak adanya pagar, rambu, maupun pengamanan di sekitar lokasi membuat area tersebut terbuka sepenuhnya bagi warga, termasuk anak-anak.

Menurut Piatur, tanggung jawab hukum tidak dapat dilepaskan dari pihak Grand City karena aktivitas penggalian dilakukan oleh pengembang tersebut.

"Area itu dikelola oleh Grand City. Jadi siapa pun yang bersengketa atas lahannya, faktanya Grand City yang menggali. Artinya, mereka pula yang bertanggung jawab menutup atau mengamankan lokasi itu," tegasnya, Rabu (19/11).

Ia menambahkan, tanggung jawab itu tetap melekat meskipun lahan tersebut belum tentu sepenuhnya menjadi milik Grand City.

"Walaupun tanah itu bukan milik mereka, tetapi siapa yang membuat lubang itu? Grand City. Dalam hukum, jika kamu menggali tanah orang lain lalu terjadi masalah, kamu tetap harus mengembalikan kondisi itu seperti semula. Argumen ‘tanahnya belum jelas' tidak bisa menghapus tanggung jawab pidana," jelasnya.

Piatur menilai tragedi ini harus dilihat sebagai peristiwa dengan unsur pidana kelalaian. Bahkan, ia menyebutnya sebagai kelalaian fatal karena telah merenggut enam nyawa anak.

"Enam anak meninggal. Ini bukan perkara kecil. Ini bentuk kelalaian luar biasa. Tidak ada pagar, tidak ada pengamanan, tidak ada rambu. Bagaimana bisa area galian sedalam itu dibiarkan begitu saja?" ujarnya.

Ia juga mengkritik pengawasan Pemerintah Kota Balikpapan yang menurutnya gagal menjalankan fungsi kontrol terhadap aktivitas proyek di wilayahnya.

"Saya ingin mengkritik Pemkot Balikpapan. Pengawasannya kok seperti itu? Bagaimana mungkin area berbahaya tidak dipantau, tidak diberi garis batas, dan tidak ada kontrol? Pihak kelurahan mestinya juga harus tahu karena itu wilayah mereka," katanya.

Dalam aspek hukum, Piatur menyebut bahwa pertanggungjawaban pidana dalam kasus seperti ini dapat langsung diarahkan kepada direksi perusahaan sebagai penanggung jawab badan usaha.

"Undang-undang menegaskan, direktur adalah pihak yang bertanggung jawab atas kejadian di dalam maupun di luar area operasi perusahaan. Jadi jelas, tuntutan pidana dan perdata dapat diarahkan kepada pimpinan perusahaan," tegasnya.

Ia menambahkan bahwa warga memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengajukan tuntutan.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved