Opini

Defisit Anggaran, Saatnya Menata Ulang Kebijakan Dana Hibah

Pemberian bantuan hibah oleh Pemerintah Daerah (Pemda) menjadi rawan penyalahgunaan.

Editor: Amalia Husnul A
TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI
Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho mencium kening istrinya Sutiyas Handayani saat menjadi saksi dalam kasus dugaan dana hibah bantuan sosial (bansos) Pemerintah Sumatera Utara, di Pengadilan Tipikor Medan, Sumatera Utara, Senin (2/5/2016). Gatot Pujo Nugroho hadir sebagai saksi dalam sidang dugaan dana hibah bantuan sosial (bansos) Pemerintah Sumatera Utara yang melibatkan mantan Kepala Badan Kesejahteraan Pembangunan dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Sumut, Eddy Sofyan. 

Oleh Moh Jauhar Efendi

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintaha Desa
Kandidat Doktor Administrasi Publik, Universitas Padjadjaran, Bandung.
m.jauharefendi@yahoo.co.id

JIKA kita mau mencermati dengan seksama, banyak kasus penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara/daerah.

Penyebabnya antara lain karena kurangnya pemahaman terhadap konsepsi pengelolaan keuangan negara oleh para pejabat yang bersangkutan.

Di sisi lain, kurangnya pemahaman tersebut justru disebabkan oleh ketidakjelasan konsep pengelolaan keuangan negara, utamanya tentang belanja hibah.

Betapa banyak kepala daerah/wakil kepala daerah, sekretaris daerah, pejabat yang bertanggung jawab terhadap penyaluran belanja hibah terseret kasus korupsi.

Bukan hanya di jajaran eksekutif, beberapa anggota DPRD Kabupaten/Kota/Provinsi juga terkena kasus yang sama. Di Kota Bandung, kasus hibah menyeret mantan Walikota dan Sekretaris Daerah sebagai pesakitan.

BACA JUGA: Lupakan Dulu Martabak 8 Rasa, Kini Ada Martabak Gulung yang Lebih Kekinian

Di Provinsi Sumatera Utara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyeret Gubernur Sumatera Utara sebagai pesakitan terkait kasus dana hibah.

Belanja hibah sangat menarik perhatian publik dan seringkali menjadi headline (tajuk utama) pada media massa. Terlebih lagi menjelang pemilihan kepala daerah serentak yang memerlukan dana tidak sedikit jumlahnya.

Hal ini bisa dipahami. Banyak pihak yang membutuhkan bantuan hibah tersebut dan banyak kepentingan yang dapat  diakomodir, baik untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat maupun kepentingan politik tertentu.

Pemberian bantuan hibah oleh Pemerintah Daerah (Pemda) menjadi rawan penyalahgunaan.

Terutama menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada), di mana terdapat kecenderungan bantuan hibah digunakan sebagai alat politik pencitraan oleh kepala daerah atau wakil kepala daerah petahana yang menyalonkan kembali dalam ajang pilkada untuk periode kedua.

BACA JUGA: Pukul Ibu Temannya, Apriyanto Dikeler Masuk Bui

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Mengapa Rakyat Mudah Marah?

 

Lonjakan PBB dan Judul Clickbait

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved