Dugaan Pungli di TPK Palaran
BREAKING NEWS - Soal OTT yang Menyeret Nama Komura, Ini Pengakuan Pengusaha Batu Bara
Tak lagi menggunakan tenaga manusia. "Kebanyakan ponton sudah ada floating crane-nya. Tapi ya itu, tetap diminta (sama Komura)," ungkap Eko.
Penulis: Rafan Dwinanto | Editor: Amalia Husnul A
Laporan wartawan Tribun Kaltim, Rafan A Dwinanto
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Aksi pungutan biaya bongkar muat batubara, oleh Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Samudra Sejahtera (Komura), dibenarkan Ketua Asosiasi Pengusaha Batu bara Indonesia (APBI) Samarinda m, Eko Priatno.
Aksi pungutan ini dilakukan setiap proses transfer batu bara dari ponton ke kapal ekspor. Proses ship to ship transfer ini, kata Eko, biasanya dilakukan di Perairan Muara Berau.
"Pindah dari kapal ke kapal inikan berlangsung di laut," katanya, Selasa (21/3/2017).
Padahal, menurut Eko, proses transfer batu bara ini lebih banyak menggunakan floating crane.
Baca: BREAKING NEWS - Tersangkut OTT, Ketua Komura: Kalau Dianggap Salah, Panggil Saja Semuanya
Baca: BREAKING NEWS - Dua Koperasi Disebut Terlibat dalam Kasus Pungli, Rupanya Ini yang Dilakukan Komura
Tak lagi menggunakan tenaga manusia. "Kebanyakan ponton sudah ada floating crane-nya. Tapi ya itu, tetap diminta (sama Komura)," ungkap Eko.
Sebelum ada floating crane, pemuatan batu bara ke kapal, menurut Eko, memang memerlukan TKBM.
Namun, itupun tidak dalam jumlah banyak. "Paling hanya menarik tali, kemudian memberi aba-aba, dan mengoperasikan alat berat. Tapi sekarang, biasanya ponton itu sudah bawa operator sendiri kok," katanya lagi.
Biasanya, kata Eko, setiap tahun ada rapat pembahasan tarif antara Komura dengan para perusahaan pengguna jasa TKBM, termasuk perusahaan batu bara.
"Saya sudah lama tidak pernah ikut rapat. Tapi, tiap tahun rapat itu ada," katanya.
Baca: BREAKING NEWS - Kasus Pungli Terminal Peti Kemas Palaran, Sekretaris Komura Jadi Tersangka
Baca: OTT Komura, Polda Kaltim akan Periksa Walikota Syaharie Jaang
Selama ini, pengusaha batu bara menerima saja tarif yang ditentukan Komura.
Kendati di lapangan, tidak memerlukan TKBM. "Ya mungkin pengusaha tidak mau repot. Jadi bayar saja," sebut Eko.
Eko pun tak menampik adanya kemungkinan perusahaan batu bara yang menyetor biaya TKBM ke Komura hingga Rp 3 miliar per bulan.
"Ya itu mungkin saja. Coba hitung berapa produksi batu bara per tahun. Apalagi pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara)," tuturnya. (*)