KPK Periksa Ahmad Heryawan Terkait Proyek Meikarta, Ungkap Soal Keberadaan BKPRD

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya memeriksa mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.

TRIBUN/DANY PERMANA
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, memaparkan pandangannya terkait perkembangan dan situasi di Jawa Barat saat berkunjung ke Kantor Tribun Network dan Warta Kota, Rabu (3/8/2016). 

Jaksa di persidangan mempertanyakan soal pertemuannya dengan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili, di KM 72 tol Purbaleunyi pada Desember 2017.

Iwa pun membenarkan pertemuan tersebut. Namun dia diminta oleh anggota DPRD Jabar asal Partai Demokrarasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Waras Wasisto, untuk datang, dan akhirnya dikenalkan dengan Neneng Rahmi.

"Saya tidak tahu hanya diminta ketemu di rest area KM 72. Saya bilang kebetulan baru hadir rapat di pusat.

Saya dikontak Pak Waras, ada yang minta ketemu saya.

Saya bilang di kantor saja selesai saya pulang ke rumah," kata Iwa saat persidangan di Tipikor, Bandung, Senin (28/1/2019).

Pertanyaan itu dilontarkan jaksa karena Iwa disebut-sebut menerima duit Rp1 miliar terkait pengurusan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) proyek Meikarta.

Nama Iwa pertama kali disebut oleh Bupati nonaktif Bekasi, Neneng Hasanah Yasin.

Dalam persidangan disebutkan Iwa menerima uang dari Neneng Rahmi Nurlaili yang menjabat Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.

Neneng menyebut permintaan itu terkait kepentingan Pilgub Jabar.

 Terbaru, Dituding Tengku Zulkarnaen Terima Uang Suap Meikarta, Ini Jawaban Gubernur Ridwal Kamil

 Jubir KPK Febri Diansyah Ungkap 2 Hal dari Pemeriksaan Mendagri Tjahjo Kumolo dalam Kasus Meikarta

Divonis 6 tahun

Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung menyatakan eks Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yassin terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, menerima suap sebagaimana diatur di Pasal 12 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tipikor.

"‎Menjatuhkan pidana penjara pada Neneng Hasanah Yasin selama 6 tahun, pidana denda Rp 250 juta subsidair 4 bulan penjara, membayar uang pengganti Rp 68 juta lebih subsidair 6 bulan pidana penjara," ujar Judijanto Hadilesmana, Ketua Majelis Hakim.

‎Pidana penjara yang dijatuhkan hakim untuk Neneng lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yakni 7 tahun 6 bulan.

Majelis hakim juga sependapat dengan jaksa yang mememinta pencabutan hak politik pada Neneng Hasanah Yassin.

"Mencabut hak pilih Neneng Hasanah Yassin selama 5 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok," ujar Judijanto.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Neneng sebagai Bupati Bekasi, terbukti menerima uang Rp 10,83 miliar dari E Yusuf Taufik.

Sumber uang berasal dari Edi Dwi Soesianto dan Satriyadi dari pengembang Meikarta. Pemberian uang terkait pengurusan izin peruntukan dan penggunaan tanah (IPPT) seluas 83,4 hektare.

Selain itu, majelis hakim juga menolak permohonan justice collaborator yang diajukan Neneng karena selama persidangan, dianggap tidak mengungkap siapa saja yang terlibat dalam kasus ini.

Sehingga, baik Neneng maupun terdakwa lainnya tidak memenuhi syarat untuk diberikan justice collaborator.

Majelis hakim juga menyatakan Kepala DPMPTSP Dewi Tisnawati, Kepala Dinas Damkar Sahat Banjarnahor, Kepala Dinas PUPR Jamaludin dan anak buahnya, Kabid Perumahan Neneng Rahmi Nurlaeli bersalah melakukan tindak pidana korupsi, menerima suap sebagaimana diatur di Pasal 12 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tipikor.

Ke empat terdakwa yang menerima suap perizinan IMB hingga alat proteksi pemadam kebakaran di 53 tower, dijatuhi pidana penjara masing-masi‎ng selama 4,5 tahun.

Dalam perkara ini, Dewi Tisnawati terbukti menerima Rp 400 juta terkait pengurusan 53 IMB, Sahat Banjarnahor ‎senilai Rp 636 juta terkait suap pemasangan alat proteksi pemadam kebakaran,

Neneng Rahmi Nurlaili terbukti menerima Rp 170 juta dan Jamaludin menerima Rp 1 miliar lebih terkait pengurusan sarana teknis, siteplan dan block plan.

Atas vonis hakim dan pidana penjara yang dijatuhkan, ke empat terdakwa menyatakan pikir-pikir.

Pantauan Tribun, terdakwa Neneng Hasanah Yassin, Jamaludin, Dewi Tisnawati dan Neneng Rahmi Nurlaili tampak lebih tenang dibanding pada sidang sebelumnya.

Neneng Hasanah Yasin tampak Terkecuali Sahat Maju Banjarnahor yang tampak menangis sesenggukan.

Neneng Hasanah Yassin misalnya, tampak menggoyang-goyangkan badannya serta tanganya menepuk-nepuk kaki kirinya.

Atas vonis dan putusan hakim, jaksa KPK, Yadyn menilai putusan hakim mengadopsi tuntutan dan replik dari tim jaksa KPK.

KPK masih menungu putusan lengkap diterima untuk kemudian berkoordinasi dengan pimpinan KPK terkait upaya hukum.

"Soal putusan 6 tahun dan 4,5 tahun untuk terdakwa, itu sudah 2/3 dari tuntutan kami," ujar Yadyn.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Diperiksa KPK, Ahmad Heryawan Mengaku Dikonfirmasi soal BKPRD", https://nasional.kompas.com/read/2019/08/27/15154731/diperiksa-kpk-ahmad-heryawan-mengaku-dikonfirmasi-soal-bkprd?page=2.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved