Tolak Cabut RUU KPK dan Minta RUU Lainnya Ditunda, Begini Kata Presiden Jokowi Soal Beda Sikapnya
Penolakan revisi UU KPK menjadi salah satu tuntutan mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah pada, Senin (23/9/2019) kemarin.
TRIBUNKALTIM.CO - Penolakan revisi UU KPK menjadi salah satu tuntutan mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah pada, Senin (23/9/2019) kemarin.
Terkait tuntutan ini, Presiden Jokowi memastikan tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ( perppu) untuk mencabut Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Enggak ada (penerbitan Perppu)," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/9/2019).
• Berakhir Rusuh, Ribuan Mahasiwa Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK
• Dosen Unmul Ini Sarankan Aksi Diperluas untuk Tekan Presiden Joko Widodo Terbitkan Perppu KPK
• Aksi Tolak Revisi UU KPK di DPRD Kaltim Berakhir Ricuh, Dosen Unmul: Over Acting, dan Aksi Gagal
• Update, Data PMI 7 Mahasiswa Alami Luka-luka usai Kericuhan Tolak RUU KPK di Depan DPRD Kaltim
Sementara untuk aspirasi mahasiswa terkait sejumlah RUU lain yang belum disahkan, Jokowi menindaklanjutinya dengan meminta DPR menunda pengesahan RUU tersebut.
Jokowi meminta pengesahan RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Minerba, dan RUU Pemasyarakatan tak dilakukan oleh DPR periode ini yang masa jabatannya hanya sampai 30 September.
"Untuk kita bisa mendapatkan masukan-masukan, mendapatkan substansi-substansi yang lebih baik, sesuai dengan keinginan masyarakat. Sehingga rancangan UU tersebut saya sampaikan, agar sebaiknya masuk ke nanti, DPR RI (periode) berikutnya," kata dia.
Saat ditanya apa yang membuatnya berbeda sikap antara RUU KPK dan RUU lainnya, Jokowi hanya menjawab singkat.
"Yang satu itu (KPK) inisiatif DPR. Ini (RUU lainnya) pemerintah aktif, karena memang disiapkan oleh pemerintah," ujarnya.
Revisi UU KPK sebelumnya telah disahkan menjadi UU oleh DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna, Selasa (17/9/2019).
Pengesahan itu menuai kritik karena dilakukan terburu-buru tanpa mendengarkan masukan dari masyarakat sipil dan unsur pimpinan KPK.
Sejumlah pasal dalam UU KPK hasil revisi juga dinilai bisa melemahkan KPK.
Misalnya :
- KPK yang berstatus lembaga negara
- Pegawai KPK yang berstatus ASN
- Dibentuknya dewan pengawas
- Penyadapan harus seizin dewan pengawas
- Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Sejumlah pakar hukum menyebut Jokowi masih bisa membatalkan UU KPK yang telah disahkan dengan menerbitkan Perppu.
Sebelumnya, Peneliti Kode Inisiatif Violla Reininda menantang Presiden Jokowi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk merasakan emosi publik yang menentang disahkannya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perppu hampir serupa, kata Violla, juga pernah dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009, yakni Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang UU tentang KPK.
"Kalau kita lihat praktik ketatanegaraan terdahulu, Presiden SBY pernah mengeluarkan Perppu (tentang KPK)," kata Violla dalam diskusi Kode Inisiatif di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019).
"Jadi mungkin kalau Presiden Jokowi cukup berani dan mau merasakan empati publik, mungkin dia akan mengeluarkan Perppu," ujar dia.
Namun, kata Violla, kemungkinan Jokowi akan mengeluarkan perppu tersebut juga sangat kecil. Padahal, perppu adalah salah satu opsi yang dapat dilakukan Jokowi apabila ia ingin mendengar aspirasi masyarakat.
"Tapi saya kira itu kemungkinannya sangat kecil meskipun perppu menjadi salah satu opsinya," kata dia.
Sementara Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana pesimistis Jokowi akan mengeluarkan perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.
Sebab, menurut Kurnia, Jokowi dinilai tidak memiliki keberpihakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan masyarakat yang menentang revisi UU tersebut.
"Harusnya bisa (keluarkan perppu) tapi kami justru pesimistis," kata Kurnia usai diskusi di Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019).
"Karena dua momentum pemilihan komisioner KPK dan revisi UU KPK kita lihat Presiden tidak ada terlihat keberpihakan kepada KPK," ujar dia.
Kurnia mengatakan, Jokowi seperti tak mendengar tokoh-tokoh yang juga telah mengingatkan persoalan KPK ini.
Salah satunya Sinta Nuriyah Wahid, istri Gus Dur yang telah memberi peringatan saat proses seleksi calon pimpinan KPK berlangsung. "Itu yang harus kita pertanyakan," kata dia.
Mahasiswa Janji Datang dengan Massa Lebih Banyak
Mahasiswa berencana menggelar aksi massa kembali menuntut penolakan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Hal itu diungkapkan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Manik Marganamahendra selesai audiensi dengan anggota DPR di ruang Baleg, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/9/2019).
"Ada sekitar 36 sampai 40 universitas akan datang lagi. Tentu kami akan follow up tuntutan kami (UU KPK dan RKUHP), yang jelas kita akan turun lagi tanggal 24," ujar Manik.
Ia berjanji, massa mahasiswa yang datang besok akan lebih banyak. Manik menyebut akan ada 4.000 mahasiswa dan masyarakat bersatu.
"Total ada 4.000-5.000 mahasiswa dan masyarakat.
Universitas dari Bali juga datang ke sini, besok akan lebih banyak," ucap dia.
Massa mahasiswa masih tetap menagih janji kesepakatan antara mahasiswa dan Sekretariat Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar pada Kamis (19/9/2019).
Kendati demikian, pada hari ini, mahasiswa kecewa dengan DPR selepas mereka beraudiensi dan bertemu Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Atgas dan anggota Komisi III Masinton Pasaribu di ruang Baleg.
Mereka kecewa lantaran Supratman dan Masinton tidak mengetahui soal kesepakatan mahasiswa dengan sekjen DPR.
Alhasil, mahasiswa menyatakan mosi tidak percaya.
• Pasca Kericuhan Tolak RUU KPK, Sejumlah Kerusakan Terjadi di Sisi Depan DPRD Kaltim
• Sore Hari Massa Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP Masih Bertahan di Depan DPRD Kaltim
• Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP Rusuh, Anggota DPRD Kaltim Ini Jelaskan Kronologisnya
• Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK dan RKUHP di Samarinda Ricuh, Batu Sepatu Melayang Hingga Water Canon
Adapun poin-poin kesepakatan mahasiswa dengan Sekjen DPR kala itu, yakni:
1. Aspirasi dari masyarakat Indonesia yang direpresentasikan mahasiswa akan disampaikan kepada pimpinan Dewan DPR RI dan seluruh anggota.
2. Sekjen DPR RI akan mengundang dan melibatkan seluruh mahasiswa yang hadir dalam pertemuan 19 September 2019, dosen atau akademisi serta masyarakat sipil untuk hadir dan berbicara di setiap perancangan UU lainnya yang belum disahkan.
3. Sekjen DPR menjanjikan akan menyampaikan keinginan mahasiswa untuk membuat pertemuan dalam hal penolakan revisi UU KPK dengan DPR penolakan revisi UU KPK dan RKUHP dengan DPR serta kepastian tanggal pertemuan sebelum tanggal 24 September 2019.
4. Sekjen DPR akan menyampaikan pesan mahasiswa kepada anggota Dewan untuk tidak mengesahkan RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Minerba dan RKUHP dalam kurun waktu empat hari ke depan.
(*)