Praperadilan Ruslan Buton Digelar, Sosok Ini Bongkar Kelalaian Polisi Tetapkan Pecatan TNI Tersangka

Hari ini, praperadilan Ruslan Buton digelar, sosok ini bongkar kelalaian polisi tetapkan pecatan TNI tersangka

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Kolase TribunKaltim.co / Istimewa
Ruslan Buton eks TNI yang minta Jokowi mundur 

TRIBUNKALTIM.CO - Hari ini, praperadilan Ruslan Buton digelar, sosok ini bongkar kelalaian polisi tetapkan pecatan TNI tersangka.

Kasus dugaan ujaran kebencian dengan tersangka Ruslan Buton memasuki babak baru.

Ruslan Buton yang merupakan eks prajurut TNI mengajukan gugatan Praperadilan.

Sosok pengacara yang mendampingi Ruslan Buton pun membeber kelalaian polisi dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Ruslan Buton, seorang pecatan TNI AD, yang kini berstatus tersangka pelaku ujaran kebencian, Rabu (10/6/2020) hari ini.

Telegram Mengejutkan Kapolri, Idham Azis Bolehkan Keluarga Ambil Jenazah PDP Covid-19, Ini Syaratnya

 Bukan 2, Indonesia Bahkan Terancam Gelombang III Virus Corona, Pakar Epidemiologi Ingatkan Hal Ini

 Arab Saudi Tetap Gelar Ibadah Haji 2020 di Masa Pandemi Virus Corona, Ada yang Beda dari Sebelumnya

"Iya (sidang perdana hari ini). (Agenda) pembacaan memori praperadilan," kata pengacara Ruslan Buton, Tonin Tachta, kepada Kompas.com, Rabu pagi.

Dalam surat permohonan praperadilan yang diterima Kompas.com, tim pengacara Ruslan menilai penetapan Ruslan Buton sebagai tersangka tidak sah.

Sebab, Ruslan Buton belum pernah diperiksa oleh polisi sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Tim pengacara juga menilai polisi belum memiliki syarat minimum dua alat bukti untuk menetapkan Ruslan sebagai tersangka.

"Termohon melakukan gelar perkara tanggal 26 Mei 2020 pada saat pemohon belum memberikan keterangan dan belum ada barang bukti yang diambil darinya dengan demikian penetapan status tersangka berdasarkan gelar perkara tersebut tanggal 26 Mei 2020 merupakan penyimpangan administrasi/prosedur," demikian bunyi surat permohonan praperadilan tersebut.

Dikutip dari situs Sistem Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, ada tujuh petitum permohonan praperadilan Ruslan Buton.

Pertama, mengabulkan gugatan permohonan praperadilan seluruhnya.

Kedua, menyatakan termohon tidak memiliki 2 alat bukti yang sah dalam penetapan tersangka.

"Menyatakan tidak sah penetapan TERSANGKA berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 Selaku Pelapor Sdr. AULIA FAHMI, S.H," bunyi petitum ketiga.

Kemudian, menyatakan batal Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/73/V/2020/Dittipidsiber tanggal 26 Mei 2020 dengan Tersangka Ruslan alias Ruslan Buton Kelima, Melepaskan tersangka Ruslan alias Ruslan Buton dari Penahanan

Keenam, Menghentikan Perkara Pidana berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 Selaku Pelapor Sdr. Aulia Fahmi, S.H Ketujuh, merehabilitasi nama baik dan kedudukan Ruslan alias Ruslan Buton.

 ILC, Anies Baswedan Beber Penyebab Rekor Kasus Virus Corona Tertinggi Jakarta di Masa PSBB Transisi

Pihak termohon dalam gugatan praperadilan ini adalah Kepala Kepolisian RI Cq Kepala Bareskrim Cq Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri.

Diberitakan, Tim Bareskrim Polri bersama Polda Sultra dan Polres Buton menangkap Ruslan alias Ruslan Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, pada Kamis (28/5/2020).

Ruslan Buton ditangkap setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk rekaman suara pada 18 Mei 2020.

Kemudian, rekaman suara itu menjadi viral di media sosial. Dalam rekamannya, Ruslan mengkritisi kepemimpinan Jokowi.

Ruslan Buton berbicara soal gerakan revolusi masyarakat.

Dalam kasus ini, barang bukti yang disita polisi yakni satu ponsel pintar dan sebuah KTP milik Ruslan.

Ruslan Buton dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.

Bersoal dengan TKA China

Kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun angkat bicara soal kabar kliennya dipecat dari prajurit TNI AD karena tersandung kasus pembunuhan pada 2017 lalu. Menurutnya, pemecatan tersebut bernuansa politis.

Pada 2017 lalu, Tonin mengatakan Ruslan Buton diketahui masih menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau.

 Tewaskan Nenek dan Balita, Kapolsek Penabrak Rumah Warga Dapat Sanksi Serius dari Jajaran Idham Azis

 Mahfud MD Bela Diskusi Pemberhentian Presiden, Beber 6 Alasan Hukum yang Bikin Kepala Negara Diganti

 Kabar Terbaru, Jokowi Tunda Masuk Sekolah? Muhadjir dan Kemendikbud Bahas Pendidikan Era New Normal

Ketika menjabat, kliennya kerap bertindak tegas terhadap adanya Tenaga Kerja Asing (TKA) China masuk ke daerahnya.

"Jadi Ruslan itu pada 2017, dia tangkap TKA China yang di Maluku Utara, orang China bawa visa turis bekerja di perusahaan pertambangan.

Nggak usah ku kasih tau lah PT-nya.

Dia tangkap karena dia komandan di daerah sana," kata Tonin kepada Tribunnews, Minggu (31/5/2020).

Ketika menangkap, Ruslan sempat dilobi petugas atau pejabat yang tidak disebutkan namanya agar melepaskan TKA China yang ditahan.

Bahkan saat itu, kliennya sempat disuap agar bisa melepaskan seluruh TKA tersebut.

"Kapten Ruslan selaku Komandan Operasional mengatakan 'kalau uang itu tidak ada kaitan dengan ke-5 TKA maka akan saya terima, tapi kalau uang tersebut untuk melepaskan ke-5 TKA maka akan saya tolak'," kata Tonin menirukan ucapan Ruslan saat itu.

Penolakan inilah yang diduga menjadi penyebab kliennya mulai diincar agar turun dari jabatannya.

Empat bulan setelahnya, markas sekaligus asrama TNI yang dipimpinnya diserang oleh seorang pria bernama La Gode.

Saat penyerangan itu, La Gode pun terbunuh saat mencoba menyerang markas TNI AD.

"Yang dibunuh ini (La Gode, Red) bukan petani. Yang dibunuh ini preman, sudah dua kali bunuh orang itu. Narapidana itu. Ke luar masuk penjara," jelasnya.

"Dia serang markas, terus kalau serang markas dibiarin? nyerang markas tentara. Itu asrama lah tapi ada kesatuannya juga," sambungnya.

Kasus pembunuhan inilah yang menyeret Ruslan ke mahkamah militer.

Ia menuturkan, proses jalannya persidangan pun seolah didesain bahwa kliennya harus didepak dari militer.

"Itu jelas didesain dia harus dipecat.

 Blak-blakan di ILC, Karni Ilyas Singgung Zona Merah Surabaya, Risma Tak Peduli Warna, Fokus ke Warga

 Bukan Hanya PNS, Anies Baswedan Pangkas Penghasilan TGUPP, Sekda DKI Beber Besarannya Berlaku Surut

Pokoknya dia harus dipecat, kenapa? karena dia yang bikin TKA China disana susah masuk. Berarti direkondisikan preman ini untuk mengganggu kan," ujar dia.

Sebagai informasi, saat menjabat Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017.

La Gode ini disebut-sebut sebagai seorang petani.

Pengadilan Militer Ambon memutuskan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dan pemecatan dari anggota TNI AD kepada Ruslan pada 6 Juni 2018 lalu.

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sidang Perdana Praperadilan Pecatan TNI AD Ruslan Buton Digelar Hari Ini ", https://nasional.kompas.com/read/2020/06/10/08555371/sidang-perdana-praperadilan-pecatan-tni-ad-ruslan-buton-digelar-hari-ini?page=2.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved