Pemerintah Bolehkan Pembelajaran Tatap Muka di Zona Kuning, Hetifah Harap Tetap Penuh Kehati-hatian

Pemerintah membolehkan pembelajaran tatatp muuka untuk daerah di Zona Kuning, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah berharap tetap penuh kehati-hatian

Editor: Sumarsono
HO
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Pemerintah mengumumkan kebijakan penyesuaian pembelajaran di masa pandemi Covid-19 melalui kanal youtube Kemendikbud RI, Jumat (7/8).

Hadir memberikan pengumuman tersebut Menko PMK Muhadjir Effendy, Mendikbud Nadiem Makarim, Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo, Fachrul Razi selaku Menteri Agama, serta perwakilan Mendagri dan Menteri Kesehatan. Sebagai moderator Sekretaris Jenderal Kemendikbud  Ainun Na’im.

Dalam pertemuan tersebut, diumumkan bahwa terdapat revisi akan SKB 4 menteri, dimana terdapat perluasan zona yang diperbolehkan menjalankan pembelajaran tatap muka.

“Zona kuning sekarang diperbolehkan untuk melalukan tatap muka. Sekali lagi, kalimatnya adalah diperbolehkan, bukan diwajibkan”, ujar Mendikbud Nadiem Makarim.

Tak Hanya di Zona Hijau, Akhirnya Nadiem Makarim Perbolehkan Pembelajaran Tatap Muka, Ini Syaratnya

Kembangkan Pembelajaran Daring, Disdikbud Kukar Fasilitasi Pengembangan Konten Video Pendidikan

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian: Buka Hasil Evaluasi POP Kemendikbud ke Publik

Ia menegaskan, keputusan membuka atau tidak tetap menjadi kewenangan pemda dan kepala sekolah.

“Pembukaan sekolah tetap mengikuti protokol yang telah ditetapkan sebelumnya. Yaitu, diizinkan oleh pemda/kanwil setempat, terpenuhinya daftar periksa oleh satuan pendidikan, dan adanya persetujuan dari orangtua murid”, jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Komisi X Hetifah Sjaifudian mengatakan Ia memahami kebijakan 4 menteri yang bersifat multidimensional.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah. (HO)

Meski demikian, Ia menekankan bahwa kesehatan dan keselamatan tetaplah harus menjadi prioritas.

“Harus ada mekanisme dari pemerintah untuk mengontrol bahwa memang sekolah yang akan dibuka benar-benar memenuhi daftar periksa.

Jangan sampai itu hanya menjadi formalitas dan di lapangan tidak dilakukan. Jika perlu, adakan sidak-sidak untuk memantau keberjalanannya, dan berikan sanksi bagi sekolah ataupun pemda yang terbukti belum memenuhi prasyarat tapi sudah berani membuka,” paparnya.

Ia juga berharap, fasilitas PJJ tetap diadakan bagi orangtua yang memilih untuk tidak memasukkan anaknya ke sekolah.

“Misalkan ada sekolah dibuka, tapi sebagian orangtuanya belum nyaman memasukkan anaknya, mereka juga harus difasilitasi untuk tetap menjalankan PJJ.

Misalnya, proses belajar mengajar di kelas divideokan atau siswa lain bisa mengikuti melalui aplikasi telekonferensi. Jangan sampai karena sekolah dibuka dan mayoritas siswa masuk sekolah, mereka yang memilih untuk tetap di rumah jadi terdiskriminasi, ” jelasnya.

Selain itu, Hetifah yang juga merupakan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Kesra ini berharap kurikulum adaptif ini dapat digunakan bukan hanya mereka yang melakukan pembelajaran jarak jauh, tapi juga yang melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah.

NEWS VIDEO Sidang Kode Etik Dugaan Politisasi Bansos, Hasil Putusan Akan Diketahui Setelah Pleno

 

“Meski Kemendikbud memberikan opsi untuk menggunakan kurikulum sederhana atau tetap yang biasa, saya sarankan lebih baik sudah semuanya pakai yang sederhana saja.

Yang tatap muka pun di kondisi seperti ini pasti akan stres kalau disuruh mengejar materi terlalu banyak. Guru-guru juga akan banyak sekali bebannya, karena harus mengajar lebih dari satu shift”, jelasnya.

Terakhir, Hetifah berharap opsi menyekolahkan siswa menjadi opsi terakhir jika pembelajaran jarak jauh benar-benar tidak dapat dilaksanakan.

“Dari pemerintah tidak mewajibkan, tapi membolehkan. Oleh karena itu saya berharap kebijakan dari pemda, kepala sekolah, dan garda terakhir yaitu orangtua untuk mempertimbangkan masak-masak keputusan ini.

Kalau memang masih bisa di rumah, sebaiknya di rumah saja. Tapi kalau memang sulit dengan alasan keterbatasan internet, atau orangtua bekerja, barulah tatap muka ini dipilih sebagai opsi terakhir dengan protokol yang ketat,” pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved