Virus Corona
Penyebab Happy Hypoxia Pada Pasien Covid-19 Masih Jadi PR Besar, Berawal dari OTG Hingga Kematian
Pasien covid-19 yang terserang gejala happy hypoxia umumnya berawal OTG, dan terus alami penurunan kondisi, hingga akhirnya meninggal.
TRIBUNKALTIM.CO - Penyebab happy hypoxia pada pasien covid-19 masih menjadi PR besar.
Pasien covid-19 yang terserang gejala happy hypoxia umumnya berawal dari orang tanpa gejala (OTG), dan terus alami penurunan kondisi, hingga dapat menyebabkan kematian.
Banyak hal yang masih harus dipastikan dari infeksi virus corona dan apa yang terjadi pada para pasiennya.
Terbaru, yang menjadi perhatian para peneliti di dunia, termasuk Indonesia, adalah gejala happy hypoxia, yang dialami oleh para pasien covid-19.
Di Indonesia, beberapa kasus di beberapa daerah ditemukan pasien covid-19 mengalami happy hypoxia.
Pasien dalam kondisi baik-baik saja, tetapi tiba-tiba kadar oksigennya drop, hingga ada yang berakibat fatal.
• Mulai Senin 7 September 2020 WNI Dilarang Masuk Malaysia, Ahli: Image Indonesia tak Aman Covid-19
• Cegah Penyebaran Covid-19, PT ITCIKU di PPU Gelar Rapid Test Bagi Karyawan dan Keluarga
• Disdikpora PPU Akan Berlakukan Kurikulum Darurat Covid-19, Ini Alasannya
• Pesan Mendalam Lionel Messi Seusai Pastikan Bertahan di Barcelona, Singgung Soal Korban Covid-19
Ahli Patologi Klinis yang juga Direktur dan Juru Bicara Satgas covid-19 RS UNS, Surakarta, Jawa Tengah, Tonang Dwi Ardyanto, mengatakan, memahami gejala happy hypoxia pada penderita covid-19 masih menjadi PR besar.
"Nah, yang masih menjadi PR kita adalah soal happy hypoxia. Artinya, orang yang semula tanpa gejala, tidak merasakan apa-apa, tiba-tiba langsung sesak napas dan memburuk," kata Tonang saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/9/2020).
Menurut Tonang, dari 80 persen pasien dengan kategori OTG, separuh di antaranya berakhir dengan kondisi happy hypoxia.
Oleh karena itu, saat ini terus berpacu dengan waktu untuk mencari tahu penyebab happy hypoxia pada pasien covid-19.
"Nah, itu yang masih kita cari penyebabnya apa yang menentukan seseorang itu memiliki risiko ke happy hypoxia," jelas dia.
Masyarakat diminta waspada dan mengenali gejala happy hypoxia agar tak sampai terjadi efek buruk pada penderita infeksi virus corona.
Seperti diberitakan Kompas.com, 20 Agustus 2020, happy hypoxia atau hypoxemia didefinisikan sebagai penurunan tekanan oksigen dalam darah.
Ketika kondisi itu terjadi, seseorang mungkin akan mengalami sesak napas atau dispnea, penurunan kadar oksigen dalam darah juga mengakibatkan organ-organ tubuh mati dan bisa mengancam nyawa.
Seseorang yang sehat biasanya memiliki saturasi oksigen setidaknya 95 persen.
Namun, dokter melaporkan, ada pasien yang memiliki tingkat persentase oksigen sebesar 70-80 persen, bahkan, pada kasus yang drastis, di bawah 50 persen.
Dokter spesialis paru sekaligus Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto, mengatakan, hypoxia syndrome diawali dengan peradangan paru-paru atau pneumonia yang membuat perputaran oksigen terganggu.
"Darah yang kurang oleh oksigen ini kan nantinya akan masuk ke jantung dan didistribusikan ke seluruh tubuh.
• Apa Itu Happy Hypoxia? Bisa Sebabkan Pasien Positif Virus Corona Meninggal Dunia tanpa Gejala
• Harga Tertinggi Rp 439 Ribu, Erick Thohir Beber 2 Cara Dapatkan Vaksin Virus Corona dari Bio Farma
• UPDATE Virus Corona di Indonesia Sabtu 5 September 2020, Ada Kalimantan Timur Capai 4,815 Kasus
• UPDATE Virus Corona di Tarakan, Tambah 5 Pasien Sembuh dari Covid-19, Ada yang Usia 18 Tahun
Akibatnya, jaringan-jaringan dan organ tubuh yang lain ikut mengalami kekurangan oksigen, yang disebut sebagai hypoxia," kata Agus, seperti diberitakan Kompas.com, 12 Agustus 2020.
Agus mengungkapkan, kondisi tersebut terjadi ketika seseorang yang mengalami hypoxia syndrome, tetapi terlihat seperti orang normal.
"Pengalaman saya sebagai dokter paru yang juga merawat pasien covid-19, ternyata memang kasus-kasus pasien dengan happy hypoxia itu memang terjadi," kata Agus.
Dia mengakui kondisi pasien happy hypoxia sydrome yang terlihat normal masih menjadi tanda tanya di dunia medis.
Para peneliti di dunia pun tengah melakukan kajian atas temuan happy hypoxia pada penderita covid-19.
Sementara itu, melihat gejala yang tidak terlihat, epidemiolog Dicky Budiman menyebutnya sebagai gejala yang menyulitkan deteksi dini kasus covid-19.
"Ini adalah salah satu dari sekian banyak gejala yang karakternya unik untuk covid-19. Ini juga salah satu yang relatif mempersulit deteksi dini," kata Dicky, Jumat (28/8/2020).
"Karena dari tampilan kadang menipu, pasien terlihat biasa saja tidak ada keluhan, tapi ketika diperiksa lebih detail salah satunya dengan oksimeter, saturasi oksigennya dia menurun," tambah Dicky.
Menurutnya gejala happy hypoxia pada kasus covid-19 sudah ditemukan para peneliti beberapa bulan yang lalu, jadi bukan sesuatu yang relatif baru.
Hanya saja masyarakat di Indonesia dimungkinkan baru menerima informasinya belum lama ini.
• Jumlah Kasus Covid-19 Masih Tinggi, Sampai Sekarang Total Kasus Positif di Kukar 656 Orang
• Lagi, Satu Pasien Covid-19 di Kubar Meninggal, Kasus Positif pun Bertambah
• Jam Malam Diberlakukan, Puji Berharap Pelanggar Masker Berkurang Sehingga Kasus Covid-19 Menurun
• Kecamatan Penajam Paling Tertinggi Jumlah Kasus Covid-19, Ada 51 Kasus
Memperparah kondisi pasien masih menurut Dicky, happy hypoxia bisa menyebabkan banyak kasus pasien covid-19 menjadi semakin parah.
"Dan ini adalah salah satu fenomena yang akhirnya juga menyebabkan banyak kasus yang tadinya dari derajat sedang menjadi lebih parah atau kritis, karena perubahannya bisa sangat cepat," ungkapnya.
covid-19 banyak disebut sebagai satu penyakit yang memiliki 1.000 wajah atau dengan keluhan yang berbeda-beda, sehingga cukup sulit untuk mendeteksinya.
"Kecuali dengan pemeriksaan fisik yang teliti, yang hati-hati juga, termasuk ditunjang dengan pemeriksaan penunjang seperti PCR ataupun pemeriksaan rontgen dan CT Scan," jelas Dicky. (*)