BANTUAN Kuota Data Internet untuk Pelajar, Guru, dan Dosen, Jadwal Penyaluran Mulai 22 September

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengumumkan tahapan penyaluran kuota data internet untuk Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Siswa belajar di bawah kolong rel kereta api Mangga Besar Jakarta Rabu (19/8/2020). Siswa mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan memanfaatkan internet gratis yang disediakan oleh sejumlah donatur. 

Sementara itu, akibat pandemi virus corona, mengakibatkan pembelajaran tatap muka di sejumlah sekolah dilaksanakan secara online.

Akan tetapi, model pembelajaran yang akrab disebut dengan Pembelajaran Jarak Jauh ( PJJ) ini tak selamanya lancar, sejumlah kendala dihadapi para siswa, di antaranya masalah kuota, maupun sinyal internet.

Melansir Kompas.com (7/8/2020) Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan, pembelajaran jarak jauh selama pandemi covid-19 menimbulkan dua dampak serius, yakni ancaman putus sekolah dan risiko generasi yang hilang.

Oleh karena itu, pihaknya mengizinkan pembelajaran tatap muka dilakukan untuk sekolah yang berada di wilayah zona hijau dan kuning, akan tetapi pembelajaran tatap muka tersebut bergantung kebijakan pemda, kepala sekolah, serta orang tua murid.

"Walau boleh, tapi bukan berarti harus. Kita masih mementingkan otonomi prerogratif setiap kepala daerah, kepala sekolah, dan orangtua," kata dia.

Pengamat pendidikan sekaligus Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Drs Koentjoro menilai, harus ada kejelasan dahulu terkait dengan sistem zonasi untuk pembukaan sekolah yang ada saat ini, zonasi harus dipastikan berlaku baik bagi murid, sekolah atau gurunya.

“Ada atau tidak ada PJJ dasarnya satu, sekolah boleh diselenggarakan kalau zona kuning dan hijau. Terus dasarnya apa, apakah kuning hanya sekolah di zona kuning terus gurunya dari zona apa? Muridnya apa? Enggak jelas,” ujar Koentjoro saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.

Pihaknya menekankan mengenai pentingnya pembagian sistem zonasi yang tidak hanya didasarkan lokasi sekolah yang hanya berada di tingkat kabupaten atau kecamatan.

Akan tetapi menurutnya, sistem zonasi ini harus diperkecil sampai ke tingkat kelurahan, dengan mempertimbangkan pula zonasi dari siswa dan guru.

“Kata kunci covid-19 ada di pergerakan manusia. Artinya dasarnya bukan di sekolah di zona kuning, hijau. Tapi guru dan murid-muridnyanya dari zona mana?” kata dia.

Ia menjelaskan, permasalahan yang dihadapi saat ini adalah anak-anak sudah mulai bosan belajar di rumah karena salah satunya mereka belajar di rumah didampigi orangtuanya yang belum tentu mengerti materi.

Sehingga menurut Koentjoro, perlu ada pengoptimalan dari fungsi kelompok masyarakat guna mengatasi hal tersebut, salah satu yang bisa dilakukan menurutnya adalah dengan memanfaatkan kelurahan-kelurahan yang ada di wilayah.

Kelurahan ataupun instansi pemerintah menurutnya bisa memberi akses wifi untuk para murid, selain itu, menurutnya dapat dilakukan pengoptimalan pembelajaran di kelurahan-kelurahan dengan sistem pemberdayaan.

“Artinya guru-guru datang ke kelurahan untuk belajar di situ. Atau pemberdayaan, yang senior ngajari junior, yang senior diajari gurunya,” jelas dia.

 Sedang Pesta Miras dan Hendak Berhubungan Badan, Belasan Pemuda di Polman Diamankan

 Nasib Nastiti Wikan, Jawab 100 Persen Benar di Ujian SKB Belum Tentu Jadi PNS, BKN Beber Penyebabnya

 LAPOR ke Kemnaker Jika BLT Rp 600.000 Belum Masuk Rekening, KLIK bantuan.kemnaker.go.id/support/home

 RESAH, BLT 600 Ribu Belum Masuk Rekening, WhatsApp 08119115910 & Klik sso.bpjsketenagakerjaan.go.id

Adapun guru dalam pembelajaran ini menurutnya bisa berasal dari kalangan masyarakat di wilayah tersebut.

Sumber: Tribunnews
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved