Gerakan 30 September
Pencipta 'Gendjer gendjer' Menghilang Usai G30S, Benarkah Lagu Ini Mars PKI? Simak Faktanya
Pencipta 'Gendjer gendjer' menghilang seusai G30S, benarkah lagu ini mars PKI? simak faktanya.
Sejarawan yang juga akademisi Jurusan Sejarah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, mengatakan sejak dahulu sayur genjer telah menjadi makanan keseharian wong cilik.

"Wong cilik terbiasa mengolah bahan yang ada di sekitarnya, termasuk genjer atau paku rawan (limnocharis flava). Sayuran ini cukup akrab dalam ekologi persawahan," kata Heri saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (28/9/2019).
Petani desa dahulu mengandalkan persawahan dan tumbuhan di lingkungan sekitar untuk santapan ini.
3. Dipercaya baik bagi kesehatan
Masyarakat Jawa pada umumnya sejak dulu meyakini bahwa genjer berguna bagi kesehatan.
Tanpa harus bicara khasiat yang terukur lewat kerja laboratorium, mereka tetap menyantap sayur genjer.
Heri mengatakan, kakek moyang orang Jawa meyakini segala sayuran yang tumbuh di pekarangan maupun persawahan pasti memiliki manfaat bagi tubuh.
Baca juga: Virus Corona Rambah 5 Perumahan di Balikpapan Utara dan Selatan
Baca juga: Kabar 2 Warga Binaan Meninggal dan 1 Probable Covid-19, Rutan Klas II A Samarinda Angkat Bicara
Baca juga: Jika Terbukti Ada Pelanggaran Kampanye di Samarinda Seberang Bawaslu Siapkan Sanksi Sampai Masuk Bui
Baca juga: Nonton Live Streaming Mata Najwa Trans 7 Malam Ini, Najwa Shihab Ganti Tema Karena Menkes Terawan
"Sayuran bagian dari tombo atau ramuan," kata Heri.

Ia menjelaskan hal ini dipahami dengan metode 'ilmu'.
Pengalaman empiris masyarakat Jawa menikmati sayuran genjer menghasilkan kesimpulan bahwa sayuran ini tidak beracun.
"Makanya genjer terus hidup dan berhasil menerobos sekat waktu, walau hanya akrab di dunia wong cilik," tuturnya. (*)