Demo Tolak UU Omnibus Law
Beredar di WhatsApp, Pesan Berantai Ajakan Demo Tolak UU Cipta Kerja, Agenda 13 Oktober 2020
Telah beredar di WhatsApp, berupa pesan berantai ajakan demo menolak UU Cipta Kerja. Jadwal di agendakan 13 Oktober 2020
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Telah beredar di WhatsApp, berupa pesan berantai ajakan demo menolak UU Cipta Kerja. Jadwal di agendakan 13 Oktober 2020.
Sebuah pesan berantai berisi ajakan untuk berunjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Istana Negara, Jakarta, beredar di aplikasi WhatsApp (WA), Senin (12/10/2020).
Dalam pesan berantai itu tertulis, unjuk rasa digelar sebagai bagian dari bentuk pernyataan sikap sejumlah ormas terhadap UU Cipta Kerja.
"*Breaking News* Pernyataan Sikap Bersama FPI, GNPF Ulama, PA 212 Dan HRS Center Tentang Penolakan Terhadap UU Ciptaker," dikutip Tribunnews.com sebagaimana tertulis dalam pesan berantai itu.
Baca Juga: Kota Tarakan jadi Pilot Project Penukaran Minyak Jelantah dengan Emas, Hitungan Minimal Rp 10.000
Baca Juga: Dorong Pertumbuhan Investasi, PLN Kaltimra Beber Sistem Kelistrikan Kalimantan Surplus Hingga 600 MW
Unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Istana Merdeka oleh sejumlah ormas itu akan digelar pada Selasa, 13 Oktober 2020, besok.
Dalam pesan berantai itu turut tertulis ajakan kepada para pelajar STM dan SMA untuk bergabung dalam aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Istana Merdeka.
Selain itu, dijelaskan pula bahwa aksi unjuk rasa itu akan digelar di Istana Merdeka pada Selasa besok mulai pukul 13:00 WIB sampai presiden lengser.
"Hari : Selasa
Tgl. : 13 Oktober 2020
Jam : 13.oo sampai Jokowi Lengser
Titik Kumpul : Istana Presiden RI
Dikutip Tribunnews.com dari pesan berantai itu.
*Berikut isi lengkap pesan berantai ajakan demo tolak UU Cipta Kerja yang diterima Tribunnews.com.*
*Breaking News* Pernyataan Sikap Bersama FPI, GNPF Ulama, PA 212 Dan HRS Center Tentang Penolakan Terhadap UU Ciptaker
===============
*PERHATIAN PENTING*
*DAN MENDESAK*
*DIHARAP SEGENAP SELURUH RAKYAT, MAHASISWA, BURUH, PELAJAR STM, SMK, KARYAWAN, PETANI, NELAYAN, OJOL, PKL, INTELEKTUAL, ITE, PROFESIONAL, ORMAS, MAJELIS TAKLIM, PESANTREN, PADEPOKAN, SUPRANATURAL BANTEN, JABAR, JATENG, JATIM, BALI, MADURA, KALIMANTAN, SULAWESI, SUMATERA, MALUKU, PAPUA*
UNTUK BERGABUNG DALAM ACARA DEMO OMNIBUS LAW
*DEMO OMNIBUS LAW*
*DI ISTANA PRESIDEN RI*
Hari : Selasa
Tgl. : 13 Oktober 2020
Jam : 13.oo sampai Jokowi Lengser
Titik Kumpul : Istana Presiden RI
Kontak : 08 777 312 1961
Ustadz Damai Hari Lubis
Digawangi FPI, GNPF, PA 212 dan Puluhan Ormas
Inilah jadwal aksi protes UU Cipta Kerja di Istana Negara di Kota Jakarta.
Gerak akan digawangi oleh FPI, GNPF, PA 212 dan Puluhan Ormas lainnya.
Aksi penolakan terhadap disahkannya Undang-undang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja masih berlanjut.
Gabungan aliansi, yang mayoritas berbasis agama, pada Selasa 13 Oktober 2020 dijadwalkan akan turun ke jalan untuk memprotes Undang-undang Cipta Kerja.
Aksi unjuk rasa dimotori oleh Ormas Front Pembela Islam, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa ( GNPF ) Ulama, PA212 dan puluhan ormas lainnya.
Baca Juga: Tahun Ini Pengadilan Negeri Tenggarong Menerima Banyak Perkara Pengajuan Perceraian dari Wanita
Baca Juga: Kecelakaan Maut Daerah Taman Tiga Generasi Balikpapan, 1 Orang Tewas, Diduga Ada yang Tenggak Miras
Baca Juga: Kondisi Fasilitas Umum Dermaga Apung Sambaliung Berau Buruk, Bocor Nyaris Tenggelam di Dasar Sungai
Dalam poster resmi yang dibagikan di akun HRS Center, aksi akan dilakukan serempak di seluruh Indonesia pada 13 Oktober mendatang.
Gabungan aliansi menamakan diri sebagai Aliansi Nasional Anti Komunis (Anak NKRI).
Sementara, di Jakarta, aksi akan dipusatkan di Istana Negara mulai pukul 13.00 WIB.
Sebelumnya, FPI, GNPF Ulama, PA 212 dan HRS Center menggelar jumpa pers bersama tentang penolakan terhadao UU Cipta Kerja.
"Mengamati perkembangan politik, hukum, yang semakin menjauh dari cita-cita nasional sebagaimana yang tercantum dalam mukadimah UUD 1945," ujar Slamet Maarif mewakili aliansi, dalam video yang dilihat Wartakotalive.com, Minggu (11/10/2020).
"Kebijakan penyelengaraan negara telah mendegradasi prinsip kedaulatan rakyat dan paham negara kesejahteraan dengan mengutamakan kepentingan oligarki kapitalis," imbuhnya
"Rezim lebih mengutamakan kepentingan geo-politik RRC dengan tetap mendatangkan tenaga asing yang berpaham komunis, tetap menggelar pilkada di tengah ancaman covid-19 demi politik dinasti.
Di sisi lain, tindakan penyalagunakan kekuasaan, pesekusi, intimidasi dan kriminalisasi masih terus berlangsung," imbuhnya.
Seiring dengan itu, sebutnya, pemerintah mengajukan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang kini disahkan menjadi undang-undang.
"Kesemuanya itu menunjukkan penyelenggaraan negara di bawah kepemimpinan yang dzalim, yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan yang berdasarkan Pancasila.
Baca Juga: Tarif Tertinggi RT-PCR Rp 900 Ribu, Jubir Satgas Covid-19 Kaltara Agust Suwandy Angkat Bicara
Baca Juga: Hari Ini Demo Mahasiswa di Balikpapan Ricuh, Tuntut Pagar Duri Dibuka dan Tolak UU Cipta Kerja
Rakyat telah dikorbankan, masa depan keutuhan dan kedaulatan negara terancam dengan kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang," jelasnya.
Sementara itu, dalam siaran persnya, aliansi menyatakan mendukung aksi buruh, mahasiswa dan pelajar dalam memperjuangkan penolakan terhadap Undang-undang Cipta Kerja ( Omnibus Law ).
Maupun aksi-aksi dalam segala bentuknya baik berupa mogok maupun hak untuk menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul menyuarakan kepentingan rakyat.
Kemudian, aliansi menasehati dan meminta pemerintah beserta seluruh lembaga dan aparat negara untuk menghentikan kezdaliman terhadap rakyat sendiri.
Baca Juga: Kota Tarakan jadi Pilot Project Penukaran Minyak Jelantah dengan Emas, Hitungan Minimal Rp 10.000
Baca Juga: Dorong Pertumbuhan Investasi, PLN Kaltimra Beber Sistem Kelistrikan Kalimantan Surplus Hingga 600 MW
Mereka juga menyerukan untuk segera membebaskan tanpa syarat seluruh demonstran yang ditangkap dan menghentikan penyiksaan terhadap para demonstran yang masih dalam tahanan.
Selain itu, FPI, GNPF Ulama, PA 212 dan HRS Center juga mengajak semua elemen bangsa untuk bangkit berjuang dan menghentikan kezdaliman dengan segala daya upaya yang dimiliki.
“Mendesak segera dikeluarkan Perppu untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja dan Menuntut Partai Partai pendukung pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja untuk segera membubarkan diri karena telah menjadi kepanjangan tangan kepentingan Cukong Aseng dan Asing daripada menjadi penyalur aspirasi rakyat.”
PBNU tolak UU Cipa Kerja
Sikap PBNU sendiri menolak terhadap pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan akan melakukan uji materi atau judicial review Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Nahdlatul Ulama membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi," kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dalam keterangan tertulis
"Upaya hukum adalah jalur terbaik dan terhormat dalam mencari keadilan dibanding mobilisasi massa," imbuh Said.
Kiai Said juga menegaskan NU menolak UU Cipta Kerja yang baru disahkan Senin (5/10/2020) lalu.
Menurutnya, UU tersebut jelas merugikan rakyat kecil dan menguntungkan kapitalis.
Said menyoroti keberadaan pasal pendidikan yang termaktub dalam UU Cipta Kerja.
Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 26 poin K yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha.
Baca Juga: Jadwal Penerapan Sanksi Tidak Pakai Masker di Samarinda, Pelanggar akan Disidang Yustisi
Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku
Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia
Kemudian Pasal 65 yang menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Ciptaker itu.
Said menegaskan bahwa lembaga pendidikan bukanlah sebuah perusahaan. Ia menilai pasal tersebut dapat melahirkan potensi pendidikan yang disulap sebagai sebuah entitas untuk mencari untung atau komersil.
"Sektor pendidikan termasuk bidang yang semestinya tidak boleh dikelola dengan motif komersial murni," jelas Said.
Said juga menyoroti sistem kontrak kerja yang selama ini menjadi momok menakutkan bagi para buruh atau pekerja. Ia mengaku cukup memahami aspirasi dan penolakan dari buruh terkait hal itu.
Said memahami pengurangan komponen hak-hak pekerja seperti uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian mungkin menyenangkan investor. Namun, di sisi lain merugikan jaminan hidup laik bagi kaum buruh dan pekerja.
Lebih lanjut, Said juga menyinggung soal sertifikasi halal. Menurutnya, dalam Pasal 48 UU Cipta Kerja telah mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Hal tersebut dinilai mengokohkan pemusatan dan monopoli fakta kepada satu lembaga saja.
"Semangat UU Ciptaker adalah sentralisasi, termasuk dalam sertifikat halal," kata dia.
Menurut Said, sentralisasi dan monopoli fatwa di tengah antusiasme syariah yang tumbuh dapat menimbulkan kelebihan beban yang mengganggu keberhasilan program sertifikasi.
Selain itu, kata Said, UU Cipta Kerja itu juga akan mengokohkan paradigma bias industri dalam proses sertifikasi halal, karena kualifikasi auditor sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 adalah sarjana bidang pangan kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga atau pertanian.
Maka dari itu, Said meminta warga NU harus memiliki sikap yang tegas dalam menilai UU Cipta Kerja. Ia menegaskan kepentingan rakyat kecil tetap harus diperjuangkan.