Buruh Tolak Omnibus Law
Pimpinan Cabang SPKEP SPSI Berau Tegas Tolak Omnibus Law Khusus di Klaster Ketenagakerjaan
Gelombang penolakan terhadap Undang-undang Omnibus Law terus terjadi di sejumlah daerah, tak terkecuali di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
Penulis: Ikbal Nurkarim | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Gelombang penolakan terhadap Undang-undang Omnibus Law terus terjadi di sejumlah daerah, tak terkecuali di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Massa aksi kali ini datang dari Pengurus Cabang SPKEP SPSI Berau yang menggelar Audiensi dengan pimpinan DPRD dan perwakilan dari pemerintah daerah di ruang rapat gabungan komisi kantor DPRD Berau Jl Jendral Gatot Subroto, Kecamatan Tanjung Redeb, Berau, Selasa (13/10/2020).
Sekertaris pimpinan cabang federasi serikat pekerja kimia energi dan pertambangan serikat pekerja seluruh Indonesia (PC SPKEP SPSI) Berau Munir menegaskan tuntutannya cukup sederhana yakni mencabut Omnibus Law khusus klaster Ketenagakerjaan.
"Tuntutan kami dalam hal ini pertama agar pemerintah pusat atau Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) untuk mencabut Omnibus Law khusus di klaster Ketenagakerjaan. Dari 11 klaster atau 79 UU yang dimuat dalam Omnibus Law atau UU sapu jagat ini kami tidak mau mengerocoki atau masuk dalam klaster lainnya," jelas Munir.
Baca Juga: Target PAD Balikpapan Turun, Realisasi Capaian Hampir 100 Persen
Baca Juga: Kepala DP3A Kukar Imbau Orangtua Dampingi Anaknya Saat Bermain Smartphone
Baca Juga: BREAKING NEWS Hari Ini SPSI Berau Demo UU Cipta Kerja, Gelar Audiensi dengan DPRD dan Pemkab
"Kami hanya fokus terkait ketenaga kerjaan ini dan saya harap DPRD Berau maupun pemerintah mendukung aksi kami ini," tuturnya.
Karena UU Omnibus Law atau cipta lapangan kerja telah disahkan oleh DPR RI beberapa waktu lalu, Munir menegaskan agar presiden bisa mengeluarkan Perpu.
"Untuk itu permintaan kami sederhana agar pemerintah pusat maupun DPR RI mencabut UU Omnibus Law khusunya klaster Ketenagakerjaan, karena terlanjur sudah disahkan maka kami meminta presiden untuk menerbitkan Perpu," tuturnya.
Sekertaris SPKEP SPSI Berau itu menyebutkan dalam audiensi dengan DPRD dan Pemerintah Daerah, lembaga eksekutif dan legislatif itu sigap menanggapi aspirasi buruh yang cukup serius dan genting tersebut.
Meski demikian bila tuntutan tak dipenuhi pemerintah maupun DPR RI mereka juga mengancam bakal melakukan aksi dengan turun kejalan tanpa harus Audiensi lagi
"Aspirasi kami sudah sampaikan dengan cara diplomasi jika aspirasi kami tidak ditanggapi, jangan salah kan kami jika kami turun kejalan menyuarakan aspirasi kedzaliman DPR maupun pemerintahan pusat yang merampas hak buruh khusus di Berau," tutupnya.
Gelar Audiensi dengan DPRD dan Pemkab
Gelombang penolakan terhadap Undang-undang Omnibus Law, UU Cipta Kerja, terus terjadi di sejumlah daerah, tak terkecuali di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Massa aksi kali ini datang dari Pengurus Cabang SPKEP SPSI Berau yang menggelar audience dengan pimpinan DPRD Berau dan perwakilan dari pemerintah daerah.
Pertemuan dilakukan di ruang rapat gabungan komisi kantor DPRD Berau Jl Jendral Gatot Subroto, Kecamatan Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur pada Selasa (13/10/2020).
Ketua dewan pimpinan cabang SPSI Berau, Munir, menyebutkan audience dilakukan dengan berbagai pertimbangan termasuk pandemi Corona atau covid-19 yang masih mewabah saat ini.
Baca Juga: Tahun Ini Pengadilan Negeri Tenggarong Menerima Banyak Perkara Pengajuan Perceraian dari Wanita
Baca Juga: Kecelakaan Maut Daerah Taman Tiga Generasi Balikpapan, 1 Orang Tewas, Diduga Ada yang Tenggak Miras
Baca Juga: Kondisi Fasilitas Umum Dermaga Apung Sambaliung Berau Buruk, Bocor Nyaris Tenggelam di Dasar Sungai
"Agenda kami awalnya aksi damai dengan estimasi massa 5 ribu orang, namun setelah mempertimbangkan beberapa hal termasuk karena pandemi covid-19 maka kami pikirkan keselamatan anggota," jelas Munir dihadapan ketua DPRD Berau.
"Sehingga ada masukan aksi damai bisa dilakukan di ruangan ini (ruang rapat gabungan) sehingga aspirasi kami bisa terserap dan dilakukan juga meminta DPRD Berau dan Pemda mengakodir tuntutan kami soal penolakan Omnibus Law khusus di klaster ketenaga kerjaan," tuturnya.
Meski demikian buruh yang tergabung dalam DPC SPKEP SPSI Berau mengancam bakal melakukan aksi dengan turun ke jalan bila tuntutannya tidak dipenuhi.
Gerakan Mahasiswa Turun ke Jalan
Sebelumnya penolakan UU Cipta Kerja, Omnibus Law juga datang dari Aliansi Mahasiswa Berau Bergerak (Ambur).
Mereka menggelar unjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Berau, pada Senin (12/10/2020) kemarin.
Tepat di depan gedung wakil rakyat, peserta aksi dari berbagai organisasi kemahasiswaan itu, memblokade jalan.
Petugas Kepolisian, TNI, Satpol-PP mengawal dan mengamankan jalannya unjuk rasa bahkan mengalihkan arus lalu lintas didepan kantor DPRD Berau.
Tuntut Cabut UU Cipta Kerja
Ratusan mahasiswa perguruan tinggi kembali aksi unjuk rasa di DPRD Kaltim. Mahasiswa menuntut agar pemerintah mencabut UU Cipta Kerja, Senin (12/10/2020).
Ratusan mahasiswa yang tergabung di Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) melakukan aksi longmarch dari Islamic Center.
Mereka tiba di depan kantor DPRD Kaltim pukul 14.45 wita.
Baca juga: BREAKING NEWS Tolak Omnibus Law, Mahasiswa di Berau Juga Gelar Unjuk Rasa di Kantor DPRD
Baca juga: Terjawab Draft Final UU Cipta Kerja Resmi Bukan 905 Halaman, Ada Tambahan, Mau Diserahkan ke Jokowi
Baca juga: NEWS VIDEO Heboh 'Anak Sultan' Ikut Demo UU Cipta Kerja, Outfitnya Mahal, Helm Hingga Sarung Tangan
Beberapa mahasiswa membawa poster untuk meminta mencabut Omnibus Law. Orator aksi membuktikan unjuk rasa kali ini secara damai.
"Angkat tangan kiri kalian, angkat tangan kanan kalian juga. Kita tidak membawa batu bapak-bapak," ucap salah satu peserta aksi.
UU Cipta Kerja Memberi Banyak Manfaat
Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi disahkan menjadi Undang-undang Cipta Kerja ( UU Cipta Kerja ) melalui rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020) kemarin.
Payung hukum ini menuai banyak sekali kontroversi.
Mulai sejak direncanakan hingga di ketuk palu. Teriakan penolakan tak henti ditemui, baik secara langsung maupun ujaran di sosial media.
UU Cipta Kerja memuat 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya mengatur mengenai Ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Indonesia Hari Ini, 24 Jam Terakhir Tambah 4.007 Kasus Baru Covid-19
Baca Juga: Presiden Jokowi Tekankan Pentingnya Optimisme dan Keseimbangan Hadapi Pandemi Virus Corona
Namun dinilai banyak pasal kontroversial yang memicu amarah masyarakat.
Di antaranya pasal 59 tentang jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Dimana jangka waktunya, kegiatan pekerjaan dan perpanjangan diatur pemerintah.
Juga pasal 79 ayat (2) huruf (b) yang memberikan waktu libur sehari dalam sepekan, dimana sebelumnya 2 hari.
Menurut akademisi hukum di Kota Balikpapan, Piatur Pangaribuan, bagi orang yang tidak paham akan regulasi ini memang menjadikan undang-undang ramai dibahas.
"Saya ambil dari sisi makro, sekarang itu dalam menyelesaikan persoalan, harus lintas ilmu. Enam bulan lalu saya juga dari Belanda, di sana jika menyelesaikan persoalan, sangat efektif jika lintas sektoral," mulainya.
Baca Juga: Jadwal Penerapan Sanksi Tidak Pakai Masker di Samarinda, Pelanggar akan Disidang Yustisi
Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku
Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia
Menurutnya, lintas ilmu sangat penting untuk menyatukan beragam perspektif.
Ia mencontohkan, dalam menyelesaikan perkara peradilan, jika ngotot hanya satu UU saja, maka kasus tersebut akan jalan di tempat.
"Namun jika kita melihat titik temu dari simpul-simpul ini, akan jauh lebih efektif," imbuhnya.
Titik temu yang dimaksud adalah pengusaha, investor, buruh dan lainnya yang terkait. Oknum yang akan memutar roda sistem dengan lancar.
Menurutnya, selama ini sering terjadi ketidakselarasan antar pemberi kerja dan pekerja.
Untuk itu negara hadir. Jika tidak ada yang berani mencari konklusi, maka pihak tersebut akan jalan masing-masing.
Baca Juga: Plt Bupati Kukar Chairil Anwar Pimpin Rakor Aparatur, Persiapan Pilkada Kukar Kecamatan Loa Kulu
Baca Juga: Warga Karang Asam Ulu Samarinda Butuh Lampu Penerangan Jalan, Curhatan ke Calon Walikota Andi Harun
Tentu ada beberapa irisan yang negatif, tetapi irisan itu jauh lebih minim dampaknya daripada dampak besarnya.
"Jika kita melihat dari multi perspektif, kita akan bisa memahami bahwa lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya. Memang ada beberapa irisan, tapi itu minoritas dari mayoritas," urainya.
Ia melanjutkan, jika kondisi sebelum adanya UU Cipta Kerja berlangsung, perekonomian tidak akan berjalan sesuai harapan.
Secara otomatis APBD tidak akan terisi, baik APBD Kabupaten Kota hingga APBN.
"Bahkan mungkin pernyataan saya ini, banyak kawan-kawan yang tidak sepakat. Tapi bisa diuji nanti, satu dua tahun ke depan, apakah pertumbuhan ekonomi dan penanaman investasi tumbuh? Jawabannya menunggu waktu itu," pungkasnya.
(TribunKaltim.co/Ikbal Nurkarim)