Demo Tolak UU Omnibus Law
Serikat Buruh Penajam Paser Utara Demo Tolak UU Cipta Kerja, Minta Dukungan DPRD dan Bupati AGM
Serikat buruh Kabupaten Penajam Paser Utara yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan Indonesia (FSP Kahutindo)
TRIBUNKALTIM.CO, PENAJAM - Serikat buruh Kabupaten Penajam Paser Utara yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan Indonesia (FSP Kahutindo) mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Penajam Paser Utara ( DPRD PPU ) Kalimantan Timur, menyuarakan penolakan undang- undang atau UU Cipta Kerja atau UU Omnibus Law.
Para buruh berbondong dan berkumpul di depan Kantor DPRD PPU tepat sekira pukul 11.30 Wita.
Dari pantauan TribunKaltim.co, nampak sejumlah pendemo membawa sepanduk dan poster besar bertuliskan "Pak Presiden Joko Widodo Tolong Segera Terbitkan PERPPUU Untuk Mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja, Untuk Masa Depan Kami dan Generasi Berikutnya" dan banyak lagi.
Ketua FSP Kahutindo, Asrul Paduppai, menyampaikan 4 tuntutan atau alasan penolakan UU Cipta Kerja itu kepada anggota DPRD PPU untuk disampaikan kepada pemerintah pusat.
"Pertama penghapusan dan perubahan pasal-pasal yang mengatur tentang ketentuan upah pekerja sehingga upah pekerja makin menurun nilainya bahkan sanksi-sanksi yang mengatur tentang pelanggaran pembayaran upah di bawah ketentuan malah dihilangkan," kata Asrul, Kamis (14/10/2020).
Baca Juga: Diet Air Putih Selama 5 Tahun, tak Makan di Tengah Malam, Lihat Perubahan Tubuh Pelawak Yadi Sembako
Baca Juga: Kiat Khusus Shin Tae-yong Jelang Timnas U19 Indonesia vs Makedonia Utara, Garuda Muda Bakal Garang
Kedua adalah tidak adanya batasan-batasan dalam penempatan pekerja diantara kegiatan utama perusahaan dengan kegiatan penunjang dikarenakan dihapusnya pasal 64 dan pasal 65 UU no 12 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Ketiga, makin mudahnya pengusaha melakukan PHK terhadap pekerja dengan dihapus dan dirubahnya pasal 151, 152 sn 154 UU no 13 tahun 2003.
Keempat, bahwa dengan dihapusnya nilai pesangon yang diatur sebelumnya dalam pasal 161, 162,163, 164,165, 166, 167, 168, 169, 170, 171 dan 172 UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sehingga berpengaruh kepada dampak para buruh atau pekerja.
Adapun para buruh meminta kepada Bupati PPU, Abdul Gafur Mas'ud dan Ketua DPRD PPU, Jhon Kenedy untuk mendukung mereka dengan membuat pernyataan penolakan bersama.
"Sehingga atas dasar ini kami menolak atas disahkannya UU omnibus law Cipta Kerja serta meminta penolakan kami juga didukung oleh Bupati Kabupaten PPU, Abdul Gafur Mas'ud dan ketua DPRD PPU dengan membuat pernyataan penolakan bersama atas disahkannya UU tersebut," kata Asur.
6 Klaster Pelaku Kerusuhan dalam Demonstrasi UU Cipta Kerja
Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( Peneliti LIPI ), Prof Hermawan Sulistyo, mengatakan kerusuhan yang terjadi bersamaan aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020), telah direncanakan dan terorganisasi.
Kalau tidak terorganisir tidak mungkin ada ribuan orang bisa turun bareng-bareng.
Sebenarnya tidak sulit melacak dari digital forensik," kata Hermawan dalam dialog Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Senin (12/10/2020).
Baca Juga: Tahun Ini Pengadilan Negeri Tenggarong Menerima Banyak Perkara Pengajuan Perceraian dari Wanita
Baca Juga: Kecelakaan Maut Daerah Taman Tiga Generasi Balikpapan, 1 Orang Tewas, Diduga Ada yang Tenggak Miras
Baca Juga: Kondisi Fasilitas Umum Dermaga Apung Sambaliung Berau Buruk, Bocor Nyaris Tenggelam di Dasar Sungai
Hadir pula dalam diskusi tersebut tenaga ahli Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian, dan Deklarator KAMI ( Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ), Refly Harun.
Percakapan yang terekam dalam jejak digital bisa menjadi indikasi para pihak yang diduga terlibat.
Hermawan menjelaskan ada enam klaster kelompok yang terlibat dalam kerusuhan tersebut.
1. Klaster pertama adalah mereka yang hanya sekadar ikut-ikutan, senang diajak demonstrasi dan tahu akan ada kekerasan.
"Itu biasa kalau kita tahu karakter anak-anak dalam SMA yang terbiasa dalam lingkungan tawuran. Biasanya korbannya yang ini," kata Hermawan.
Baca Juga: Kepala DP3A Kukar Imbau Orangtua Dampingi Anaknya Saat Bermain Smartphone
Baca Juga: BREAKING NEWS Hari Ini SPSI Berau Demo UU Cipta Kerja, Gelar Audiensi dengan DPRD dan Pemkab
2. Kelompok yang mengajak-ajak temannya.
"Biasa ada 5 orang, setengah ada kepentingan, setengah ada pengetahuan sedikitlah."
3. Ketiga adalah mereka yang mengajak dan berbekal materi.
"Dari yang tertangkap itu ada yang bawa uang. Rp 50 ribu khusus untuk nimpuk/melempar. Janjinya dibayar di belakang begitu ketangkap mereka bingung," kata Hermawan.
4. Keempat mereka yang punya konsep di level regional. Misalnya pada kasus yang terjadi di Yogyakarta di Medan.
"Itu klaster regional yang punya kemampuan lebih tinggi lagi," kata Hermawan.
5. Klaster kelima adalah mereka yang juga konseptor tapi punya beragam kepentingan.
6. Klaster keenam adalah mereka yang termasuk dalam kelompok pemberi dana.
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Samarinda, Rapid Test 100 Relawan Lebih, Sasar yang di Garda Terdepan
Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia
Baca Juga: Kegunaan Pakai Masker, Mahfud MD Ingatkan untuk Tidak Diserang dan Pindahkan Corona ke Orang Lain
"Di puncaknya mendanai dan menjadi konseptor untuk lanjutannya. kalau kita lihat misalnya ada stamenten besok tanggal 13 kita ramaikan, tanggal 14 jokowi turun, itu di klaster paling atas," ujar Hermawan.
Menurut Hermawan, biasanya penyelidikan untuk mengungkap dalang kerusuhan ini terputus di antara klaster tiga dan empat.

Adapun menurut Hermawan, pendemo dari kalangan mahasiswa dan buruh ada di kelompok yang berbeda.
Mereka tidak termasuk dalam klaster yang dijelaskan di atas.
"Klaster ini beririsan dengan kelompok-kelompok lebih ideologis yang berjuang untuk kepentingan ideologis maupun untuk kepentingan partai di sisi sebelah," jelas Hermawan.
Tidak Ada Batas Jelas
Hermawan menyayangkan aksi-aksi mahasiswa yang tidak memberi batas jelas untuk memisahkan dari kelompok perusuh.
Pada era demonstrasi tahun 1998, mahasiswa membuat batas dari tali rafia untuk membedakan dengan massa nonmahasiswa.
Sebelumnya, pemerintah melempar dugaan adanya dalang intelektualis di balik kerusuhan yang terjadi saat aksi menolak UU Cipta Kerja pada Kamis 8 Oktober 2020.
Menurut Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, kerusuhan tersebut telah direncanakan dan terorganisasi.

Mahfud MD mengatakan, aparat tidak menangkap satu pun orang karena melakukan demo tanpa terlibat aksi kerusuhan.
"Puluhan ribu (yang demo) tidak diapa-apain. Ada 243 orang (ditangkap) itu karena merusak, melempar, menjarah, membakar itu yang sekarang ditangkap," kata Mahfud MD dalam tayangan Kompas TV Minggu (11/10/2020).
Baca Juga: Jadwal Penerapan Sanksi Tidak Pakai Masker di Samarinda, Pelanggar akan Disidang Yustisi
Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku
Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia
Mahfud mengatakan terkait kerusuhan, terjadi pola yang sama di berbagai kota yang menguatkan dugaan kerusuhan telah direncanakan.
"Pastilah by design, karena polanya sama, ada demo besar ada yang bikin coret-coretan membakar," kata Mahfud menjawab pertanyaan wartawan tentang dugaan serupa yang dilontarkan oleh Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Peneliti Senior LIPI Jelaskan 6 Klaster Pelaku Kerusuhan saat Demo Tolak UU Cipta Kerja, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/10/14/peneliti-senior-lipi-jelaskan-6-klaster-pelaku-kerusuhan-saat-demo-tolak-uu-cipta-kerja?page=all
(TribunKaltim.co/Dian Mulia Sari)