Demo Tolak UU Omnibus Law

Demo Mahasiswa Tolak UU Cipta Kerja di Balikpapan Unjuk Pentas Drama dan Lantunan Puisi

Kegiatan teatrikal dimulai dengan pertunjukan aksi drama dari organisasi Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia di Kota Balikpapan.

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO
Kegiatan teatrikal dimulai dengan pertunjukan aksi drama dari organisasi Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia di Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan TImur pada Kamis 15 Oktober 2020. TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN -Pelaksanaan unjuk rasa anti UU Cipta Kerja di Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur masih berlangsung.

Kali ini digawangi Demo Mahasiswa menolak Omnibus Law dengan gaya unjuk rasa yang berbeda dari sebelumnya.

Para mahasiswa melakukan protes terhadap UU Cipta Kerja dengan unjuk gigi pentas drama dan pamerkan seni puisi.

Kegiatan teatrikal dimulai dengan pertunjukan aksi drama dari organisasi Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia di Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan TImur.

Dimana pertunjukan tersebut memperlihatkan bagaimana calon wakil rakyat memenawarkan janji-janji sebelum masa pemilihan.

Namun ketika terpilih, calon wakil tersebut justru mengingkari janjinya sehingga memunculkan protes.

Aksi drama teater ini melibatkan lima pemeran. Dimana satu orang menjadi calon wakil rakyat. Selebihnya bermain peran sebagai rakyat dari ragam profesi.

Baca Juga: Ada 6 Klaster Pelaku Kerusuhan dalam Demonstrasi UU Cipta Kerja, Peneliti Senior LIPI Membeberkan

Baca Juga: Harap tak Ada Lagi Demo UU Cipta Kerja, Walikota Balikpapan Rizal Effendi Dekati Rektor Kampus

Baca Juga: Siap Tampung Aspirasi Massa Tolak UU Cipta Kerja Omnimbus Law, Ketua DPRD Balikpapan Berikan Syarat

Pertunjukan itu berlangsung sekira 10 menit. Dengan reaksi gurau massa aksi yang serempak bertepuk tangan.

Seusai aksi teater dram, dilanjutkan pembacaan puisi dari salah satu massa aksi dan orasi dari ragam kampus berbeda.

Dipagari Kawat Berduri

Massa mahasiswa yang aksi longmarch penolakan UU Cipta Kerja di mulai dari persimpangan Plaza Balikpapan sampai kepada gedung DPRD Balikpapan kurang lebih pukul 13.50 Wita, Kamis 15 Oktober 2020.

Pengamatan TribunKaltim.co, terlihat di depan gedung DPRD Balikpapan, sudah terpasang kawat duri yang mengelilingi gedung mulai dari pintu masuk hingga pintu keluar, menutupi jalan.

Dimana dari pagar duri tersebut, persis depan pintu masuk gedung DPRD Balikpapan, disiagakan sejumlah belasan aparat, baik dari Korps Brimob dan Polantas.

Sementara di seberang, kantor Walikota Balikpapan, pagar ditutup dan terpantau sekian Satpol PP yang berjaga di pagarnya.

Baca Juga: Pasar Properti di Balikpapan Bakal Sasar Milenial, Pandemi Corona Berefek Penjualan Menurun

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Balikpapan Kamis 15 Oktober 2020, Siang Hujan Petir Angin Barat Daya, Malam Berawan

Dari sudut massa aksi, terlihat saling bergantian untuk orasi.

Menyampaikan aspirasi perihal kebijakan dibalik pengesahan UU Cipta Kerja, Omnibus Law.

"Saat ini, Kota Balikpapan yyang kaya sumber alam dilindungi dengan Perwali. Tapi bagaimana jika Omnibus Law disahkan," teriak salah satu orator, Yoseph.

Seusai orasi, massa aksi melakukan rangkaian kegiatan teatrikal seperti pembacaan maupun musikalisasi puisi.

UU Cipta Kerja Memberi Banyak Manfaat

Konsep Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi disahkan menjadi Undang-undang Cipta Kerja ( UU Cipta Kerja ) melalui rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020) kemarin.

Payung hukum ini menuai banyak sekali kontroversi.

Mulai sejak direncanakan hingga di ketuk palu. Teriakan penolakan tak henti ditemui, baik secara langsung maupun ujaran di sosial media.

UU Cipta Kerja memuat 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya mengatur mengenai Ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.

Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Indonesia Hari Ini, 24 Jam Terakhir Tambah 4.007 Kasus Baru Covid-19

Baca Juga: Presiden Jokowi Tekankan Pentingnya Optimisme dan Keseimbangan Hadapi Pandemi Virus Corona

Namun dinilai banyak pasal kontroversial yang memicu amarah masyarakat.

Di antaranya pasal 59 tentang jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Dimana jangka waktunya, kegiatan pekerjaan dan perpanjangan diatur pemerintah.

Baca Juga: Menjamin Tidak Munculkan PHK dari Pola Penerapan Merger 3 Bank BUMN Syariah

Baca Juga: Diet Air Putih Selama 5 Tahun, tak Makan di Tengah Malam, Lihat Perubahan Tubuh Pelawak Yadi Sembako

Juga pasal 79 ayat (2) huruf (b) yang memberikan waktu libur sehari dalam sepekan, dimana sebelumnya 2 hari.

Menurut akademisi hukum di Kota Balikpapan, Piatur Pangaribuan, bagi orang yang tidak paham akan regulasi ini memang menjadikan undang-undang ramai dibahas.

"Saya ambil dari sisi makro, sekarang itu dalam menyelesaikan persoalan, harus lintas ilmu. Enam bulan lalu saya juga dari Belanda, di sana jika menyelesaikan persoalan, sangat efektif jika lintas sektoral," mulainya.

Baca Juga: Jadwal Penerapan Sanksi Tidak Pakai Masker di Samarinda, Pelanggar akan Disidang Yustisi

Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku

Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia

Menurutnya, lintas ilmu sangat penting untuk menyatukan beragam perspektif.

Ia mencontohkan, dalam menyelesaikan perkara peradilan, jika ngotot hanya satu UU saja, maka kasus tersebut akan jalan di tempat.

"Namun jika kita melihat titik temu dari simpul-simpul ini, akan jauh lebih efektif," imbuhnya.

Titik temu yang dimaksud adalah pengusaha, investor, buruh dan lainnya yang terkait. Oknum yang akan memutar roda sistem dengan lancar.

Menurutnya, selama ini sering terjadi ketidakselarasan antar pemberi kerja dan pekerja.

Untuk itu negara hadir. Jika tidak ada yang berani mencari konklusi, maka pihak tersebut akan jalan masing-masing.

Baca Juga: Plt Bupati Kukar Chairil Anwar Pimpin Rakor Aparatur, Persiapan Pilkada Kukar Kecamatan Loa Kulu

Baca Juga: Warga Karang Asam Ulu Samarinda Butuh Lampu Penerangan Jalan, Curhatan ke Calon Walikota Andi Harun

Tentu ada beberapa irisan yang negatif, tetapi irisan itu jauh lebih minim dampaknya daripada dampak besarnya.

"Jika kita melihat dari multi perspektif, kita akan bisa memahami bahwa lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya. Memang ada beberapa irisan, tapi itu minoritas dari mayoritas," urainya.

Ia melanjutkan, jika kondisi sebelum adanya UU Cipta Kerja berlangsung, perekonomian tidak akan berjalan sesuai harapan.

Secara otomatis APBD tidak akan terisi, baik APBD Kabupaten Kota hingga APBN.

"Bahkan mungkin pernyataan saya ini, banyak kawan-kawan yang tidak sepakat. Tapi bisa diuji nanti, satu dua tahun ke depan, apakah pertumbuhan ekonomi dan penanaman investasi tumbuh? Jawabannya menunggu waktu itu," pungkasnya.

(Tribunkaltim.co/Mohammad Zein Rahmatullah dan Heriani)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved