Gugatan Ditolak, Hakim Menilai Penetapan Tersangka Dua Mahasiswa Samarinda Sesuai Prosedur

Hakim Tunggal akhirnya memberikan jawaban atas gugatan yang diajukan pada sidang yang digelar hari ini, Kamis (17/12/2020).

TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
Jalannya persidangan praperadilan pada FR dan WJ pada Kamis (17/12/2020) sore tadi. Sidang praperadilan keduanya ditolak Majelis Hakim dan akan dilanjutkan langsung ke pokok perkara. TRIBUNKALTIM.CO/ MOHAMMAD FAIROUSSANIY 

TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA-Usai menjalani rangkaian agenda sidang praperadilan, pada dua mahasiswa, Hakim Tunggal akhirnya memberikan jawaban atas gugatan yang diajukan pada sidang yang digelar hari ini, Kamis (17/12/2020).

Dalam sidang kali ini, sesuai agenda yaitu pembacaan putusan.

Hakim Tunggal memutuskan menolak gugatan praperadilan yang diajukan FR dan WJ, dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Jalan M. Yamin, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, pada Kamis sore (17/12/2020).

Baca juga: Aliansi Mahakam Demo di Gedung PN Samarinda, Tuntut Bebaskan 2 Mahasiswa yang Ditahan di Polresta

Baca juga: Sidang Praperadilan Dua Mahasiswa Samarinda Masuki Babak Akhir, Ini Agendanya

Diketahui kedua mahasiswa ini diamankan petugas kepolisian dari Polresta Samarinda, pada demo penolakan Omnibus Law UU Cipta kerja, pada 5 November 2020 lalu.

Keduanya ditahan pasca aksi yang berujung demo dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Samarinda

Terkait dugaan membawa senjata tajam (sajam) dan penganiayaan pada saat kericuhan terjadi.

Kuasa hukum kedua orang yang masih berstatus mahasiswa ini, kemudian memilih menempuh jalur praperadilan

Namun, Hakim Tunggal yang telah memeriksa dan mengadili perkara ini, memberikan putusan menolak permohonan praperadilan dari kedua pemohon tersebut.

Jalannya persidangan praperadilan keduanya berlangsung secara bersamaan hari ini, namun berada diruangan yang berbeda. 

Hakim Tunggal Agung Sulistiyono memutuskan atas perkara WJ. 

Sedangkan Yoes Hartyarso memutuskan perkara atas FR.

Dalam persidangan, masing-masing Hakim Tunggal dalam amar putusannya, menyampaikan hasil pertimbangan dari kesimpulan didalam serangkaian fakta persidangan.

Bahwa penetapan dua tersangka, dinyatakan telah sah dan dilakukan sesuai atau menurut prosedur yang berlaku.

FR ditetapkan tersangka atas dugaan membawa saja dan dikenakan Pasal 2 Ayat 1 UU Darurat nomor 12 tahun 1951. 

Untuk WJ ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan yakni pelamparan batu, dengan dikenakan Pasal 351 ayat 1 tentang penganiayaan.

Baca juga: NEWS VIDEO Perawat dan Mahasiswa di Samarinda Asik Gowes Gunakan Jalur Sepeda

Baca juga: Mahasiswa di Kota Samarinda Inginkan Hal Ini Kepada Walikota Baru, Salah Satunya Inventarisasi Aset

"Menimbang, berdasakan bukti surat penggunaan kewenangan penyidik dalam melakukan tindakan penahanan terhadap tersangka atas nama WJ (inisial). Dengan dugaan melakukan tindak pidana penganiayaan, masih memenuhi ketentuan hukum. Seperti apa yang menjadi syarat dan cara penggunaan penahanan oleh penyidik," ungkap Agung Sulistiyono saat membacakan amar putusan atas perkara WJ, Kamis (17/12/2020) hari ini.

Selanjutnya, menurut hakim para pemohon juga tidak bisa membuktikan adanya anggapan tidak sahnya dilakukan penangkapan, penahanan hingga penetapan tersangka dalam kasus yang menjerat kedua mahasiswa (kliennya) tersebut.

Sehingga,Hakim Tunggal pun menimbang berdasarkan fakta persidangan diatas. 

Dengan menyatakan alasan-alasan dalam sidang Praperadilan yang diajukan kedua pemohon, dinyatakan tidak beralasan dan ditolak.

"Mengadili, dan menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya. Dengan membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah Rp 5 ribu. Demikian diputuskan pada hari ini," ucap Agung Sulistiyono sambil mengetuk palu tanda persidangan usai.

Hasil ini menjadikan perkara dua mahasiswa ini dilanjutkan ke tahap sidang pokok perkara. 

Status keduanya pun dinaikkan sebagai terdakwa dalam perisidangan yang akan segera digelar dalam waktu dekat ini.

Usai Hakim Tunggal menjatuhkan putusan, nampak raut wajah dari para hadirin didalam persidangan, yakni rekan dari kedua mahasiswa penuh dengan kekecewaan.

Rekan-rekan kedua mahasiswa ini pun meninggalkan ruang persidangan dan melakukan aksi unjuk rasa didepan gedung PN Samarinda, menuntut kedua rekannya dibenaskan dari segala tuduhan hukum. 

Serta menyinggung Hakim PN Samarinda tak berlaku adil dalam memutuskan perkara FR dan WJ.

Terpisah pada petang hari ini sekira pukul 19.00 Wita dikonfirmasi, Indra Kuasa Hukum Tersangka WJ, mengaku sangat kecewa atas putusan Hakim Tunggal. 

Pasalnya, berkas kesimpulan dalam fakta persidangan yang telah diajukan kepada Hakim Tunggal sehari sebelumnya, menurutnya tidak dijadikan pertimbangan dalam memutuskan perkara ini.

"Tentunya kami kecewa, dalam pertimbangan yang kami ajukan kemarin (16/12/2020), sebagaimana tertuang dalam permohonan praperadilan, kami sangat berkeyakinan terdapat cacat formil dalam administrasi penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka yang ditolak oleh hakim tadi," ucap Indra, Kamis (17/12/2020).

Indra menanggapi, yang menjadi pertimbangan Hakim tunggal dalam persidangan praperadilan perkara WJ yang menyebutkan penetapan tersangka yang dilakukan aparat kepolisian telah memenuhi syarat formil.

Ia pun mengaku sangat menghormati apa yang menjadi keputusan Hakim Tunggal di Persidangan. Kini ia akan berfokus menghadapi sidang pokok perkara yang dijalani WJ.

"Selanjutnya kami akan kawal di persidangan pokok perkara yang akan digelar nantinya di PN Samarinda," tegasnya.

Baca juga: Sidang Praperadilan Mahasiswa Kembali Ditunda, Pihak Polresta Samarinda Sebagai Termohon tak Hadir

Baca juga: Termohon Mangkir di Sidang Praperadilan, Kuasa Hukum dari 2 Mahasiswa Akui Kecewa

Sementara itu, Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Bernard Marbun selaku kuasa hukum tersangka FR menyatakan senada, bahwa Hakim Tunggal tak menjadikan kesimpulan yang ia ajukan sebagai alat pertimbangan dalam memutuskan perkara ini (praperadilan).

Hakim Tunggal, menurut dia, hanya beracuan dengan hukum acara pidana dan Perkap kepolisian.

"Nah, yang dipertimbangkan adalah dua alat bukti dari keterangan saksi yang berangkat dari pada kepolisian. Padahal kita ketahui bersama, bahwa pada saat kejadian 5 November 2020, tidak hanya ada kepolisian saja disitu. Ada masyarakat umum disitu. Seharusnya, saksi itu diisi oleh masyarakat umum, kalau memang terjadinya sebuah tangkap tangan," jelas Bernard Marbun (17/12/2020) hari ini.

Ditambahkannya, bahwa dari dua alat bukti  Termohon yang dijadikan acuan Hakim Tunggal dalam persidangan, ialah berkas Laporan Polisi hingga berkas dari keterangan saksi di berita acara pemeriksaan (BAP). 

Yang juga seluruh keterangan diisi oleh anggota polisi.

"Disini, harusnya Yang Mulia (Hakim) juga melihat ini, apakah di situasi unjuk rasa seperti itu diperkenankan hanya polisi saja yang menjadi saksi. Kenapa tidak dari masyarakat umum. Kalau seperti ini kan sangat rentan tidak objektif dan tidak netral," ungkapnya.

Dengan rasa kecewa, Bernard Marbun, mengaku tengah mempersiapkan diri menghadapi sidang pokok perkara yang akan digelar dalam waktu dekat ini pada kliennya.

"Sidang pokok perkara, kita sudah tau inti dari Berita Acara Pemeriksaan Saksi. Jadi kami (tim) akan rembuk dulu, nanti kita paparkan ulang isi dari BAP itu. Dari situ kita akan memperkuat dari saksi-saksi yang bisa memperkuat kita. Guna membantah keterangan saksi dari kepolisian itu sendiri," tutupnya.

(TribunKaltim.Co/ Mohammad Fairoussaniy)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved