Berita Nasional Terkini

BPJS Kesehatan Jadi Syarat Jual Beli Tanah & SIM, Fadli Zon: Inpres Jokowi Gegabah

BPJS Kesehatan jadi syarat jual beli tanah hingga SIM, Fadli Zon: Inpres Jokowi gegabah

Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Wahyu Triono

TRIBUNKALTIM.CO - Polemik tentang BPJS Kesehatan yang dijadikan sebagai syarat wajib dalam mengurus sejumlah pelayanan publik, mengundang respon Anggota Komisi I DPR RI, Fadli Zon.

Fadli Zon menilai, Inpres yang diteken Presiden Jokowi tersebut, gegabah

Untuk diketahui, sejumlah layanan publik yang mempersyaratkan kepesertaan BPJS Kesehatan mulai dari pembuatan SIM dan SKCK, pengurusan STNK, izin usaha, jual beli tanah, naik haji, umrah, hingga keimigrasian.

Kebijakan tersebut telah diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Dilansir dari Tribunnews.com, Fadli Zon menilai, penyusunan kebijakan tersebut cenderung mengabaikan banyak sekali aspek dalam kehidupan masyarakat.

Baca juga: Belum Berlakukan BPJS Kesehatan, Pengurusan SIM di Kaltim Masih Pakai Syarat Lama

Seharusnya, kata Fadli Zon, kebijakan tersebut tidak mengikat bagi seluruh masyarakat.

Hal tersebut disampaikan oleh Fadli Zon, dikutip dari laman resmi DPR RI, Selasa (1/3/2022).

“Menurut saya, Inpres tersebut memang disusun sangat gegabah, karena mengabaikan banyak sekali aspek."

"Mulai dari soal filosofi, keadilan, kepantasan, serta prinsip pelayanan publik itu sendiri,” jelas Fadli, Minggu (27/2/2022).

Fadli Zon memiliki beberapa catatan mengenai Inpres tersebut.

Berikut empat poin catatan Fadli Zon, tentang BPJS Kesehatan yang dijadikan sebagai syarat wajib dalam mengurus sejumlah pelayanan publik.

Baca juga: Pembayaran BPJS Kesehatan Pemkab PPU Sudah Lunas Tahun Lalu

1. Pelayanan kesehatan serta layanan publik lainnya, terutama yang bersifat dasar, pada prinsipnya adalah hak rakyat yang seharusnya dilindungi oleh negara. Sehingga, negara tak boleh memposisikan hak tadi seolah-olah adalah kewajiban.

“Apalagi, hak rakyat dalam satu bidang kehidupan, dalam hal ini kesehatan, kemudian hendak dijadikan penghalang bagi hak dalam bidang kehidupan lainnya."

"Dari sudut filosofi pelayanan publik, ini jelas keliru,” jelas Fadli Zon.

2. Dari sisi tata peraturan perundang-undangan, Inpres itu kedudukannya tak bisa mengikat umum (semua orang, atau setiap orang).

Kedudukan Inpres hanya bersifat mengikat ke dalam para pejabat pemerintah di bawah Presiden.

Baca juga: Ingat Hari Ini Mulai Berlaku BPJS Kesehatan Syarat Urus SIM, STNK Hingga Jual Beli Lahan

Selain itu, Inpres juga seharusnya tidak memasukkan muatan yang bersifat pengaturan di dalamnya dan sedapat mungkin tidak menimbulkan efek pengaturan terhadap masyarakat.

“Dengan demikian, Inpres bukanlah bagian dari peraturan perundangan atau peraturan kebijakan."

"Sehingga, jika Inpres Nomor 1 Tahun 2022 kemudian diterjemahkan menjadi peraturan-peraturan baru terkait BPJS, maka hal itu bukan hanya menyalahi prinsip penyusunan peraturan perundang-undangan, tapi bahkan bisa melangkahi kewenangan sebuah undang-undang,” sambung Fadli Zon.

Menurutnya, menjadikan BPJS sebagai syarat baru yang hanya dengan bekal Inpres itu tidak cukup memiliki dasar.

3. Alih-alih mewajibkan semua orang mendaftarkan diri dalam kepesertaan BPJS, semestinya pemerintah menyelidiki terlebih dahulu kenapa orang tak mendaftar. Ini tujuannya juga untuk mengetahui apa kendala sosiologis dan strukturalnya yang terjadi di masyarakat.

4. Keempat, Inpres tersebut sangat tak adil bagi masyarakat.

Di satu sisi masyarakat mau dipaksa menjadi peserta BPJS, namun sistem dan manfaat pelayanan BPJS sendiri masih kerap berubah-ubah. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved