Ibu Kota Negara
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sebut IKN Nusantara Singkirkan Hak Masyarakat Adat
Pemerintah dianggap tidak memberikan partisipasi penuh dalam pembentukan UU IKN ini, malah justru mengesampingkan peran masyarakat adat
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA- Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Provinsi DKI Jakarta ke Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim, telah dilengkapi Undang-Undang (UU) sebagai aturan resmi untuk menyertai pembangunannya.
Namun demikian, pemerintah dianggap tidak memberikan partisipasi penuh dalam pembentukan UU IKN ini, malah justru mengesampingkan peran masyarakat adat.
Hal tersebut sendiri, dilontarkan oleh Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim, Margaretha Setting Beraan.
Diungkapkannya bahwa dalam proses IKN ini maupun UU-nya, pemerintah memang sengaja meniadakan masyarakat adat.
Anggapan tersebut bukan tanpa dasar, lebih lanjut dia berbicara, lokasi yang sudah ditetapkan menjadi IKN baru tersebut disayangkannya bahwa komunikasi yang terbangun hanya terhadap pemilik izin lahan.
Baca juga: Urun Dana Masyarakat Boleh Dipakai Bangun IKN, Politisi PDIP: Sudah Diatur di UU Ibu Kota Negara
Baca juga: Dipastikan Tetap Investasi di IKN Nusantara, Rachmat Gobel: Jepang Ingin Bantu Kemajuan Indonesia
Baca juga: Bupati Nonaktif PPU, AGM Diduga Perintahkan Penggunaan Identitas Fiktif untuk Kaveling Lahan di IKN
Pengusaha-pengusaha yang bisa diajak langsung berkoalisi atau langsung bekerjasama dalam membangun IKN.
Sehingga dalam peletakkan UU-nya, semua proses yang harusnya mempertimbangkan ada masyarakat adat di dalamnya termasuk proses pembangunannya.
Mulai dari masuk sampai memutuskan menerima atau tidak sebuah proyek itu di wilayah masyarakat adat, pemerintah dianggap meniadakan proses tersebut.
"Koordinasi atau negosiasi, langsung dilakukan ke pemilik usaha, jadi ini sudah sangat menjelaskan kepada kita posisi pemerintah di dalam memulai pembangunan IKN ini," tegas Margaretha Setting Beraan, Sabtu (2/4/2022).
"Jadi mereka (pemerintah), dengan sengaja menghapus bahwa disana ada komunitas adat, bahwa ada masyarakat awal pemilik wilayah itu sebelum ada Hak Guna Usaha (HGU) disana (lokasi IKN)," imbuhnya.
Kondisi-kondisi semacam ini memang dari awal dilihat oleh AMAN semacam strategi khusus yang dilakukan pelaksana IKN guna memudahkan negosiasi atau memudahkan atau juga mempercepat proses pemindahan IKN.
"Ini tentu saja melanggar prinsip-prinsip yang benar, tentang sebuah proses program yang harus dilaksanakan masyarakat. Salah satu prinsipnya yaitu Free Prior Informed Consent (FPIC) dari Masyarakat Adat," tandas Margaretha Setting Beraan.
Dijabarkan Margaretha Setting Beraan, bahwa dimana masyarakat pemilik wilayah di suatu project atau program pemerintah akan diadakan, harus ada sebuah komunikasi yang mendalam.
Berikan informasi yang sejelas-jelasnya kepada masyarakat dan diajak berbicara dengan bahasa yang mereka pahami mengenai rencana IKN ini akan dilaksanakan.
Jadi melihat yang sudah terjadi terkini, AMAN juga menilai pemerintah sudah jelas menempatkan masyarakat dari awal betul-betul hanya menjadi penonton proses IKN ini.
"Apa dampak terhadap mereka? Apa yg harus mereka lakukan? Apa yg harus mereka hadapi, harus benar-benar diketahui masyarakat adat setempat, dan itu tidak dilakukan," menurutnya.
"Jadi masyarakat selayaknya harus memberikan pendapat atau persetujuannya tanpa paksaan kepada pemerintah atas diletakkannya IKN diatas wilayah adat mereka.
Dan ini tentu melanggar hak-hak masyarakat adat maupun masyarakat pada umumnya, warga negara indonesia yang berhak untuk tahu dengan jelas rencana pembangunan ini," sambung Margaretha Setting Beraan.
Baca juga: Wakil Ketua DPD RI Kunjungi IKN Nusantara, Mahyudin: Jangan Biarkan Jokowi Sendiri
Terakhir, Margaretha Setting Beraan, juga mengkritik pemerintah yang menurutnya hanya mengambil orang-orang yang dianggap representatif masyarakat adat.
Tidak ada pembicaraan sampai ketingkat kampung, tidak ada penjelasan mendetail terkait proyek IKN ini, sehingga masyarakat dengan berani menerima atau menolak.
"Itu yang menjadi dasar AMAN menolak UU IKN ini, karena sama sekali tidak memandang bahwa ada masyarakat adat yang perlu dilibatkan di dalam proses ini.
Masyarakat sebagai entitas merdeka, yang berhak kami menerima atau menolak proyek ini ditaruh diatas wilayah kami, jadi itu dasar utamanya," pungkanya. (*)
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel