Berita Internasional Terkini

Inggris Berpotensi Digempur Rusia, Kehadiran Pasukan Elite SAS di Ukraina Jadi Penyebab

Ketegangan tak hanya terjadi antara Rusia dengan Ukraina, namun juga terhadap negara-negara Barat

Twitter ??? ?????? / Kementerian Luar Negeri Rusia
Ilustrasi pasukan Rusia. Update Perang Rusia vs Ukraina: Putin Tarik Mundur Pasukannya & Lepas Kyiv, Tanda-tanda Kalah? 

TRIBUNKALTIM.CO - Ketegangan tak hanya terjadi antara Rusia dengan Ukraina, namun juga terhadap negara-negara Barat.

Bahkan, ketegangan antara Rusia dengan negara-negara Barat berpotensi mengakibatkan perang baru.

Salah satu negara yang berpotensi jadi lawan Rusia selanjutnya di medan perang, yakni Inggris.

Hal ini menyusul penyelidikan yang dilakukan Badan Investigasi Rusia, terkait dengan kehadiran pasukan khusus Inggris di Ukraina.

Badan investigasi Rusia tengah menyelidiki laporan media yang menyebut kehadiran pasukan khusus militer Inggris, Special Air Service (SAS), di Ukraina.

Menurut laporan media Rusia, RIA Novosti, para ahli sabitase dari SAS telah dikerahkan ke Ukraina barat, sebagaimana dilansir Reuters, Sabtu (23/4/2022).

Baca juga: Akhirnya Rusia Akui Kapal Perang Moskva Pengepung Mariupol Hancur, Dirudal Ukraina?

Baca juga: Harga Minyak Goreng di Inggris Naik Tajam, Tuding karena Perang Panjang Rusia vs Ukraina

Baca juga: Rusia vs Ukraina Makin Memanas, Joe Biden Kirim 121 Drone Hantu untuk Hadapi Pasukan Vladimir Putin

Dilansir dari Kompas.com, RIA Novosti mengutip seorang sumber keamanan Rusia yang mengatakan bahwa sekitar 20 anggota SAS telah dikirim ke wilayah Lviv.

SAS adalah pasukan elite militer Inggris yang dilatih untuk melakukan operasi khusus, penginderaan, dan kontra-terorisme.

Dalam sebuah pernyataan, Komite Investigasi Rusia mengatakan akan menindaklanjuti laporan dari media tersebut.

RIA Novosti menuding, pasukan SAS tersebut membantu dinas khusus Ukraina dalam mengatur sabotase di wilayah Ukraina.

Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan Inggris enggan memberikan komentar saat dimintai keterangan dari Reuters mengenai kehadiran pasukan SAS di Ukraina.

Sebelumnya, Inggris mengatakan telah mengirim pelatih militer ke Ukraina awal tahun ini untuk menginstruksikan pasukan lokal dalam menggunakan senjata anti-tank.

Pada 17 Februari, sepekan sebelum Rusia menginvasi Ukraina, Inggris menyatakan telah menarik semua pasukannya dari Ukraina, kecuali pasukan yang diperlukan untuk melindungi duta besarnya.

Tidak jelas langkah apa yang direncanakan Komite Investigasi Rusia untuk menanggapi keterlibatan SAS di Ukraina.

Namun, apabila pasukan dari negara-negara NATO benar-benar hadir di Ukraina, konsekuensinya akan serius.

Pasalnya, Rusia sebelumnya telah memperingatkan kepada Barat untuk tidak menghalangi invasinya ke Ukraina.

Baca juga: Ukraina Hancur Diserang Rusia, Untuk Membangun Kembali Butuh 7 Miliar Dolar AS per Bulan

Rusia Fokus Serang Ukraina Timur

Pada awal April, Rusia tiba-tiba menarik pasukannya dari wilayah sekitar ibu kota Kyiv di bagian utara Ukraina.

Presiden Rusia Vladimir Putin kemudian mengumumkan, tujuan perang sudah berubah, bukan lagi untuk merebut ibu kota, melainkan untuk menguasai Kawasan Donbass di Ukraina timur.

Mengapa wilayah itu begitu penting?

Seperti semenanjung Krimea, wilayah administratif Donetsk dan Luhansk adalah wilayah di mana sebagian besar penduduknya berbicara bahasa Rusia dan termasuk etnis Rusia.

Juga di Kharkiv dan kota Pelabuhan Odessa ada penduduk berbahasa Rusia.

Tetapi hanya di Krimea etnis Rusia merupakan mayoritas penduduk.

Setelah Revolusi Oranye pada 2004 dan protes Maidan 2013 dan 2014, yang mengubah tatanan politik di Ukraina, beberapa bagian di Kawasan Donbass melakukan perlawanan dan mengobarkan separatisme.

Mereka dibantu oleh Moskwa, yang pada saat yang sama memanfaatkan situasi dan mencaplok Krimea.

"Ini adalah dua dari banyak contoh di mana Rusia bertindak sesuai prinsip bahwa ‘setiap peluang akan mengundang pencuri’,” kata Andreas Heinemann-Gruder, spesialis Eropa Timur di Pusat Studi Konflik Internasional di Bonn sebagaimana dilansir DW.

Baca juga: Rusia Ungkit Perjanjian Minsk, Andai Ukraina Menaatinya Maka Perang Tak Akan Terjadi

Sampai pertengahan abad ke-19, kawasan Donbass adalah salah satu pusat terpenting industrialisasi Uni Soviet karena kaya cadangan batu bara.

"Selama periode ini, Ukraina ditekan oleh Kekaisaran Rusia, dan bahasa Rusia ditetapkan sebagai bahasa pendidikan," jelas sejarawan Guido Hausmann dari Institut Leibniz untuk Studi Eropa Timur dan Tenggara di Regensburg.

"Banyak petani Rusia yang juga berbondong-bondong pindah ke kawasan industri baru itu."

Donbass memang tidak padat penduduknya.

Setelah perang saudara Rusia dan masa kemerdekaan yang pendek pada 1918, wilayah itu dimasukkan ke dalam Republik Sosialis Soviet Ukraina.

Juga semakin banyak orang Rusia datang ke wilayah itu.

Guido Hausmann menjelaskan, memang ada banyak orang yang memiliki hubungan dengan Uni Soviet.

"Namun, orang-orang di Donbass selalu juga berbicara bahasa Ukraina, dan mayoritasnya masih memiliki hubungan yang kuat dengan Ukraina juga," katanya.

Menurut Heinemann-Gruder, salah jika berasumsi bahwa etnis atau bahasa ibu dapat memberikan petunjuk tentang identitas nasional penduduk Ukraina.

"Bahasa Rusia bahkan digunakan oleh beberapa batalyon tentara Ukraina yang berperang melawan separatis pada 2014/15," jelasnya.

Baca juga: Akhirnya Amerika, Jerman, Inggris, hingga Norwegia Gerak Cepat Bantu Ukraina Serang Rusia

Dia menambahkan bahwa ini mungkin tidak akan terjadi lagi.

"Jika ada (faktor) yang berkontribusi untuk membentuk negara Ukraina yang kuat, maka itu adalah agresi Rusia selama delapan tahun terakhir," katanya.

"Bom Rusia semakin menyatukan Ukraina."

Setelah Perang Dunia II, bagi Uni Soviet kawasan industri Siberia menjadi lebih penting daripada Donbass.

Tetapi bagi Ukraina, daerah itu tetap merupakan zona industri terpenting sampai 2014.

Sekarang, banyak kawasan yang ditaburi ranjau - terutama di daerah-daerah yang dikuasai kelompok separatis.

Kawasan-kawasan itu menjadi terlantar atau jadi sangat miskin.

Dalam beberapa minggu terakhir, fasilitas dan infrastruktur industri yang masih ada telah dihancurkan oleh peperangan.

Guido Hausman mengatakan, potensi ekonomi kawasan itu sebenarnya kurang penting bagi Rusia, tetapi sangat penting bagi Ukraina jika ingin mandiri secara ekonomi.

"Tujuan perang Rusia adalah justru membuat Ukraina bergantung secara permanen pada Rusia - secara politik, budaya, dan ekonomi."

Baca juga: Hari Ke-59 Perang Rusia-Ukraina: Ultimatum Rusia, Jerman Hentikan Pengiriman Senjata

Di kawasan Donbass, perang telah berkecamuk selama delapan tahun.

Pada tahun 2014, separatis pro-Rusia memproklamirkan distrik Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka.

Pada 2015, setelah periode pertempuran terbuka antara separatis dan pasukan pemerintah, gencatan senjata dicapai dengan penetapan "garis kontak" yang memisahkan bagian yang dikuasai Ukraina dari bagian yang dikuasai kelompok separatis.

Itu kemudian dikenal sebagai Perjanjian Minsk II.

Pada 21 Februari 2022, tiga hari sebelum invasi ke Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin secara resmi mengakui kedaulatan Republik Rakyat Luhansk dan Republik Rakyat Donetsk.

"Yang dimaksud Putin bukan hanya daerah yang dikuasai kubu separatis, melainkan seluruh kawasan distrik Donetsk dan Luhansk yang lebih luas", papar Andreas Heinemann-Gruder.

Itu sebabnya, Rusia bertekad paling tidak harus mampu menaklukkan Donbass sekarang setelah gagal merebut Kyiv.

"Jadi itu nanti bisa dideklarasikan sebagai kemenangan, dan mungkin juga akan dideklarasikan sebagai berakhirnya perang," pungkasnya. (*)

Berita Internasional Terkini

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved