Wawancara Eksklusif

Kurangi Angka Kemiskinan Kaltim, Isran Noor Inginkan CSR Perusahaan Fokus pada Rumah Layak Huni

Di penghujung pengabdian lima tahunan ini, Gubernur Kaltim Isran Noor menyebut ada beberapa hal krusial yang harus dituntaskannya.

Penulis: Fransina Luhukay | Editor: Adhinata Kusuma
TRIBUNKALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO
Gubernur Kaltim, Isran Noor (kanan) saat berbincang dengan Wakil Pemimpin Umum Tribun Kaltim, Ade Mayasanto, di ruang kerja Gubernur. 

Rumah layak huni sebenarnya bukan program utama. Namun ini merupakan upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Kaltim.

Sebab peran rumah cukup besar, dan memberikan kontribusi jika melakukan penilaian dari segi permukiman.

Masyarakat punya usaha, lahan, ternak, dan lainnya. Namun jika tidak memiliki rumah yang layak ya dikategorikan miskin. Padahal punya asset.

Pembiayaannya menggunakan CSR perusahaan?

Begini, selama ini kan CSR perusahaan digunakan untuk keperluan kesehatan, agama, sosial, pendidikan.

Padahal itu semua sudah ditangani oleh negara. Namun soal kemiskinan akibat tempat tinggal, tidak tersentuh. Padahal ini masalah besar.

Jadi saya meminta kepada perusahaan yang beroperasi di Kalimantan Timur agar CSR mereka dikonsentrasikan atau difokuskan pada pembangunan rumah layak huni.

Bukan hanya perusahaan swasta namun juga BUMN dan BUMD harus menyisihkan dana CSR untuk membangun rumah layak huni. Anggarannya sekitar Rp115 juta per satu unit.

Usai pandemi Covid-19, bertambah penduduk miskin. Bagaimana penanganannya?

Ya bertambah orang miskin, baik secara nasional maupun regional. Sebab masyarakat banyak yang kehilangan pekerjaan.

Di Kaltim, pekerja yang berasal dari luar provinsi ini sangat banyak. Banyak dari Sulawesi, Jawa dan daerah lainnya.

Saat covid, mereka pulang kampung dan kehilangan pekerjaan. Khusus masyarakat Kaltim tidak begitu banyak.

Hanya 6,3 persen (tahun 2022). Dari angka ini, komponen yang paling besar adalah dari segi perumahan. Jika perumahan layak, angka penduduk miskin pasti menurun.

Soal pendapatan, sebenarnya mereka punya asset yang besar. Punya ternak, kebun, tanaman sendiri. Jadi untuk makan mereka sudah lebih dari cukup.

Namun persoalannya dalam hal penentuan kategori miskin dari aspek pendapatan (versi Bank Dunia). Sebenarnya di Kaltim tidak ada yang miskin.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved