Berita Nasional Terkini

Perwira Polisi Jadi Tersangka Pemerkosaan ABG 15 Tahun di Parimo, Ditahan di Polda Sulteng

Perwira Kepolisian berinisial HDR, berpangkat Inspektur Dua (Ipda) akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus perkosaan anak di bawah umur.

Editor: Heriani AM
Kolase Serambinews.com/ Istimewa
Perwira Kepolisian Republik Indonesia berinisial HDR, berpangkat Inspektur Dua (Ipda) akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus perkosaan yang melibatkan anak di bawah umur berusia 15 tahun (bukan 16 tahun seperti diberitakan sebelumnya).   

TRIBUNKALTIM.CO - Tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah diungkapkan oleh korban.

Saat diperiksa di Polres Parigi Moutong, ada 11 pelaku rudapaksa dan diduga ada satu oknum Brimob.

Kini, Perwira Kepolisian Republik Indonesia berinisial HDR, berpangkat Inspektur Dua (Ipda) akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus perkosaan yang melibatkan anak di bawah umur berusia 15 tahun (bukan 16 tahun seperti diberitakan sebelumnya).  

Baca juga: 4 Fakta Remaja Diperkosa 11 Orang di Sulteng, Kades dan Anggota Brimob Tersangka, Kata Hotman Paris

Kasus perkosaan itu terjadi di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) Sulawesi Tengah.   

"Oknum anggota polri tersebut selesai dimintai keterangan  dan malam ini juga langsung kita tetapkan sebagai tersangka," kata Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Inspektur Jenderal (Irjen) Agus Nugroho, melalui sambungan telepon, Sabtu (3/6/2023), dilansir dari Kompas.com.

"Dan langsung kita tahan malam ini di Polda Sulteng, bukan lagi di Mako Brimob," ucapnya.   

Seperti diberitakan sebelumnya, anggota Polri ini diduga terlibat perkosaan anak di bawah umur yang terjadi di Parigi Moutong.

Namun karena  baru memiliki satu alat bukti yakni saksi korban, anggota polisi itu belum ditetapkan tersangka seperti 10 tersangka lainnya.   

Berbeda dengan malam ini, usai diperiksa oleh penyidik, anggota polisi tersebut langsung ditetapkan sebagai tersangka, yang tadinya ditahan di Mako Brimob, malam ini langsung ditahan di Polda Sulteng.  

Tersangka polisi tersebut kini sudah di sel tahanan Polda Sulteng dan bergabung dengan 7 orang tersangka lain.

Kronologi 

Pada Juli 2022, korban mendatangi posko bencana banjir di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah untuk memberikan bantuan logistik.

Saat di posko bencana, korban berkenalan dengan para pelaku. Usai menyalurkan bantuan, korban tidak langsung pulang ke kampungnya di Poso karena dijanjikan pekerjaan oleh para pelaku.

Korban dijanjikan bekerja di sebuah rumah makan. Setelah itu, satu per satu dari 11 pelaku melakukan pemerkosaan kepada korban dengan berbagai modus, termasuk menawarkan korban narkoba jenis sabu dan mengancam korban dengan senjata tajam.

Korban yang kini berusia 16 tahun itu mengaku mengikuti rekannya berinisial YN bekerja di Kabupaten Parimo dan menjadi stoker di Rumah Adat Kaili Desa Taliabo, Kecamatan Sausu.

Baca juga: Achraf Hakimi, Bintang PSG dan Bek Timnas Maroko Resmi Didakwa Lakukan Pemerkosaan, Kata Kuasa Hukum

Saat itu, korban yang masih berusia 15 tahun mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh 11 orang, termasuk kepala desa (kades) yang bertugas di Parimo, guru, dan anggota Brimob.

Tindakan bejat para pelaku itu, berdasarkan keterangan korban, dilakukan berulang kali di tempat dan pada waktu yang berbeda-beda.

Korban mengaku mengalami kekerasan seksual hingga Januari 2023. Akibatnya, ia mengalami trauma dan gangguan reproduksi hingga terancam menjalani operasi angkat rahim.

"Akibat peristiwa ini, korban mengalami trauma dan saat ini mendapatkan perawatan inap di salah satu rumah sakit di Palu karena masih mengalami sakit di bagian perut," kata Kapolres Parimo AKBP Yudy Arto Wiyono di Palu, Selasa (30/5/2023).

1. Orang tua korban lapor polisi

Tak tahan dengan kekerasan seksual yang dialaminya, korban memberanikan diri untuk menceritakan peristiwa itu kepada orang tuanya pada Januari 2023.

Usai mendengar cerita anaknya, orang tua korban pun membuat laporan ke Polres Parigi pada 25 Januari 2023 lalu.

Ayah korban mengaku bahwa ada banyak keluarga pelaku yang mendatanginya untuk berdamai dengan mencoba memberikan sesuatu kepadanya.

"Yang ditahan ini banyak juga keluarga-keluarga pelaku yang datang sama saya di Poso. Mereka minta untuk perdamaian, ada yang mau dikasih sesuatu, saya tolak. Saya walaupun cuman makan nasi sama garam, saya tidak mau diatur damai," ucapnya dilansir dari pemberitaan Kompas TV, Senin (29/5/2023).

Bahkan, ia mengaku sempat ditelepon oleh Kades berinisial HR yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh polisi. Melalui telepon itu, HR meminta maaf dan menyatakan ingin menikahi korban.

"Kepala Desa (oknum) pernah bicara sama saya melalui HP, dia bilang apakah bisa memaafkan saya? Jadi saya bilang, 'Pak, kata maaf itu memang mudah, tapi rasa sakit ini susah'. Terus Kades itu bilang begini, 'Biarlah orang semua yang berbuat, nanti saya yang tanggung jawab, saya mau kawini anaknya'. Saya tidak mau," ujarnya.

Ia pun tegas menolak tawaran damai dari para pelaku dan berharap agar mereka mendapat hukuman seberat-beratnya.

"Saya minta hukumannya seberat-beratnya, apa yang anakku rasakan penderitaannya, begitulah hukuman mereka, seberat-beratnya," tuturnya.

Baca juga: DPPKBP3A Berau Prihatin, Kasus Prostitusi Online di Bawah Umur dan Pemerkosaan Marak

2. Polisi tetapkan 10 tersangka, 5 belum ditangkap

Pada Rabu, 17 Mei 2023, Polres Parimo telah menetapkan lima tersangka terkait kasus tersebut.

Lima orang itu terdiri dari HR, EK alias MT, ARH alias AF (guru), AR, dan AK.

Kemudian, polisi juga telah menetapkan lima tersangka lain, yakni AL, FL, NN, AL, dan AT yang saat ini masih dilakukan pemanggilan.

Polisi pun mengamankan sejumlah barang bukti yang merupakan pakaian korban, di antaranya celana pendek hitam, satu lembar kaos lengan pendek warna ungu, dan satu lembar celana panjang kain kotak-kotak warna cokelat.

Polisi akan segera melakukan upaya jemput paksa terhadap lima pelaku yang belum ditahan, setelah alat bukti terpenuhi.

Para pelaku dijerat pasal 81 ayat 2 Undang-Undang RI Tahun nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.

3. Anggota Brimob yang diduga terlibat segera dipanggil

Kepolisian Resor (Polres) Parimo telah ada ketambahan 10 orang tersangka terkait kasus asusila kepada anak dibawah umur berinisial RI (16).
Kepolisian Resor (Polres) Parimo telah ada ketambahan 10 orang tersangka terkait kasus asusila kepada anak dibawah umur berinisial RI (16). (Kolase Serambinews.com/ Istimewa)

Terkait informasi adanya anggota Brimob yang jadi salah satu pelaku pemerkosaan ini, Kapolres Parigi Moutong Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Yudy Arto Wiyono mengatakan akan memanggil yang bersangkutan segera.

"Sesegera mungkin akan kita panggil oknum polisi tersebut. Kemudian akan kita periksa sejauh mana keterlibatannya," jelasnya.

Sebelumnya, Kabid Humas Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng, Kombes Pol Djoko Wienartono mengatakan, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan terkait keterlibatan anggota Brimob dalam kasus ini.

"Berdasarkan keterangan dari korban, salah satunya adalah oknum tersebut. Namun dari pemeriksaan saksi yang diperiksa, maupun tersangka yang sudah ada di dalam ini, belum ada keterangan yang signifikan, sehingga belum ada alat bukti. Masih satu yakni dari pengakuan korban," katanya, Rabu (17/5/2023), dilansir dari Antara.

Senada, Kasi Humas Polres Parigi Moutong Iptu Jan Turangan juga mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan.

"Kita masih mencari keterangan dari saksi atau bukti lainnya untuk memperkuat dan mendukung keterangan korban," kata Jan, Sabtu (27/5/2023).

4. Hotman Paris mempertanyakan langkah restorative justice

Hotman Paris
Hotman Paris (Instagram Hotman Paris)

Pengacara Hotman Paris turut menyoroti kasus dugaan rudapaksa seorang remaja oleh 11 orang di Sulawesi Tengah (Sulteng), Surya.co.id dengan judul Hotman Paris Pertanyakan Restorative Justice dalam Kasus Rudapaksa di Sulteng: Masih Boleh Gak?

Baru-baru ini, Homan Paris membagikan tanggapannya di akun Instagram miliknya @hotmanparisofficial.

Dalam video pernyataan itu, Hotman Paris mempertanyakan langkah restorative justice atau RJ.

Restorative justice atau yang juga disebut keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana, dengan mekanisme yang berfokus pada pemidaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi.

Sebelumnya, Kapolda Sulteng menyebut kasus tersebut sebagai persetubuhan anak.

"Oke yang perlu mendapatkan perhatian lebih bapak Kapolri dan seluruh Kapolda di Indonesia adalah kalau kasusnya adalah seperti pemerkosa ya apalagi kalau dilakukan sampai berhari-hari berbulan-bulan dan rame-rame apakah masih perlu, masih boleh gak diterapkan Restorative RESTORATIVE JUSTICE (RJ)," kata Hotman melalui Instagram pribadinya, melansir TribunBengkulu.com.

"Karena apa orang-orang di kampung itu di daerah itu, begitu berhadapan dnegan polisi dia takut, sehingga begitu dibilang mediasi, banyak yang mau-mau aja ya padahal putrinya anaknya sudah korban ya, dia gak ngerti apa itu RJ ya," jelasnya.

Menurut Hotman, perlu semacam petunjuk oleh Kapolri untuk kasus-kasus yang sangat berat.

Hal itu agar RJ benar-benar tidak boleh diterapkan seperti pada kasus pemerkosaan secara beramai-ramai.

"Itu saya dengar ibunya dipanggil sekarang untuk mediasi ya, yang namanya seorang ibu orang-orang daerah kan ya mana dia ngerti, dia gak ngerti dia ketakutan.

Akhirnya bisa saja dia setuju berdamai itulah yang perlu Kapolri membuat semacam petunjuk kasus mana yang boleh RJ dengan cara berdamai ya karena orang-orang daerah itu begitu disodorkan perdamaian bla bla bla, dipanggil ke polisi dia ketakutan.

Akhirnya dia mau aja tanda tangan, padahal putrinya sudah menjadi korban pemerkosaan di bawah umur, jadi perlu dari Kapolri membuat petunjuk mana yang boleh berdamai mana yang tidak boleh," jelas Hotman Paris.

Dari unggahan Hotman Paris tersebut menuai banyak komentar dari warganet dan banyak yang meminta agar hotman paris membantu keluarga korban dari kasus remaja yang dirudapaksa 11 orang di Sulteng.

(*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved