Horizzon
Teori Motif dan Delik Pers
Pers terkadang dimanfaatkan menjadi sebuah pedang untuk membunuh karakter seseorang.
Namun bagaimana dengan sebagian dari kita (baca: pelaku media) yang memahami pers bukan sebagai jalan hidup, tetapi sebagai alat? Bukankah kita sering melihat, merasakan dan belakangan merasa sangat malu dengan praktik-praktik pragmatisme pers dimana pers menjadi alat untuk menbunuh karakter pihak tertentu.
Bagian dari kita sering dengan sengaja menggiring opini dengan tujuan jahat. Dengan mengaasnamakan kebebasan pers, bagian dari kita sering kemudian melakukan negoisasi dan kemudian terjadilah transaksional di ujung daripada pemanfaatan pers sebagai alat untuk melancarkan niatnya.
Sederhananya, pers seringkali dijadikan alat untuk menjalankan misi tertentu. Di sini kita bisa simpulkan bahwa pers hanya dijadikan alat belaka, sementara motif sudah ada sebelumnya. Pers terkadang dimanfaatkan menjadi sebuah pedang untuk membunuh karakter seseorang.
Di dalam posisi itu, tentu pedangnya tidak salah, persnya tidak salah. Namun orang yang menggunakan pedang ini harus bertanggung jawab atas kejahatannya menggunakan UU yang berlaku, termasuk KUHP atau undang-undang lain yang berlaku. Sedangkan perselisihan pers yang muncul karena kesalahan prosedur, tanpa ada motif sebelum produk jurnalistik dipublish, harus tetap berpegang pada UU No.40 tahun 1999. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.