Berita Nasional Terkini

DPR Tetap Sahkan RUU Kesehatan Jadi UU, Hanya 2 Fraksi Menolak, Daftar 6 Poin Keberatan Nakes

DPR tetap sahkan RUU Kesehatan jadi UU yang banyak disebut sebagai Omnibus Law Kesehatan. Hanya 2 fraksi yang menolak. Berikut 6 poin keberatan nakes

Penulis: Aro | Editor: Doan Pardede
KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN
Ratusan tenaga kesehatan (nakes) berunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023). DPR tetap sahkan RUU Kesehatan jadi UU dalam rapat paripurna, Selasa (11/7/2023). Hanya 2 fraksi yang menolak. Berikut 6 poin keberatan nakes terkait RUU Kesehatan yang disahkan menjadi UU. 

Akan tetapi, jika dokter diaspora dan dokter asing itu sudah lulus pendidikan spesialis maka mereka bisa dikecualikan dari persyaratan itu.

Aturan itu dinilai berbahaya karena dokter spesialis dapat beroperasi tanpa rekomendasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Selama ini, dokter wajib mendapatkan rekomendasi dari IDI berupa STR sebelum mengajukan permohonan SIP ke Kementerian Kesehatan.

3. Syarat surat keterangan sehat dan rekomendasi

UU Kesehatan juga mengubah persyaratan bagi seorang dokter buat mendapatkan SIP. Untuk mendapatkan SIP (Surat Izin Praktik) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 234 ayat 2, tenaga kesehatan harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), alamat praktik dan bukti pemenuhan kompetensi," demikian isi pasal 235 Ayat 1 UU Kesehatan.

Menurut IDI, aturan itu sama saja mencabut peran organisasi profesi terkait persyaratan praktik tenaga kesehatan.

Sebab dengan aturan itu maka seorang dokter tidak lagi memerlukan surat keterangan sehat dan rekomendasi dari organisasi profesi buat mendapatkan SIP.

IDI berpandangan, surat rekomendasi itu akan menunjukkan calon tenaga kesehatan yang bakal memulai praktik sehat dan tidak mempunyai masalah etik dan moral.

Baca juga: 5 Manfaat RUU Kesehatan Bagi Dokter dan Tenaga Kesehatan

4. Pembatasan jumlah organisasi profesi UU Kesehatan yang direvisi juga dianggap mengatur peran dan pembatasan organisasi profesi.

"Setiap kelompok Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi," demikian isi Pasal 314 ayat 2 UU Kesehatan.

Yang dipertanyakan oleh IDI adalah apakah nantinya organisasi profesi tunggal itu diterapkan untuk seluruh jenis tenaga kesehatan, atau satu organisasi profesi menaungi tenaga kesehatan yang spesifik seperti dokter gigi, dokter mata, dan sebagainya.

5. Konsil kedokteran di bawah menteri

Pasal dalam UU Kesehatan yang dipersoalkan adalah tentang posisi Konsil Kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.

"Konsil kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri," demikian isi Pasal 239 ayat 2 UU Kesehatan.

Menurut IDI, pasal itu melemahkan organisasi profesi karena sebagian besar tugasnya akan diambil alih Kemenkes.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved