Berita Ekbis Terkini

Ramai Polemik Hilirisasi Nikel Jokowi vs Faisal Basri, Stafsus Kemenkeu sebut Aturan Royalti Nikel

Ramai polemik hilirisasi nikel Jokowi vs Faisal Basri. Stafsus Kemenkeu singgung aturan pembayaran royalti nikel. Simak data selengkapnya

Editor: Amalia Husnul A
Dok Antam
Ilustrasi tambang nikel. Ramai polemik hilirisasi nikel Jokowi vs Faisal Basri. Stafsus Kemenkeu singgung aturan pembayaran royalti nikel. Simak data selengkapnya 

Tidak hanya itu, dirinya juga menyebut bahwa perusahaan smelter China tersebut juga tidak membayar royalti sama sekali.

"Yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel yang hampir semua adalah pengusaha nasional.

Ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor," katanya.

Faisal Dukung Industrialisasi

Faisal Basri menegaskan dirinya mendukung penuh industrialisasi, namun menolak secara tegas kebijakan hilirisasi nikel dalam bentuk yang berlaku saat ini.

"Nilai tambah yang tercipta dari kebijakan hilirisasi dewasa ini hampir seluruhnya dinikmati oleh China dan mendukung industrialisasi di China, bukan di Indonesia," terang Faisal.

Ia juga menyoroti kebijakan hilirisasi nikel yang sudah berlangsung hampir satu dasawarsa.

Sayangnya, peranan sektor industri manufaktur terus menurun, yakni dari 21,1 persen pada tahun 2014 menjadi hanya 18,3 persen pada tahun 2022 dan menjadi titik terendah sejak 33 tahun terakhir.

Bantahan Staf Khusus Menkeu

Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.tv, Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo mengatakan, pernyataan Faisal Basri keliru.

Pasalnya pemerintah melalukan pungutan berupa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan royalti atas nikel dan produk pemurnian. 

Baca juga: DPRD Kaltim Tak Banyak Tahu Kegiatan Bisnis Smelter Nikel, Pemprov Tak Pernah Informasikan

"Saya jawab satu hal dulu, PNBP dan royalti.

Anda (Faisal) keliru ketika bilang tidak ada pungutan karena faktanya melalui PP 26/2022 diatur tarif PNBP SDA dan royalti atas nikel dan produk pemurnian," tulis Yustinus di akun Twitternya @prastow, dilihat Kompas.TV Senin (14/8/2023). 

Yustinus menerangkan, tarif royalti dibedakan menjadi dua jenis.

Pertama, untuk izin usaha pertambangan (IUP) yang hanya memproduksi menjual bijih nikel sebesar 10 persen.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved