Berita Nasional Terkini
Hentikan Laporan KDRT Ibu Muda yang Dibunuh di Cikarang, Polisi Disebut Tak Peka Potensi Femisida
Hentikan laporan KDRT ibu muda yang dibunuh suami di Cikarang, polisi disebut tak peka pada potensi femisida.
TRIBUNKALTIM.CO - Hentikan laporan KDRT ibu muda yang dibunuh suami di Cikarang, polisi disebut tak peka pada potensi femisida.
Tewasnya seorang ibu muda bernama Mega Suryani Dewi (MDS) di rumah kontrakannya menuai sorotan publik belakangan ini.
Wanita berusia 24 tahun tersebut ditemukan tewas di rumah kontrakannya yang berlokasi di Jalan Cikedokan, Desa Sukadanau, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Sabtu (9/9/2023).
Ibu muda ini diduga dibunuh suaminya sendiri bernama Nando (25) pada Kamis (7/9/2023) lalu.
Pembunuhan itu dilakukan pelaku saat kedua anaknya sedang berada di rumah.
Di leher korban ditemukan luka sayatan sedalam empat sentimeter.
Baca juga: 2.497 Orang Tewas, 4 Hal Penyebab Gempa Maroko Begitu Mematikan
Baca juga: Gegara Umpatan Kasar, Pria di Balikpapan Tewas Ditikam Rekan Kerja
Baca juga: Soal Bayi Tewas Jatuh dari Gendongan, Pengasuh Sempat Ingin Akhiri Hidup Karena Merasa Bersalah
Sebelum tewas, Mega disebut pernah melaporkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan suaminya ke Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Metro Bekasi.
Namun, kasusnya dihentikan kepolisian lantaran tuduhannya disangkal pelaku.
Kala itu, Nando menyatakan bahwa ia dan Mega sudah kembali tinggal satu rumah.
Keluarga pun heran mengapa polisi memutuskan untuk menyetop kasus laporan KDRT itu hanya berdasarkan pengakuan sepihak dari pelaku.
Polisi pun disebut cuek dan tak peka pada potensi terjadinya femisida.
Baca juga: Kronologi Balita Wanita Tewas di Sepinggan Balikpapan, Diduga Ada Kelalaian Penitipan Anak
Polisi Disebut Tak Peka
Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan, pembunuhan ibu muda Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, itu dikategorikan sebagai femisida.
"Tidak ditangganinya kasus KDRT karena disarankan berdamai sehingga (laporan) tidak berlanjut, menunjukkan kasus KDRT belum dikenali potensinya ke arah femisida, khususnya oleh penyidik" ucap Siti kepada Kompas.com, Rabu (13/9/2023).
Femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya.
"Didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistik," ucap Siti.
Padahal Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) mengenali kekhasan KDRT ini dengan memberikan hak perlindungan sementara dan pembatasan ruang gerak pelaku.
Yang jadi masalah, kata Siti, UU PKDRT ini tidak diiringi dengan peraturan pelaksana.
Sehingga, aparat penegak hukum juga tidak memiliki panduan bagaimana memberikan perlindungan.
"Bagi korban KDRT jika suaminya masih tinggal bersama, bagaimana membatasi ruang gerak pelaku jika tidak dilakukan penahanan?" ucap Siti.
Sehingga untuk mencegah agar KDRT tidak tereskalasi menjadi femisida, kata Siti, harus ada penanganan serius setiap kasus kekerasan ini.
Kemudian, Siti mengatakan harus ada peningkatan pengetahuan aparat penegakan hukum dalam mengenali potensi femisida dalam kasus kekerasan terhadap isteri yang dilaporkan.
"Pemerintah dan aparat penegak hukum juga harus menyusun kebijakan teknis tentang perlindungan sementara dan pembatasan ruang gerak pelaku," ucap Siti.
Baca juga: Kronologi Bayi di Balikpapan Tewas Usai Terjatuh, Korban Dijaga Pengasuh, Identitas Ibu Misteri
Korban Miliki Bukti KDRT yang Dikumpulkan selama Tiga Tahun Terakhir
Sebelum tewas, Mega diduga sering menerima KDRT dari sang suami.
Bahkan, Mega sudah sempat melaporkan Nando ke polisi.
Namun, suaminya itu tak kunjung ditangkap.
Padahal, Mega selaku korban memiliki bukti visum dan bukti-bukti lain terkait KDRT yang dialaminya.
Bukti-bukti itu dikumpulkan korban diam-diam selama tiga tahun terakhir.
Keluarga pun heran mengapa polisi memutuskan untuk menyetop kasus laporan KDRT itu hanya berdasarkan pengakuan sepihak dari pelaku.
Kompas.com sudah berusaha untuk menghubungi Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kompol Gogo Galesung, namun hingga kini belum ada jawaban terkait dengan hal tersebut.
Adapun Nando tega membunuh istrinya pada Kamis (7/9/2023) malam, usai ia dan Mega terlibat cekcok masalah rumah tangga.
Pembunuhan itu terjadi di rumah kontrakan mereka di Cikarang, Bekasi, dan dilakukan saat kedua anaknya sedang berada di rumah.
Setelah membunuh nyawa istrinya, Nando lalu mengungsikan anak-anaknya ke rumah mertua.
Jasad MSD ditemukan polisi pada Sabtu (9/9/2023) dalam kondisi sudah tidak bernyawa.
Terdapat luka sayatan sedalam empat sentimeter di leher korban.
Dua hari setelah melakukan aksinya, pelaku menyerahkan diri ke Polsek Cikarang Barat didampingi kedua orangtuanya, yakni Sabtu (9/9/2023) pukul 01.30 WIB.
Pelaku kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dia disangkakan Pasal 339 KUHP subsider Pasal 338 KUHP dan Pasal 5 jo Pasal 44 ayat (3) tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan ancaman hukuman maksimal pidana penjara seumur hidup.
Baca juga: Misteri Penemuan Mayat Ibu-Anak di Depok Mulai Terkuak, Tukang Galon Beber Sikap Aneh sebelum Tewas
Keluarga Korban Heran
Deden Suryana (27), kakak kandung MSD, mengatakan, menyesalkan adik iparnya itu sempat lolos dari jerat hukum atas dugaan KDRT yang menimpa adiknya.
Menurut Deden, sang adik sempat membuat laporan ke Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Metro Bekasi.
Namun, kasusnya dihentikan kepolisian lantaran tuduhannya disangkal pelaku.
Adapun MSD dan Nando sudah menikah sekitar tiga tahun lebih.
Dari pernikahan itu, keduanya dikaruniai dua anak berusia tiga tahun dan 18 bulan.
Namun, selama membina rumah tangga itu pula, MSD kerap mendapatkan kekerasan dari Nando. MSD pun akhirnya tidak tahan sehingga mengadu ke keluarga dan kepolisian.
"Sudah sempat dilaporkan, sudah sempat visum juga, cuma dari pihak pelaku menyangkal dan (polisi) memutuskan buat disetop," kata Deden di Polsek Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Senin (11/9/2023).
Padahal, MSD selaku korban memiliki bukti visum dan bukti-bukti lain terkait KDRT yang dialaminya.
Bukti-bukti itu dikumpulkan korban diam-diam selama tiga tahun terakhir.
Seiring berjalannya waktu, kata Deden, polisi kemudian mengonfirmasi laporan tersebut kepada pasutri tersebut, apakah ingin diteruskan atau menempuh jalur damai.
Menurut Deden, ketika itu, hanya Nando-lah yang menginginkan kasus tersebut dihentikan.
Kala itu, Nando menyatakan bahwa ia dan MSD sudah kembali tinggal satu rumah.
Deden pun menyesalkan kenapa polisi tidak menangkap Nando saat itu.
Ia heran mengapa polisi memutuskan untuk menyetop kasus laporan KDRT itu hanya berdasarkan pengakuan sepihak dari pelaku.
Kompas.com masih berupaya menghubungi Mapolres Metro Bekasi untuk mengonfirmasi pernyataan Deden ini.
Baca juga: Polisi Masih Lidik Bayi Balikpapan yang Tewas Usai Jatuh dari Gendongan Pengasuh
Korban Pernah Kabur
MSD ternyata pernah kabur dari rumah kontrakannya di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi.
MSD melarikan diri ke rumah orangtuanya usai mendapat KDRT dari suaminya.
"Iya sempat kabur dari rumahnya, tapi adik saya lebih pentingin anak, selalu kayak begitu, pertahankan hubungan itu lebih pentingin anak," kata Deden.
Deden menuturkan, MSD kerap kali menceritakan keinginannya untuk bercerai dengan suaminya.
Hal itu diceritakan korban ke sang ibu.
Sebagai kakak, Deden juga pernah melihat sang adik sedang ribut dengan Nando.
Permasalahannya karena ekonomi.
"Dari awal saya sudah mergoki, enggak cuma sekali, sudah tiga kali dan ini keempat, lagi ribut," ucapnya.
Baca juga: BREAKING NEWS Balita di Balikpapan Tewas Usai Terjatuh Bersama Pengasuh, Orangtua Korban Menghilang
Korban Minta Tolong
Warga sekaligus pemilik kontrakan bernama Dewi (41) mengatakan, Nando melakukan KDRT sebelum membunuh MSD.
KDRT pertama yang diketahui warga terjadi pada 7 Agustus 2023.
"Itu dia (korban) nangisnya pelan-pelan. Nangisnya lama, nah di situ dia minta tolong, makanya tetangga dengar," tutur Dewi, Selasa (12/9/2023).
Penyewa kontrakan lain meneleponnya pukul 02.00 WIB.
Saat itu, Dewi melihat MSD sudah menangis dan meminta korban melakukan visum ke rumah sakit karena luka memar di dada.
Setelah adanya kejadian itu, Dewi mengetahui bahwa korban telah melapor ke Polres Metro Bekasi.
Korban dan pelaku juga pisah rumah.
Namun, setelah itu, korban kembali lagi ke rumah kontrakan dan kembali dianiaya yang berujung meninggal pada Kamis (7/9/2023).
Baca juga: Diduga Lepas Kendali, Pemotor Asal Kubar Tewas Menabrak Beton Pembatas Fly Over di Samarinda
Sikap Polisi Disesalkan
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti menyesalkan tindakan polisi dari Polres Metro Bekasi yang tak menganggap serius kasus KDRT yang dilaporkan MSD (24) pada awal Agustus 2023.
"Terkait keterangan kakak korban yang menyatakan bahwa sebelumnya korban pernah melaporkan suaminya (pelaku), atas kasus KDRT di Polres Metro Bekasi, Kompolnas sangat menyesalkan hal tersebut," kata Poengky, Selasa (12/9/2023).
Poengky pun mendorong agar pengawas internal Polri dari Polda Metro Jaya menindaklanjuti dengan memeriksa penyidik yang menerima laporan tersebut.
Sebab, kata Poengky, perkara KDRT adalah sebuah kejahatan yang serius dan tidak bisa dianggap remeh.
"Para penyidiknya harus memiliki mindset dan sensitivitas terhadap potensi rentannya perempuan dan anak sebagai korban KDRT," ucap Poengky.
"Kasus ini juga harus dijadikan momentum bagi para penyidik untuk berhati-hati dalam menangani kasus KDRT agar tidak ada lagi perempuan (dan anak) yang menjadi korban," lanjut dia.
Adapun Nando tega membunuh istrinya pada Kamis (7/9/2023) malam, usai ia dan MSD terlibat percekcokan masalah rumah tangga.
Nando (25) disebut sempat memandikan jenazah istrinya, MSD (24), usai membunuh sang istri menggunakan pisau dapur di bagian leher.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.