Berita Nasional Terkini
Efek Konflik di Pulau Rempang, Ombudsman Sebut Warga Alami Kesulitan Pasokan Bahan Pangan
Efek konflik di Pulau Rempang, Ombudsman sebut warga alami kesulitan pasokan bahan pangan.
TRIBUNKALTIM.CO - Efek konflik di Pulau Rempang, Ombudsman sebut warga alami kesulitan pasokan bahan pangan.
Warga Kampung Tua Sembulang, Rempang, Batam, Kepulauan Riau, kekurangan bahan makanan pokok.
Temuan itu didapatkan Ombudsman Republik Indonesia (RI) ketika berdialog dengan warga Kampung Tua Sembulang, Batam, Kepulauanm Riau.
Diketahui ada sebanyak 130 kepala keluarga (KK) di kampung tersebut.
Mereka mengalami kesulitan mendapatkan bahan makanan pokok usai terjadinya kerusuhan pada 7 dan 11 September 2023.
Baca juga: Blunder Jokowi Jadi Energi Anies Baswedan-Cak Imin Dongkrak Elektabilitas, Contoh Kasus Rempang
Baca juga: Kasus Rempang, MUI Terbitkan 15 Rekomendasi: Pembangunan Seharusnya Membahagiakan Rakyat Setempat
Baca juga: Pemerintah Akui Lakukan Hal yang Mengganggu Kenyamanan Warga Rempang, Menteri Bahlil: Bukan Relokasi
Kini, Ombudsman terjun ke lapangan dan mengumpulkan temuan mengenai kesulitan warga tersebut.
Ombudsman telah menggali keterangan dari warga Kampung Tua Sembulang, Tanjung Banun, dan Pasir Panjang.
"Warga Sembulang khususnya, itu mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan pangan dari distributor," ujar anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro dalam konferensi pers Temuan Sementara Ombudsman RI atas Tindak Lanjut Penanganan Masalah Rempang Eco City di kantornya, Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Bahan pangan menjadi langka sejak kerusuhan antara warga tiga pulau, termasuk Rempang dan Galang yang menolak digusur aparat gabungan.
Menurut dia, setelah konflik dengan aparat pecah, para distributor bahan makanan takut mengirimkan pasokan.
Adanya pernyataan pemerintah yang sudah menyatakan bahwa kampung-kampung tua itu akan dikosongkan membuat mereka enggan memasok makanan.
"Tentu mengganggu mereka karena ketersediaan bahan bahan pokok mereka pun menjadi tipis," tutur Johanes.
"Mereka hanya mengonsumsi apa yang masih ada," tambahnya.

Tidak hanya itu, perekonomian warga Rempang yang bekerja sebagai nelayan juga terganggu.
Para pria yang biasa melaut menjadi takut berangkat bekerja.
Mereka khawatir rumahnya digusur ketika cukup lama mencari ikan.
"Mereka, para bapaknya, itu cenderung khawatir melaut karena takut kalau lama di laut, pulang sudah digusur dan seterusnya," tutur Johanes.
Baca juga: Pulau Rempang tak Jadi Dikosongkan 28 September, BP Batam Janji Tidak Ada Pemaksaan Relokasi
BP Batam Belum Kantongi HPL
Selain menemui warga terdampak bakal Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco City di Rempang, Ombudsman juga menemui pihak Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Polresta Barelang.
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan, Ombudsman mendapati temuan sementara bahwa BP Batam belum memiliki Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kawasan Rempang.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) baru akan menerbitkan HPL ketika suatu lahan sudah clear and clean atau tidak berpenghuni.
Di sisi lain, masa berlaku Surat Keputusan (SK) terkait Area Penggunaan Lain (APL) yang diterbitkan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) pada 31 Maret lalu akan berakhir pada 30 September 2023.
"Itulah kenapa mereka sepertinya kemudian tergesa gesa untuk mendesak warga di kampung-kampung tua itu untuk keluar dari area itu," tutur Johane Meskipun SK dari BPN bisa diperpanjang atas persetujuan menteri, HPL tidak akan pernah terbit jika BP Batam tidak mengajukan perpanjangan.
"Artinya, sertifikat HPL tidak akan pernah terbit," kata Johanes
Temuan sementara lainnya adalah warga menyatakan telah menempati kampung-kampung tua itu sejak enam hingga tujuh generasi sebelumnya.
Warga merasa pemerintah tidak menjamin mereka bakal mendapatkan pekerjaan yang sama setelah direlokasi pemerintah ke lokasi lain.
Di sisi lain, Ombudsman juga menemukan pemerintah belum memiliki dasar hukum menyangkut biaya kompensasi dan program yang dijanjikan.
"Warga menilai belum ada kepastian, baru janji-janji. Memang secara obyektif kita tahu bahwa tempat-tempat untuk memindahkan mereka juga belum siap," ujar Johanes.
Baca juga: Akhirnya Komnas HAM Temukan 6 Indikasi Pelanggaran HAM di Konflik Rempang, Warga Melayu Rela Mati
Nilai Bahlil Bermain Kata
Lebih lanjut, Ombudsman RI meminta pemerintah dan BP Batam menahan diri, tidak melakukan tindakan pemindahan rumah warga sedikit pun dalam beberapa waktu mendatang.
Menurut Johanes, warga di kampung-kampung tua secara psikologis begitu tertekan.
Mereka harus menghadapi aparat berseragam, hal yang sepanjang hidup belum pernah dialami.
"Bahkan di (Kampung Tua) Pasir Panjang itu mereka sampai bikin posko jaga kayak ronda tiap malam gantian,” tutur Johanes.
Adapun pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia bahwa warga tidak digusur dan direlokasi melainkan digeser ke lokasi lain di Pulau Rempang dinilai sama saja.
Johanes menilai, pernyataan Bahlil berarti pemerintah tetap memindah warga dari tempat tinggal mereka saat ini.
"Istilah saja. Relokasi itu pindah pulau dari Rempang ke Galang. Kalau sekarang karena masih di pulau itu, lalu dikatakanlah digeser," kata Johanes.
Sementara itu, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam M Rudi mengurungkan rencana pengosongan Rempang pada 28 September.
"Saya tegaskan, 28 September 2023 bukan batas akhir pendaftaran, apalagi relokasi," kata Rudi saat ditemui di Batam Centre, Batam, Kepulaun Riau, Senin (25/9/2023).
Untuk diketahui, pemerintah menetapkan pembangunan kawasan ekonomi khusus Eco City yang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN).
Daerah itu disebut akan dibangun pabrik kaca dan panel surya dengan mendatangkan investor dari China.
Namun, polemik terjadi lantaran warga adat sudah tinggal di kawasan tersebut sejak dahulu dan menolak direlokasi.
Adapun Bahlil mengeklaim telah menemukan solusi setelah menemui warga Rempang.
Solusi itu berupa menggeser rumah warga ke lokasi lain di Pulau Rempang.
Ia menyebut tindakan itu bukan menggusur, melainkan menggeser.
"Tadinya kita mau relokasi dari Rempang ke (Pulau) Galang, tapi sekarang hanya dari Rempang ke kampung yang masih ada di Rempang," ujar Bahlil usai Rapat Terbatas (Ratas) tentang persoalan lahan di Pulau Rempang bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada Senin (25/09/2023), dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Temuan Ombudsman di Rempang: Warga Kekurangan Bahan Pangan, BP Batam Belum Kantongi HPL".
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.