Pilpres 2024
Respon Anwar Usman soal 'Mahkahmah Keluarga' dan Tak Mundur saat Adili Perkara Usia Capres-Cawapres
Respon Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat ditanya soal narasai 'Mahkahmah Keluarga' dan tak mundur saat adili perkara usia Capres-Cawapres.
TRIBUNKALTIM.CO - Respon Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat ditanya soal narasai 'Mahkahmah Keluarga' dan tak mundur saat adili perkara usia Capres-Cawapres.
Anwar Usman merespon pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan perdana Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait dugaan pelanggaran etik dan konflik kepentingan dalam memutus perkara batas usia capres-cawapres, Selasa (31/10/2023).
Adik ipar Presiden Joko Widodo itu merespon soal tak mundur saat adili perkara usia Capres-Cawapres.
Tak hanya itu, Anwar Usman juga menjawab sindiran masyarakat soal Mahkamah Konstitusi menjadi Mahkamah Keluarga.
Baca juga: Paling Banyak Dilaporkan ke MKMK karena Langgar Etik, Anwar Usman Dijadwalkan 2 Kali Diperiksa
Baca juga: Daftar 16 Orang Guru Besar dan Pengajar Hukum Tata Negara yang Desak MKMK Sanksi Berat Anwar Usman
Baca juga: Periksa 3 Hakim MK, Jimly Asshiddiqie Sebut Banyak Sekali Masalah, Enny Nurbaningsih Bahkan Nangis
Setelah pemeriksaan yang berlangsung tak sampai 1,5 jam itu, paman Gibran Rakabuming Raka tersebut ditanya awak media soal alasannya bersikeras ikut mengadili perkara yang akhirnya menguntungkan keponakannya itu.
"Yang menentukan jabatan milik Allah Yang Maha Kuasa," kata Anwar kepada wartawan.
Ia juga tetap merasa tidak perlu mengundurkan diri dalam perkara tersebut walaupun pemohon secara eksplisit menjadikan sosok Gibran sebagai alasan untuk menggugat batas usia capres-cawapres.
Menurut dia, yang dilihat untuk menentukan apakah ada konflik kepentingan atau tidak adalah si pemohon itu sendiri.
"Pemohonnya itu siapa? Kan begitu," ucap Anwar.
Sebelumnya, pelapor dugaan etik hakim MK, Denny Indrayana membeberkan argumentasi hukum bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diduga direkayasa oleh konflik kepentingan keluarga Presiden Joko Widodo seharusnya tidak sah.
Ia mengutip Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Di dalam beleid itu, tercantum jelas bahwa hakim yang terlibat konflik kepentingan dapat membuat putusan tidak sah jika ia tidak mundur.
"Lihat Pasal 17 Ayat (5) dan (6) UU Kekuasaan Kehakiman," kata Denny selaku pelapor dalam sidang pemeriksaan MKMK, Selasa (31/10/2023).
Secara lengkap, ketentuan itu berbunyi:
(5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.