Horizzon
Ikut Menari di Festival Dahau
Di situ kita bisa melihat sejumlah stand UMKM yang hampir semua menjual pernak-pernik Dayak, mulai kalung, seraung, Anjar dan pernak-pernik lainnya
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Samir Paturusi
Oleh: Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim
MALAM sebelum acara puncak upacara hari jadi ke-24 Kabupaten Kutai Barat, kita sempat keliling ke UMKM Ekspo.
Di situ kita bisa melihat sejumlah stand UMKM yang hampir semua menjual pernak-pernik Dayak, mulai kalung, seraung, Anjar dan pernak-pernik lainnya.
Satu-persatu penjaga stand menjelaskan dagangan yang disajikan. Mereka menjelaskan barang yang ia jual memiliki makna tertentu sesuai dengan adat tertentu pula.
Dari penjelasan itu pula, kita jadi paham bahwa suku Dayak di Kutai Barat ternyata ada setidaknya lima sub suku, mulai Dayak Benuaq, Dayak Tunjung, Dayak Aoheng, Dayak Bahau, Dayak Kenyah yang berdampingan dengan Melayu dan suku lainnya.
Bagi mereka yang bukan warga Kutai Barat, mungkin akan butuh waktu lebih lama untuk memahami setiap simbol dan bahkan warna di setiap pernak-pernik Dayak yang ada di Kutai Barat.
Selain melestarikan expo tahunan yang selama ini sudah berjalan, mungkin mendorong Dinas Kebudayaan setempat untuk membukukan atau membuat langkah lebih progresif agar kebhinekaan yang dinamis dan berakulturasi ini terus bertumbuh dan tetap harmoni.
Gagal memahami secara utuh tentang Dayak melalui pernak pernik yang dijual di stand-stand yang ada, kebingungan semakin nyata ketika hadir di acara puncak HUT ke-24 Kutai Barat.
Ornamen khas Dayak dengan warna-warni bercampur dengan keceriaan seluruh orang yang berkumpul di Taman Budaya Sendawar.
Kesimpulannya, bagi tamu yang ikut pesta Dahau di Kutai Barat, cukuplah kita mengagumi bagaimana Kutai Barat benar-benar kaya dengan kebudayaan yang sampai saat ini terpelihara dengan baik.
Jika pun boleh sedikit menuntut, mungkin pemerintah setempat termasuk Pemprov Kalimantan Timur perlu melakukan riset untuk membukukan kekayaan tersebut.
Sebab, budaya akan selalu bergeser, berkembang seiring dengan perkembangan peradaban.
Rasa takjub terhadap kekayaan Kutai Barat ini semakin nyata begitu kita semua menyaksikan tari kolosal yang dimainkan putra-putri Kutai Barat.
Selain kita dipamerkan bagaimana kaya dan berwarnanya Dayak di Kutai Barat, di tengah pertunjukan muncul tari khas Toraja, Timor, Batak, Jawa dan etnis lain yang juga sudah menyatu menjadi bagian dari nafas budaya Kutai Barat.
Bagaimana tidak, meski membawakan tari Timor, Batak, Jawa ataupun Toraja, namun aksen Dayak juga tetap muncul pada pernak-pernik pakaian dan simbol budaya yang ditampilkan.
Maka tak berlebihan bila perhelatan tari kolosal 24 tahun Kutai Barat ini meneguhkan bagaimana akulturasi budaya Nusantara berjalan dinamis. Kutai Barat layak menjadi contoh kecil bagaimana Bhinneka Tunggal Ika itu benar-benar nyata adanya.
Akulturasi budaya yang berjalan dengan baik, kompromis dan toleran ini semakin nyata tampak di prosesi pemotongan kerbau atau yang dikenal dengan Ukaay Liaw Kelulungan.
Tidak untuk diperdebatkan bagaimana syareatnya, namun ritual pemotongan kerbau yang sebelumnya hanya dengan ditusuk beramai-ramai hingga kerbaunya tersungkur dan mati, maka dalam proses akulturasi, masuklah budaya Islam di ujung acara ini.
Agar daging kerbau bisa dinikmati oleh seluruh warga, maka sebelum kerbau benar-benar tersungkur mati, maka ritual dihentikan dan kerbau disembelih dengan cara islam.
Akulturasi ini semata-mata dimaksudkan agar seluruh warga termasuk yang muslim bisa menikmati daging kerbau yang disembelih.
Meski demikian, akulturasi budaya ini juga harus disikapi dengan sangat bijak oleh Tumenggung Singa Praja FX Yapan, yang tak lain adalah Bupati Kutai Barat, beserta seluruh punggawa pemerintah dan masyarakat Kutai Barat.
Kerukuran dan komitmen menjaga kondusivitas inilah yang selalu dipesankan oleh Bupati dan tokoh tokoh Kutai Barat.
Minggu, 5 November 3023 Bupati dan seluruh warga Kutai Barat semua bergembira di Pesta Dahau.
Kebahagiaan ini semoga menjadi berkah dan simbol kesejahteraan Kutai Barat. Dirgahayu ke-24 Kutai Barat, akulturasi budaya yang layak menjadi contoh bagi Indonesia. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.