Berita Nasional Terkini
Jokowi Tak Tinggal Diam Dituduh Hasto Mau Dongkel Megawati dari Kursi Ketum PDIP, Jangan Seperti Itu
Jokowi tak tinggal diam dituduh Hasto Kristiyanto mau dongkel Megawati dari kursi Ketum PDIP, jangan seperti itu
TRIBUNKALTIM.CO - PDIP terus melancarkan serangan kepada Presiden Jokowi.
Terbaru, Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto menyebut Jokowi ingin mendongkel Megawati dari posisi Ketua Umum PDIP.
Namun, Jokowi tak tinggal diam.
Menurut Presiden, ia sebelumnya juga pernah disebut akan merebut kursi Ketua Umum Partai Golkar.
Sehingga Jokowi heran dengan kabar-kabar yang menyebut ia ingin merebut kursi ketua umum sejumlah parpol.
Baca juga: Akhirnya Jokowi Pastikan 4 Menterinya Bakal Bersaksi di Mahkamah Konstitusi, Presiden: Sesuai Tugas!
Baca juga: Menteri PUPR Ungkap Prabowo-Gibran Dilantik Sebagai Presiden dan Wapres Indonesia di IKN Nusantara
"Bukan (merebut kursi ketua umum) Golkar?," jawab Jokowi spontan saat ditanya wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (3/4/2024).
"Katanya mau ngerebut Golkar, katanya mau ngerebut, masa semua (kursi ketua umum parpol) mau direbut semuanya?
Jangan, jangan seperti itu," jelasnya.
Saat wartawan meminta penegasan apakah kabar upaya pengambilalihan itu tidak benar, Presiden kembali menyatakan agar jangan ada anggapan seperti itu.
"Jangan seperti itu," tegasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi sempat berupaya ingin mengambilalih kursi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Hal itu terungkap saat dirinya menjadi narasumber dalam diskusi bedah buku berjudul "NU, PNI, dan Kekerasan Pemilu 1971” karya Ken Ward (1972) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Peristiwa tersebut, menurut Hasto, dilakukan Jokowi jauh sebelum Pemilu 2024 berlangsung.
"Rencana pengambilalihan Partai Golkar dan PDI Perjuangan.
Jadi, jauh sebelum pemilu, beberapa bulan, antara lima-enam bulan.
Ada seorang menteri power full," kata Hasto.
Baca juga: Hasto Ungkap Upaya Jokowi Singkirkan Megawati dari Kursi Ketua Umum PDIP, Utus Menteri Power Full
Baca juga: 4 Menteri Jokowi Dipanggil Mahkamah Konstitusi, Pihak Istana Mengaku Tidak Beri Arahan Khusus
Hasto mengatakan dalam kabinet Jokowi, ada menteri power full dan menteri superpower full.
Namun, yang mendapat tugas untuk menjembatani pengambilalihan kursi ketum PDIP ialah menteri power full.
"Supaya enggak salah, ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi.
Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega, agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Pak Jokowi.
Jadi, dalam rangka kendaraan politik.
Untuk 21 tahun ke depan," kata Hasto.
Menurut Hasto, upaya-upaya yang dilakukan Jokowi perlu diwaspadai semua pihak, tidak hanya PDIP.
Upaya itu dinilai juga untuk mempertahankan kekuasaan yang saat ini dimilikinya.
Hasto Sebut Jokowi Mirip Soeharto
Hasto Kristiyanto mengatakan, ada kemiripan antara Soeharto dan Joko Widodo (Jokowi) dalam upaya mempertahankan kepemimpinannya lewat Pemilu.
Menurut Hasto, Soeharto dan Jokowi sama-sama menggunakan abuse of power seperti memakai aparat negara.
Baca juga: Guru Besar IPB Sebut Bansos Jelang Pilpres 2024 adalah Bantuan Terselubung Jokowi untuk Gibran
Baca juga: Mantan Ajudan Jokowi Ditunjuk sebagai KSAU, Profil Marsdya Tonny Harjono dan Harta Kekayaannya
Hal itu disampaikan Hasto dalam sebuah acara Bedah Buku “NU, PNI, dan Kekerasan Pemilu 1971” karya Ken Ward (1972) di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Hasto menuturkan, ketika membaca buku ini tak hanya muncul wajah Soeharto, namun juga melihat wajah Jokowi.
"Saya mencoba menghilangkan Pak Jokowi, tetapi sulit. Maklum 23 tahun bersama Pak Jokowi. Tetapi apakah karakternya (Jokowi dan Soeharto) sama? Nanti kita lihat," kata Hasto membuka paparannya.
Hasto menyampaikan kekerasan terpampang jelas pada Pemilu 1971 ketika Soeharto ingin mempertahankan kekuasaannya.
Hal itulah yang akhirnya menjadi titik konsolidasi kekuatan otoriter sampai 27 tahun kemudian.
Dia mengungkapkan, berbahagialah jurnalis yang saat ini masih bisa bekerja dengan bebas.
Namun, sudah ada intimidasi terhadap jurnalis dalam bekerja pada saat ini.
Hasto juga menyampaikan pada Pemilu 1971, Badan Pengawas Pemilu (kini KPU) ikut bermain.
Hasto menyatakan hal itu pun terlihat pada saat ini, kecuali DKPP yang masih menunjukkan kredibilitasnya.
"Yang lain kita lihat bagian dari skenario abuse of power tersebut," ujarnya.
Menurut Hasto, Soeharto punya waktu 18 bulan untuk mempersiapkan skenario mempertahankan kepemimpinan lewat operator politiknya, yakni Ali Murtopo, Amir Mahfud, dan Sujono Mardani.
"Kalau Pak Jokowi berapa bulan? Saya belum bisa menjawab. Nah, kalau diukur pertama Pak LBP (Luhut Binsar Pandjaitan) mengatakan bahwa di PDIP sebenarnya banyak 70 persen, saya lupa angkanya, yang setuju perpanjangan jabatan pada 11 Maret 2022, itu artinya 19 bulan dipersiapkan. Kalau ditinjau Pak Anwar Usman menikah pada Juni itu 16 bulan," ucapnya.
Kemudian, kata dia, Soeharto membangun narasi pembangunan nasional, stabilitas politik, keamanan, akselerasi, dan modernisasi pembangunan 25 tahun ke depan dengan mimpi.
Para akademisi saat itu pun masuk dalam suatu kampanye akselerasi modernisasi.
Namun, prosesnya minus kebebasan, demokrasi, dan hak untuk berserikat.
Baca juga: Peluang Kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 Dianulir, MK Panggil 4 Menteri Jokowi soal Bansos
Baca juga: Jadi Saksi Ahli 03 di MK Guru Besar IPB Sebut Tingkat Literasi Politik Penerima Bansos Jokowi Rendah
"Ini yang terjadi dan saya coba bandingkan kekuasaan Soeharto dan Jokowi sebenarnya ada kemiripan," ungkap Hasto.
Sementara sisi abuse of power era Soeharto ialah menggunakan Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, ABRI, dan Operasi Khusus (OPSUS).
Sedangkan era Jokowi lewat TNI, Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Agama, Kejaksaan Agung.
Kemudian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian perdagangan, Kementerian Perekonomian, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian BUMN, dan Badan Pangan Nasional. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dituding Ingin Ambil Kursi Ketum PDIP, Jokowi: Katanya Golkar, Masak Mau Direbut Semuanya..."
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
39 Pejabat Kemenkeu Rangkap Jabatan di Komisaris BUMN, DPR: Ini Tidak Terjadi di Negara Lain |
![]() |
---|
44 Uang Rupiah Dicabut BI dan Tak Berlaku 2025, Lengkap Jangka Waktu Penukaran |
![]() |
---|
Jokowi Minta Relawan Kawal Prabowo-Gibran 2 Periode, Pengamat: Demi Kekuasaan |
![]() |
---|
Jumlah Uang di Rekening Dormant yang Mau Dipindahkan Penculik Kacab Bank BUMN Capai Rp 70 Miliar |
![]() |
---|
Trump hingga Pengamat Puji Pidato Prabowo di PBB, Disebut Akan Dikenang Lama |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.